Bab 16

646 189 4
                                    

Satu minggu sudah, tetapi rasanya masih sulit untuk dipercaya. Membayangkan hal-hal apa saja yang perlu disiapkan membuat Gemma seperti ingin pecah saja. Gemma kehilangan semangatnya. Kakinya melangkah lesu memasuki ruang kerjanya.

"Orang mah abis dilamar itu semangatnya berlipat-lipat. Lo malah kayak ayam dimandiin," seloroh Pak Budi sambil membetulkan letak kacamatanya.

"Ngomong doang mah apa," decak Gemma, "Gue butuh piknik kayaknya."

"Ayo, tanggal 2 bulan besok ke Dieng. Berani nggak kabur dari calon diem-diem? Dieng lagi beku nih," tantang Pak Budi. Dieng memang sedang berada di puncak kemarau. Orang bilang, Dieng sedang bersalju.

"Ayo!" jawab Gemma lantang tanpa pikir panjang.

"Deal ya?"

"Naik motor?"

"Oke! Siapa yang berani."

Gemma mendengus sebal. Tangannya melempar remasan kertas pada pria berkulit gelap itu.

"Siapa takut!" ralat Gemma.

Pria itu terbahak. Sementara Gemma kembali berkutat pada pekerjaannya. Namun tidak ada yang tahu ada senyuman miring di bibirnya. Setan kecil di dalam dirinya bicara ini akan menjadi terakhir kalinya berbuat nekat sebelum menikah. Melancong naik motor ke luar provinsi tanpa pamit ke siapapun. Perkara dimarahi, itu urusan nanti.

Tangannya segera berselancar ke aplikasi belanja online. Mencari beberapa barang yang diperlukan nanti selama perjalanan ke Dieng. Jangka waktu perjalanan 2 hari. Hanya orang yang sudah kehilangan akal sehatnya yang melakukan hal tersebut.

"Kalau diomelin lo mau gimana?"

"Diem aja. Emang kan gue yang berbuat."

"Serius?"

"Ya. Dulu gue juga pernah. Waktu masih sama Pram. Ceritanya gue lagi males sama dia. Berkali-kali janji, gue udah nungguin lama eh dibatalin karena kakak perempuannya minta dianterin kemana-mana. Terus pulang kerja, kan gue lagi itu kerja di restoran, kalau masuk pagi pulang jam 5 sore. Nah, gue pulang, tapi nggak pulang."

"Lah gimana. Pulang tapi nggak pulang?"

Gemma menganggukkan kepala, "Iya, gue pulang. Tiba-tiba atasan gue ngajakin ke Garut. Dia lagi berantem gitu sama istrinya. Ya udah gue ikut aja. Naik motor ujan-ujan ke Garut. Mana magrib lagi. Pas banget nyokap gue lagi di bandung, tempat kakaknya bokap. Ya biar udah cerai, udah lama nggak berhubungan, abis gue ketemu bokap itu, nyokap gue jadi sering ke bandung, berhubungan baik sama kakak-kakaknya gitu. Nah gue mampir sebentar ketemu nyokap abis itu lanjut ke Garut, kampungnya atasan gue itu."

"Terus mantan lo nyariin?"

"Iya, kata ibu sebelah rumah gue, dia nungguin di depan rumah sampe tengah malem."

"Bocah edan!"

"Makasih," jawab Gemma berderai tawa.

"Kalo yang sekarang gimana kira-kira ntar?"

Gemma memelengkan kepala seolah sedang berpikir, "Paling minta maaf. Nangis. Ya gitu paling."

"Kan dia nggak salah."

"Emang gitu dia. Biar kata dia nggak salah, dia pasti minta maaf."

"Orang mah yang ada cewek yang nangis-nangis minta maaf. Ini mah, aduh, lo bukan perempuan jangan-jangan."

"Ya kali gue abang-abang."

***

Dieng, 2 Juli 2019

Gemma menghirup dalam-dalam hawa dingin Dieng, Banjarnegara ini. Kabut tebal sudah menyelimuti perkampungan itu padahal waktu masuk menunjuk pada angka tiga sore. Semalam, Gemma mencoba bersikap tenang meski Eska enggan untuk pulang. Sepertinya dia ada rasa lain kalau gadis itu akan pergi jauh. Alhasil, Gemma baru bisa berangkat meninggalkan Jakarta pada pukul dua dinihari.

Geser Kanan Jodoh (TERSEDIA CETAK DAN EBOOK)Where stories live. Discover now