BAB 8

949 212 2
                                    

22 April

Gemma termangu. Ternyata sudah sejauh ini. Kata 'Yang' sudah lekat di telinga gadis mungil itu tanpa tanggal penetapan jadian kalau kata orang-orang. Artinya tepat dua bulan sejak pertama kali menyapa di aplikasi MR itu. Eska menepati janjinya untuk yang kesekian bahwa latar belakang masa lalu seseorang bukan alasan baginya untuk pergi.

Namun terus terang, Gemma masih belum berani untuk memantapkan hatinya. Semuanya masih gamang. Tidak, lebih tepatnya hanya mempertahankan dirinya agar tidak terluka lagi. Dan hari ini adalah kencan pertama baginya. Nonton di bioskop, menghabiskan waktu berdua seharian. Rasanya agak asing, karena biasanya bersama Eska, dia hanya menghabiskan waktu malam hari sepulang kerja di restoran cepat saji yang berlogo garis lengkung dua kali.

"Kamu besok jadi berangkat ke wonosobo?" tanya Gemma membuka obrolan ketika keluar dari bioskop.

"Jadi. Naik bus. Kamu pulang naik ojol dulu nggak apa-apa ya?" jawab Eska sambil menggandeng tangan Gemma.

Gemma mengangguk tanpa masalah. Toh, memang biasanya dia apa-apa sendiri. Hanya sejak dekat dengan Eska rasanya seperti ada yang lebih ringan saja.

Yang menjadi beban pikiran Gemma saat ini adalah apakah ketika jarak itu ada, semua akan berbeda? Lucu memang. Pikirannya melampau hingga sejauh itu. Takut Eska akan pergi? Takut semua akan berakhir hanya dengan berawal dari alasan ke luar kota? Entahlah. Bisa dibilang mungkin ini berlebihan.  Tapi pengalaman-pengalaman sebelumnya, mengajarkan Gemma untuk berbesar hati menerima kemungkinan terburuk. Rasanya dia tidak memiliki alasan mengapa Eska harus tetap tinggal.

"Berapa lama kamu di sana?" tanya Gemma. Dia tahu Eska hanya sekedar berlibur menghilangkan penat bersama dua orang temannya. Pekerjaannya sebagai customer service memang terlihat ringan. Tapi beban mental yang dia terima tidak seringan kelihatannya. Terlalu banyak menerima dan mendengar cacian pelanggan membuat otak serasa ingin pecah saja.

"Bisa seminggu bisa sepuluh hari. Tergantung nanti teman-teman aja."

"Oke, kabar-kabarin aja."

Dalam hati, Gemma sudah menepis sendiri ucapannya. Ya, se-pesimis itu dirinya terhadap Eska. Padahal dia tahu, tidak semua pria seburuk yang pernah lalu.

Nyatanya seminggu berlalu, semua yang Gemma prediksi meleset. Membuat dirinya pusing sendiri dengan perasaannya. Pria itu masih berusaha berkomunikasi dengannya meski sinyal di sana tidak begitu mendukung. Dia selalu memberi kabar sedang berada di mana, makan apa, dan kabar yang cukup membuat dirinya terdiam tidak tahu harus bicara apa.

"Liburanku nambah tiga hari lagi. Pas sepuluh hari sampai akhir bulan ini."

"Bukannya kamu harus kerja tanggal 28-nya?"

"Iya, memang. Tapi aku sama TL (training leader) mau nge-loss aja. Soalnya akhir bulan kami habis kontrak dan nggak diperpanjang. Panjang ceritanya, nanti aja kalau di Jakarta, aku ceritanya ya?"

"Oh, Oke."

Seketika pikiran gadis berambut sebahu itu pecah berantakan. Mau berjalan kemana arah hubungan ini? Demi apapun, belum pernah seumur hidupnya berhubungan dengan seorang calon pengangguran. Apa semua akan baik-baik saja? Atau ini jalan baginya bahwa kisah ini cukup sampai di sini saja?

"Yang, yaudah kamu tidur ya. Udah malam, besok kamu harus kerja kan?" ucap Eska mengingatkan.

"Yaudah, kamu kalau butuh apa-apa bilang ya?"

Sebuah kalimat yang meluncur begitu saja tanpa terlintas di kepalanya sebelum itu. Sejenak membuatnya terdiam. Mengapa harus kalimat itu yang Gemma ucapkan? Toh kata 'ya udah,' saja cukup kan tanpa harus ada kalimat yang mengundang kalimat lain lagi?

"Iya, Sayang. Kamu tidur ya? Aku balik kumpul lagi sama teman-teman."

Liburannya bukan sekedar liburan biasa. Dia juga sekaligus kopi darat dengan teman-teman game online-nya dari berbagi kota bahkan pulau. Medan, Kalimantan, Bali, Surabaya, Malang, Jogja dan dia bersama dua temannya dari Jakarta.

***

Seharusnya tidak ada yang perlu dipusingkan mengenai pria yang sedang dekat dengannya itu. Tapi entah, Gemma sendiri suka menerka-nerka jalan hidupnya sendiri. Meski tahu ini salah, hanya akan menambah level ketakutannya saja mengenai jodoh masa depannya. Masih adakah di jaman sekarang, laki-laki yang bersungguh-sungguh mau menerima dirinya baik buruknya?

Gemma nyaris menyerah. Dan patah hati terparahnya adalah bersama Langgam. Semuanya indah, semuanya menyenangkan. Saling melengkapi namun faktanya semua hanya kamuflase. Entah Langgam yang enggan mengakui perasaannya atau memang benar-benar tidak memiliki perasaan itu. Dan dirinya hanya cinta sendirian.

Dan kini Sabda Kalendra datang malah seperti mendorongnya masuk ke dalam labirin. Harapan itu ada atau tidak, rasanya tidak jauh beda dengan Langgam dan semua yang pernah singgah.

"Bengong aja," suara Pak Budi memecahkan lamunan Gemma, "Galau-in apa lagi?"

"Nggak tahu. Lagi nggak jelas aja," jawab Gemma sekenanya.

"Lo mah kapan jelasnya? Ngomong ke sana jawabnya ke sini. Serius sedikit kenapa? Biar jodoh juga deketnya serius."

Bibirnya meringis kaku. Ya, Gemma mengakui sosoknya bukanlah orang yang serius. Terkadang bicara seriuspun orang menganggapnya becandaan saja.

"Pak, kalo ya, jangan diseriusin. Misalnya lo cewek, terus pacar lo nganggur, lo mau apa dan gimana?"

"Udah tahu nganggur kenapa dipacarin? Mau gimana masa depannya?"

Gemma terdiam. Tidak ada yang salah dengan jawaban pria kepala empat itu. Wajar, rasional dan masuk akal. Tapi di dalam hatinya, pengecualian itu merongrong dirinya untuk diambil. Menganggur dan ditinggalkan dengan rangkaian issue itu rasanya seperti kopi hitam tanpa gula. Dirinya tahu persis apa rasanya. Haruskah dia sendiri yang menepi dari Eska?

"Kenapa lo nanya begitu?"

Satu tarikan napas terdengar sebelum tertawa lirih, "Nanya doang. Nggak salah kan? Pantes aja dulu gue diputusin. Orang gue nganggur, apa yang diharapin dari gue."

Tawa Gemma pecah, mengalihkan pembicaraan agar Pak Budi tidak mengendus kalau dirinya sedang dekat dengan seseorang. Tidak ada yang tahu, apalagi soal Gemma yang suka main aplikasi dating. Kalau sampai ada yang tahu, entah mau ditaruh dimana mukanya. Gadis berjilbab meski ala kadarnya main chating dan mau berkomitmen dengan teman chatingnya, seseorang yang asing tanpa diketahui latar belakangnya itu bukan sesuatu yang wajar. Orang pasti akan meneriakinya dengan kata bodoh dan gila. Seputus asa itukah soal cinta? Sampai sampai harus membeli kucing dalam karung?

Gemma sudah tahu rentetan pertanyaan dan calon makian yang akan diterima ketika tahu dirinya berpacaran dengan teman asing di aplikasi dating. Kebanyakan orang berpikiran bahwa aplikasi dating itu identik dengan menjual diri, tempatnya orang tidak benar.

"Yailah mantan lagi lo pikirin. Eh, lo udah ketemu Langgam belum? Gue tadi ketemu dia di parkiran. Temuin gih!"

Kompor! Dengkus Gemma dalam hati. Beberapa hari lalu Langgam memang mengambil cuti untuk menemui pacar online nya di Surabaya. Tapi sekali lagi, Langgam hanyalah bagian dari kenangan yang tidak pernah dia miliki.

"Ogah! Nggak ada urusan. Sorry, ya. Apa yang pernah ada sama gua dan dia-. Salah, lebih tepatnya sama gue aja. Gue aja ya, kan dia nggak pernah ada rasa, mungkin.- bukan sesuatu yang perlu diingat lagi. Anggap aja nggak pernah ada. Jangan ungkit-ungkit lagi kenapa?"

Pria itu terkekeh. Paham benar, bahwa Gemma sedang menata hatinya yang terberai karena status tidak diakui. Sementara Gemma memilih beranjak ke pantri. Secangkir kopi susu sepertinya cocok untuk mengusir rasa pedas di matanya. Namun langkahnya terhenti ketika melihat kaki dengan sepasang sepatu vans-nya berhenti di depannya. Meski tidak melihat wajahnya, Gemma masih hafal sang Tuan dari sepatu itu. Seketika rongga napasnya seperti menyempit. Fakta bahwa dirinya masih belum sesiap itu bertemu pria itu membuat seseorang di dalam hatinya tertawa sumbang.

"Kenapa?!"

***

Tbc
29 Mei 2021

Geser Kanan Jodoh (TERSEDIA CETAK DAN EBOOK)Where stories live. Discover now