Bab 27

1K 179 10
                                    

November 2019

Gadis itu mencoba merelakan semuanya. Mungkin memang Tuhan sedang mengajarinya bagaimana melepaskan dan bersabar. Dia tidak terlalu memikirkan tentang Prastya dan ibunya yang sudah tidak pernah lagi menghubunginya kalau bukan Gemma yang lebih dulu menghubungi. Lalu sikap cuek si ibu rumah sebelah setelah kejadian suaminya pingsan dan meminta Eska untuk menginap. Gemma tidak ambil pusing.

Dia mulai membiasakan diri seperti sebelumnya. Menjalani rutinitas, sibuk bekerja. Sambil memastikan segala sovenir dan undangan sekedar formalitas itu sudah beres. Gadis itu sudah merelakan.

"Kamu nggak mau nanya lagi kabar Tya?" tanya Eska memancing.

Gemma tersenyum tipis, meminum lemon tea-nya. Paman Donald malam ini tidak seramai biasanya. Gadis itu menjawab dengan gelengan kepala. Padahal Eska tahu, juga dengar sendiri bagaimana ibunya Gemma bilang kalau sekarang Gemma jadi jahat hanya karena berusaha memberi pengertian pada Tya kalau laki-laki itu tidak sebaik yang dia pikir. Kala itu Eska mencoba menjadi penengah, namun tidak berhasil.

"Aku sudah melepaskannya. Ketika nanti dia kembali, aku tidak berjanji untuk masih tetap berada di sana."

Laki-laki itu bungkam. Dia lebih memilih mencomot kentang gorengnya. Kalau Gemma sudah mengeluarkan bahasa novelnya, Eska segera paham. Dia benar-benar pada ucapannya. Gadis itu sudah melepaskan semuanya. Dia tidak ingin lagi memikul luka itu. Entah sudah seberapa jauh Gemma meninggalkannya.

"Jangan biarkan dendam itu ada, Gem. Mereka tempatmu pulang. Memang keadaan lagi tersesat."

Sekali lagi Gemma menggelengkan kepala. Sepertinya dia sudah terlalu lelah.

"Ya udah, jangan dipikirin. Oya, temanku di JD dulu, dia butuh team CS. Kompetitornya kerjaanku sekarang. Salary-nya antara 4,5 sampai 5. Menurutmu gimana? Ambil nggak?"

"Hah? Kamu mau resign lagi? Jaminan langsung kerja emang?" tanya Gemma kaget.

"Aku nanya dulu sama kamu. Lumayan tapi jaraknya. Di Daan Mogot. Kalau buat nominal mending di sana sih. Lagian kamu juga tahu di Javamifi gimana. Sesukanya. Datang telat pulang cepet."

"Hm. Ya udah. One month noticed! "

Gadis itu paham. Eska sedang tidak meminta pendapat. Laki-laki itu sudah mengambil keputusan. Hanya saja dia memerlukan dukungan. Dalam diam gadis itu menahan semuanya. Kepalanya berdenyut. Keputusan Eska menambah berat bebannya. Masalahnya ini sudah mendekati tanggal pernikahan. Satu bulan lagi.

"Aku juga nego kok. Aku mau pindah ke sana kalau dikasih libur satu minggu pas acara kita besok."

Gemma hanya mengangguk. Berharap keputusannya adalah yang terbaik. Biar bagaimanapun nominal angka yang ditawarkan ke depannya akan menjadi penting.  Bibirnya baru akan kembali bicara ketika dering sebuah pesan masuk terdengar dari ponselnya. Mami? Keningnya mengkerut. Baru kali ini, semenjak lamaran itu, keluarganya mengirim pesan lebih dulu. Terutama Mami.

"Siapa?" tanya Eska.

"Mami. Tumben tengah malam belum tidur. Tumben juga ngirim WA. Biasanya aku duluan. Itu juga jawabnya singkat."

Mami: Gemma, Katanya Riko sama Tya mau nikah juga awal tahun. Riko udah ngobrol sama bapaknya. Katanya menurut hitungan jawa, kalau mau tanggal kamu dimajuin jadi tanggal 4 Januari. Nanti dia di bulan Februari. Kamu mau nggak?

What the hell? Gemma tidak mengerti lagi. Ketika harinya semakin dekat, ada saja yang mengganggu ketenangan hidupnya.

Gemma: Nggak bisa, Mi? Kan udah kesepakatan. Kenapa bilangnya mendadak begini? Kalau memang bener mau nikah juga, ayo, bareng aja sekalian. Biar capeknya bareng. Malah enak, nggak usah mikirin sewa tenda dan lainnya. Tinggal duduk manis bareng. Kalau mau beda bulan begitu, sebaiknya jangan. Mami emang nggak capek ngurus acara dua kali? Mami sendiri lho.

Mami: Riko nya nggak mau. Katanya rumah mbah sempit. Dia mau bikin pesta yang wah pakai dangdutan segala. Dia mau yang bikin yang ramai.

Ada yang mencengkeram ulu hatinya saat ini. Seseorang itu sudah merendahkan dirinya. Mau bilang kalau Gemma nggak mampu? Kalau saja mau, Gemma sudah mengiyakan tawaran dari mamanya Eska untuk sebuah acara resepsi. Akan tetapi memang maunya Gemma sendiri yang sederhana. Sederhana saja tidak cukup untuk nominal di angka 10. Oh, atau dia malu dengan keadaan rumah mbah yang hanya berdinding kayu dan masih berlantai tanah? Apa standar orang mampu itu harus semuanya mentereng?

Gemma: Oh, ya udah. Tapi maaf, mi. Kita nggak bisa ubah tanggal. Kasihan kalau ada saudara yang udah ngajuin cuti jauh-jauh hari. Nggak usah dipaksa kalau nggak mau bareng. Kita mampunya cuma sekedar bikin syukuran aja. Nggak mampu yang lebih apalagi pakai acara hiburan. Sekali lagi, maaf ya, Mi.

Mami: Nanti mami ngomong sama Riko. Katanya sih nggak lama lagi orang tuanya mau datang, pengen ketemu. Tapi belum tahu kapan.

"Kenapa?" tanya Eska ketika gadis itu jadi terdiam, menatapi makanannya.

"Nggak apa-apa. Oya, rencana kapan mau interview formalitas nya?" tanya Gemma mengalihkan obrolan.

"Besok. Aku mau bolos sehari. Yang, kenapa sih? Jujur, jangan ada yang ditutupin."

Bibir gadis itu mengulas senyuman tipis. Tangannya menyodorkan ponselnya. Seakan mengerti, Eska segera mengambil dan membuka aplikasi whatsapp.

"Kita bahkan udah rencana jauh-jauh hari. Sekarang tinggal hitungan minggu doang istilahnya. Kok bisa ya dia kepikiran begitu? Kalau emang niat mau nikah, kenapa nggak dari bulan-bulan lalu? Kenapa... Kenapa harus sekarang ketika kita udah deket banget sama harinya? Ini salah aku juga iya?"

"Kita lihat aja apa dia berani bawa orang tuanya atau nggak? Lihat aja nanti Februari ada acara atau nggak? Orang macam dia itu cuma butuh pengakuan. Cari perhatian doang, Yang. Bicara soal mami, jangan kamu ambil hati. Posisi mami, serba salah. Mau dengerin kamu nanti yang di sana marah. Selalu bela kamu. Mau biarin kamu marahin Tya, nanti malah jadi ribut. Udah, kamu harus bisa kasih waktu. Nanti semuanya akan berakhir dengan sendirinya kok. Yang aku lihat dari cerita kamu,  buat saat ini Tya sedang ditutup matanya. Nanti ketika sadar, pasti akan datangi kamu. Biarin, nanti akan berakhir dengan semestinya. Jangan dikerasin. Yang ada dia semakin jauh. Fokus aja sama acara kita. Sebentar lagi kan? Untuk sekarang, lepas dulu semuanya."

Entah. Gemma menundukkan kepala. Kalau saja luka hati bisa terlihat, mungkin hati Gemma sudah tidak berbentuk lagi wujudnya. Orang hanya melihat dia begitu tenang seolah tidak pernah memiliki masalah. Mereka tidak melihat, di dalamnya sudah luluh lantak. Hidup sendiri, terasingkan dari keluarganya sendiri, Eska pindah pekerjaan dan sekarang selentingan info rencana pernikahan Tya. Tidak ada yang peduli atau sekedar bertanya, Gemma,  apa kamu baik-baik saja? Tidak ada.

***

Tbc

Geser Kanan Jodoh (TERSEDIA CETAK DAN EBOOK)Where stories live. Discover now