Bab 9

826 223 6
                                    

Kenapa?!

Satu kata terlintas begitu saja di benak Gemma. Ya, kenapa Tuhan harus mempertemukan dirinya dengan pria itu di saat kegundahan melingkupi dirinya. Padahal sudah mati-matian berusaha bangun melupakan semua yang pernah terjadi. Sialnya sepasang kaki itu tidak bergeser sedikitpun. Entah apa yang dia inginkan.

Gemma mencoba mengalah, bergeser untuk melanjutkan langkah. Namun kaki itu mengikuti kemana Gemma bergeser. Ingin rasanya berteriak ada masalah apa? Sampai sampai langkahnya harus terganggu.

"Astaga," gumam Gemma mengatupkan rahang,  menahan suaranya agar tidak meledak rasa kesalnya.

"Gemma," panggilnya lirih. Suaranya seperti menyimpan kesedihan yang ingin dia bagi pada gadis itu.

Dalam hitungan detik Gemma mengangkat wajah, mendapati tatapan sendu. Yahh! Pot pecah yang dia susun kembali menjadi satu kini kembali terberai berantakan. Dengan mudahnya si berengsek itu meluruhkan pertahanan Gemma. Untuk kesekian kalinya, Gemma jatuh lagi.

"Aku nggak tahu harus cerita ke siapa. Tapi...,"

"Kalau kamu bicara tentang kecewa, rasanya sama. Kayak gitu. Jadi mau bicara apa?" potong Gemma memberanikan diri untuk menatap dalam mata Langgam.

Kali ini entah kekuatan dari mana. Mungkin benar, luka menguatkan seseorang. Seolah tidak mau lagi tahu menahu mengenai Langgam.

"Tapi aku kangen. Kenapa kita nggak bisa kayak dulu lagi?"

"Dulu yang gimana? Yang hanya sekedar kenal? Bukannya sekarang sudah begitu?"

"Gem!"

"Gam! Kamu harus tahu, puncak kecewanya seseorang, adalah ketika dia udah nggak mau tahu lagi apapun tentang orang itu," tegas Gemma pada Langgam tentang kondisinya saat ini.

"Aku minta maaf,"

"Untuk?" Gadis itu menyipitkan mata, menuntut kejelasan pada poin mana Langgam ingin meminta maaf.

"Semuanya," ucapnya sangat lirih, "Aku yang terlalu pengecut. Jadi...,"

Dering panggilan masuk menyalak nyaring dari saku celana Gemma sebelum Langgam menyelesaikan kalimatnya. Untuk sesaat gadis itu terdiam melihat inisial SK di layar ponsel sebagai identitas penelpon. Tumben, batin Gemma mengerutkan kening. Sepagi ini pria yang mampu membuatnya galau, sudah menelepon.

"Halo, yang?"

Sengaja sekali menyebut kata Yang sambil melewati Langgam tanpa tahu bahwa pundak lebar itu meluruh seketika begitu mendengar sapaan dari mulut Gemma.

"Aku lagi cari tiket bus. Tapi sayang kehabisan."

"Tapi nggak kehabisan uang kan?" kelakar Gemma namun terdengar garing di telinganya sendiri.

"Ada temanku kok kalau masalah uang mah."

"Jangan ngerepotin teman. Aku udah bilang kan kemarin, kalau butuh apa-apa telepon aja. Kasih nomer rekeningmu ya, biar aku transfer sekarang."

"Nggak usah. Beneran. Nanti apa kata orang."

"Kirimin aja dulu."

Ini untuk pertama kalinya Gemma menggelontorkan uang nyaris setengah juta rupiah secara cuma-cuma untuk seorang pria. Entah dimana akal sehatnya. Namun yang pasti ada alasan tersendiri yang membuatnya melakukan hal tersebut.

Sejenak, tangannya mengusap wajah kemudian duduk sambil menyesap teh hangatnya. Pantry ini sunyi, seperti tahu bahwa gadis itu membutuhkan ruang untuk sendiri. Pertanyaan 'kenapa?' masih menggodanya sampai-sampai kegalauannya semakin menjadi. Langgam yang datang kembali dan Eska dengan masalah barunya. Terus terang, perasaannya dulu sudah terlanjur sangat dalam. Seandainya ada kata lain yang lebih dari kata nyaman, Gemma akan pakai untuk menggambarkan kisahnya dengan Langgam.

Hanya saja, keadaan memaksa gadis itu untuk sadar diri. Apa yang diinginkan tidak semua harus terjadi. Dan Eska adalah kenyataan yang harus dia hadapi saat ini hanya berdasar pada komitmen saja. Sementara perasaan? Entah, semuanya sudah campur aduk sejak Langgam yang meruntuhkannya.

"Sabda Kalendra," tutur Gemma mengeja nama pria itu, "Hei! Beri aku alasan kenapa aku harus pertahanin kamu?"

Gadis itu terus bicara pada ponselnya. Dia tidak menyadari kehadiran seseorang hingga sebuah suara membuatnya tersedak.

"Lo beneran punya pacar?"

Tatapan tidak percaya lekat di mata Pak Budi. Seorang Gemma mempunyai pacar seperti berita penting dari artis terkenal.

"Pacar apa?" dengkus Gemma.

"Langgam tadi bilang abis ketemu lo. Dia mau ngomong belum kelar tapi lo keburu 'yang-yang'an di telepon. Siapa? Anak mana?"

Ya Tuhan! Gemma merutuk dalam hati. Mati-matian dia berusaha bersembunyi dan dalam hitungan menit semua terbongkar.

"Kata lo hidup itu harus berjalan. Ya udah, lagian emang kenapa sih?"

"Kenalin ke gue dong."

"Nggak!"

Gadis itu menolak mentah-mentah. Terakhir rekan kerjanya membuat rencana untuk memaafkan Langgam dan memperbaiki hubungannya saat Langgam ulang tahun dua tahun lalu gagal total berantakan. Malah berakhir dengan sakit yang luar biasa karena kata-kata Langgam. Masih ingat betul bagaimana pria itu membuatnya hancur

Saat itu menjelang akhir tahun, Langgam dan Gemma kembali dekat. Setelah Langgam datang kembali menjelaskan semuanya. Di bulan itu adalah ulang tahun Langgam. Gemma berencana ingin memberinya kue ulang tahun. Tidak tanggung-tanggung, harvest adalah pilihannya. Namun rencana tinggal rencana. Pak Budi entah dengan alasan apa, menyembunyikan motor Langgam, mengempeskan ban motornya dan menempeli dengan kertas kertas. Katanya, Gemma yang menyuruhnya.

Apa yang terjadi? Langgam marah besar, memaki-maki Gemma. "Gue nggak butuh ulang tahun! Nggak usah jadi penghancur! Makan itu semua kue. Gue nggak butuh!"

Gemma hancur di saat itu juga. Biji persik seperti menyangkut di tenggorokannya. Sakit, marah, kecewa dan entah apa yang bisa menggambarkan perasaannya saat itu. Kemana harus melampiaskan, siapa yang harus disalahkan pun Gemma tidak tahu. Yang dia tahu, semua harus cukup sampai di sana. Sakit yang harus dia tanggung sendiri tanpa ada kata maaf dari siapapun. Apa benar memang semua salahnya? Ya, benar. Karena seharusnya Gemma tahu diri, perasaannya tidak boleh sedalam itu. Kemurahan hatinya, sampai saat ini Gemma tidak membenci siapapun baik Langgam ataupun Pak Budi yang jelas-jelas sudah mengacaukan rencananya.

"Gem!" panggilan Pak Budi kembali menyadarkan gadis itu.

"Nggak ada! Lo kan tahu gue suka gombalin orang," kilah Gemma masih berusaha menghindar. Untuk kali ini, jika memang harus berakhir, dia hanya ingin semua berakhir dengan alasan yang jelas. Jangan ada kejadian itu terulang kembali.

***

Tbc

29 mei 21
S andi

Geser Kanan Jodoh (TERSEDIA CETAK DAN EBOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang