12. tentang rapat pengesahan

1.8K 529 54
                                    

Diskusi yang sama sekali tidak maju pagi ini akhirnya ditutup tanpa hasil dan tanpa ada satu pun petunjuk yang setidaknya sedikit "konkret" karena baik Pak Brian maupun Pak Siwon sama-sama tidak memberikan penjelasan yang memuaskan. Sebaliknya, The Lost justru berbalik sedikit menaruh curiga pada kedua petinggi sekolah tersebut. 

"Jujur ya, gue kesel banget dengerin ceritanya Pak Brian sama Pak Siwon. Kayak, gak mutu banget, anjir??" gerutu Jinyoung, beberapa detik setelah pintu markas tertutup sepenuhnya. Pemuda itu lantas mengubah posisinya menjadi bertongkak lutut dengan kaki kanan yang ia naikkan sebelah ke atas sofa. Ia melanjutkan, "Gue gak tau ini opini pribadi karena gue udah telanjur bad mood atau gimana, tapi cuy, gak logis banget laporan keuangan tiba-tiba berubah??"

"Dan Pak Brian sama Pak Siwon sama-sama gak bisa kasih pembuktian. Mereka cuma ngulang-ngulang penjelasan yang sama—kayak lepas tangan," sahut Guanlin. 

"Gemes kan, lo-lo pada?? Apalagi gue, greget banget pengen banting meja," ucap Jinyoung berapi-api. "Gak bermutu, anying. GAK MUTUUU!!!"

Dada Jinyoung bergerak naik-turun, matanya membulat lebar. Untuk sebuah alasan mengapa ia bisa seemosi ini pada kedua gurunya, tetapi untungnya ia masih tahu diri untuk tidak bertindak kurang ajar.

"Gue bingung harus percaya siapa," ujar Nakyung. Gadis itu melepaskan ikat rambutnya, membuat surai hitam panjang sang gadis terurai begitu saja, jatuh di atas bahu yang gamam. 

Melihat Nakyung menutup lisannya, Guanlin turut menghela napas. "Coba inget-inget lagi tentang diskusi kita kemaren; siapa yang paling diuntungkan kalo Pak Siwon kena masalah," ucap sang pemuda jangkung.

Sebaliknya, Nakyung memukul sofa dengan tangan kirinya dan menatap Guanlin dengan tatapan tajam. "Justru kalo lo bawa lagi itu teori, diskusinya gak bakal maju-maju, anjir. Kita gak punya orang lain buat dicurigain kecuali Pak Brian, tapi kita semua gak bisa percaya kalo beliau pelakunya. Gitu aja terus, anjir, sampe cicak berubah jadi kodok."

"Hadeeh, ini lagi, malah berantem," Haechan melemparkan bantal sofa ke kepala Guanlin. "Cuma mau ngasih tau, lapangan olahraga terbuka lebar buat lo berdua."

Tok tok tok!

Atensi kelima remaja itu dibuyarkan oleh suara ketukan di pintu markas. Jeno mengulum senyum ala kadarnya, kemudian bangkit untuk melihat siapa yang datang.

"Widih, ada Pak ketos!" 

Di balik pintu kayu markas, berdiri kokoh seorang Kim Sunwoo dengan senyum tipis terutas di wajahnya. Ia datang seorang diri, tanpa ada satu orang pun mengikuti langkahnya.

"Ketos apaan, gue mah udah kedaluwarsa," kekeh Sunwoo. "Gue ganggu gak nih?" 

"Kagak, kagak. Masuk sini," ajak Jeno. 

The Lost menyambut kedatangan Sunwo dengan ala kadarnya. Tidak ada makanan ringan seperti yang biasa Sunwoo sembunyikan di ruang OSIS, tidak ada juga penampakan markas yang "cukup rapi" karena lembaran kertas berserakan di meja kerja mereka. Kelima remaja itu tidak bisa mengelak akan bagaimana kasus ini begitu memusingkan, tercetak jelas pada air muka mereka yang begitu gelap.

"Lo duduk di sofa sana, gue duduk di situ," ucap Jeno sembari mengerling pada kursi busa di tempat duduk Jinyoung. 

"Pada lesu amat, dah ngopi belom tuh," celetuk Sunwoo. 

"Bener juga, gue belom sempet ngopi, pantesan pait bener ini mulut," sahut Jeno. 

"Hmmm, abis ini mari kita bersatu bersama mencari bakwan, Mister Jeno," ucap Haechan. Pemuda itu lantas beralih menatap Sunwoo, "Ada apa neh, tiba-tiba dateng. Datang tapi tidak diundang."

ALEGORI: The LostWhere stories live. Discover now