BAB 3

1.4K 281 10
                                    

Davis dan Rudi adalah proses perjalanan pendewasaan Gemma. Ada hal yang bisa Gemma petik di penghujung tahun 2018 ini. Dan predikat single menahun masih setia dia pegang. Tidak apa, bukankah Gemma sendiri yang meminta pada Tuhan untuk membuatnya jatuh cinta hanya pada orang yang tepat?

Bahkan semua memiliki muaranya masing-masing pada kesempatan yang berbeda.  Gemma terdiam di dalam kontrakan dua petaknya. Sendiri dalam cahaya temaram. Tidak ada yang tahu, Gemma melewati pergantian tahun sendirian lengkap dalam sunyi. 2019 disambut dengan guyuran hujan lebat.

Matanya menatap layar ponselnya. Apa sudah sefrustrasi ini? Katanya sendiri itu menyenangkan. Ya, terkadang. Atau memang karena sudah terbiasa? Teman pun tidak banyak. Bukan karena malas bersosialisasi. Tapi waktu yang Gemma miliki nyaris habis untuk bekerja dan perjalanan bekerja. Karena dari Penggilingan, Jakarta Timur ke Gandaria City, Jakarta selatan membutuhkan waktu nyaris 2 jam perjalanan menggunakan commuterline. Dan kalau dihitung pulang-pergi artinya Gemma membutuhkan waktu 4jam hanya untuk perjalanan. Belum lagi durasi jam kerja yang sama seperti security, 12 jam.

Untuk saat ini, pekerjaan ini adalah yang paling nyaman untuk Gemma. Dimana gaji UMR, ada pembagian SHU bahkan ada hak cuti dan extra libur kalau ditotal, Gemma memiliki anual leave 24 hari dalam setahun yang bisa diakumulasi ke tahun berikutnya jika tidak habis dalam setahun tersebut.

Gemma menarik napas sekaligus membuang lelahnya selepas pulang bekerja barusan. Otaknya berpikir keras mengenai apa yang harus dia lakukan untuk melupakan kesendiriannya. Melupakan kesepiannya yang selalu saja hadir ketika malam sendirian di dalam kamarnya.

Dua aplikasi dating itu Gemma sedang pertimbangkan. Tetap install atau uninstall? Dua aplikasi yang telah mengenalkan Davis dan Rudi padanya.

"Hapus!" tekadnya kemudian bangun dari ranjangnya menuju ke dapur.

Baru saja Gemma mencoba kembali semangat, begitu melihat isi kulkas yang mayoritas teh pucuk semua isinya, dia kembali terpekur. Pikirannya berjalan jauh. Hidupnya selama tiga tahun belakangan adalah suka-suka. Ada banyak junkfood di dalam kulkasnya sebagai pelipur kesepiannya.

Sampai terkadang, Gemma tidak tahu harus berbuat apa. Kesepian, kesunyian dan kehampaan. Hidupnya monoton. Bekerja, tidur, mendengarkan curhat rumahtangga orang, tidur, bekerja terus saja berulang-ulang ritmenya. Tidak jarang Gemma meratap pada Tuhan, dari sekian banyak orang, mengapa harus dirinya yang jatuh terperangkap di dalam keadaan ini yang berhasil membuat Gemma insomnia. Tidur paling cepat adalah pukul satu dinihari. Normalnya pukul dua pagi baru bisa tidur. Atau bahkan kalau sedang parah, Gemma bisa tidak tidur sampai ke dini hari berikutnya.

Pak Budi: Tidur, jangan begadang. Kalau lo sakit, gue yang repot. Kerjaan lo jadi gue yang ngerjain juga.

Gemma mengerucutkan bibirnya melihat pop-up di layar ponselnya. Satu tangannya kemudian menarik sebotol teh pucuk dari laci kulkas.

Bawel lo, Pak. Udah tahu gue susah tidur.

Pak Budi: Ngapa lagi emang? Kagak jadi ama yang di Rawabuaya? Udah tahu sarang buaya, ngapa lo datengin?

Nggak asik. Gini amat ya?

Pak Budi: Baper deh. Udah lupain. Besok juga ada lagi.

Gemma tertawa lirih. Terkadang orang terlalu gampang bicara. Namun ketika terpentok masalah tersebut, kedua tangannya pasti akan langsung memegang kepalanya. Pusing katanya.

Bagi Gemma, tahun baru 2019 tidak ada beda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ada sih. Tahun 2015 adalah awal kejombloan Gemma. Di tahun 2016, Gemma baru masuk di Koperasi tersebut, berkenalan dengan Langgam Handaru. Seseorang yang sudah membawa jauh perasaannya namun selalu enggan untuk jadian tapi sikapnya manis melebihi orang pacaran. Sampai di pertengahan tahun 2017, semua berakhir. Menyakitkan bagi Gemma. Namun Gemma berusaha menutupi bahwa dirinya berantakan. Bahkan hanya mendengar suaranya pun hatinya berdenyut nyeri.

Sampai detik ini pun, awal tahun 2019, Gemma masih tidak bisa ketika melihat matanya. Lukanya seperti robek kembali. Kadang, adakalanya Gemma ingin bicara langsung, kenapa kamu bisa sejahat ini? Kabar terakhir adalah Langgam punya pacar baru yang dikenalnya lewat spoon. Cantik, anak kuliahan Malang dan pintar. Idaman pokoknya. Membuat Gemma terdiam, menepikan diri. Apalah dirinya dibanding Viera, pacar baru Langgam.

"Kamu udah bahagia. Sementara aku belum. Bahkan move on aja rasanya susah banget. Enak ya jadi kamu," lirih Gemma sambil mengusap pipinya yang tak terasa sudah basah.

Gemma menarik napas, menghalau sesaknya. Tangannya segera meletakkan botol kosong ke atas kulkas lalu menghempaskan tubuhnya di ranjang. Matanya nanar menatap langit-langit kamar. Rasanya lengkap sudah. Lagi, Gemma menelan sendiri tiap-tiap kesakitan dan kesendiriannya. Tidak ada yang tahu berapa luka yang dia cecap sendirian. Yang orang-orang tahu, hidup Gemma selalu enak dan nyaman.

***

Selamat tahun baru. Jangan lupa, bulan Maret berburu tiket buat mudik nanti bulan Juni.

Sebaris pesan whatsapp dari sang mama di pagi hari membuat Gemma tersenyum kecut. Mudik nanti di Bulan Juni adalah hal yang ingin Gemma lupakan. Dari dua tahun kemarin keluarga besarnya sudah memberondongnya dengan pertanyaan, pulang sama siapa? Mana calonnya? Kapan nikah? Mau nunggu apa lagi? Hati-hati, perempuan umur di atas 27 tahun belum menikah ibarat bunga layu gagal mekar. Wanginya udah nggak ada.

Padahal bagi Gemma, sang Mama dan beberapa orang memiliki pandangan berbeda. Menikah bukan tentang umur. Tapi tentang kesiapan fisik dan mental yang tidak bisa diukur dengan umur. Karena Gemma melihat sebagian besar orang hanya siap menikah bukan berumahtangga. Beda pandangan inilah yang sering membuatnya dicap pilih-pilih. Ya, Gemma memaklumi, orang hanya bisa berkomentar tapi tidak tahu rasanya menjalani.

Selamat tahun baru juga, Mami. Insha Allah nggak lupa. 15 bulan Maret kan?

Ya. Mau tidak mau. Sanggup tidak sanggup, nyatanya Gemma harus pulang untuk lebaran Idul Fitri. Dirinya hanya memiliki ibu dan satu adik perempuannya yang kini sudah bekerja pula. Selagi ada waktu, Gemma bertekad selalu menyempatkan diri untuk ibu dan adiknya. Jangan sampai ada sesal nantinya ketika salah satu diantaranya berpulang.

Iya. Jangan takut ditanya kapan nikah. Mami nggak buru-buruin kamu kok. Yang penting kamu bahagia di sana. Perkara jodoh, kalau udah waktunya pasti ketemu.

Gemma terdiam. Hatinya seperti ada yang mencubitnya. Jodoh seperti apa yang akan dia dapatkan nanti? Masih adakah yang bersedia berbagi hidup dengannya? Mengingat semua mundur dengan atau tanpa alasan. Dulu saja pacaran tiga tahun, berjanji mau melamar, namun mundur dalam waktu satu bulan sebelum waktu lamaran yang dijanjikan tiba. Hanya karena status keluarga dan sejarah perang Bubat.

Ya. Gemma pasti akan pulang. Apapun itu, demi Mami juga Rindu, lirih Gemma menatap layar ponselnya. Jauh di dalam hatinya Gemma masih berharap semoga Tuhan mau berbaik hati tahun ini, mempertemukan dirinya dengan yang namanya jodoh. Bukan apa-apa, Gemma tahu seberapa berat sang Ibu menelan sendiri selentingan-selentingan miring tetangga kampung.

Meski dia sendiri tidak tahu harus apa, bagaimana dan kemana. Pasalnya Gemma tahu, dirinya minim kenalan. Ruang lingkup kerjanya sebatas orang itu-itu saja. Dan dari semua pria yang berada di kantornya, hanya Langgam yang masih lajang. Saking stresnya, pernah Gemma searching aplikasi perjodohan ala-ala taaruf. Namun kembali, mungkin bukan jalannya. Gemma masih diharuskan untuk bersabar. Tidak ada yang tahu bagaimana Gemma susah payah melewati ini. Merahasiakan semua usahanya dari ledekan orang-orang. Kalau mereka tahu, pasti akan terbahak, berkata Gemma buat apa berjilbab kalau nyatanya malah menjajakan diri lewat aplikasi kayak gitu.

Tolong, Tuhan. Untuk kali ini saja, rintih Gemma dalam hati.

***
Tbc
05 januari 2021
S Andi

Geser Kanan Jodoh (TERSEDIA CETAK DAN EBOOK)Where stories live. Discover now