21. diskusi bersama

1.7K 472 53
                                    

BRAKKK!!

Lagi-lagi, "sosok" dengan beban hidup paling banyak, kembali dibanting dengan keras oleh kenyataan. Sebut saja daun pintu markas dan sang kenyataan yang membantingnya, Lee Haechan. 

"THIS IS ROBBERY, ANGKAT TANGAN KALIAN!! DUDUDUDUDU!!"

Duduk di kursinya sambil menggigit bakwan, sang kapten hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah salah satu awak kapalnya itu. Setelah membuka pintu markas dengan bantingan, Haechan membentuk kedua tangan layaknya pistol dan menodongkannya pada Jeno. Mengikuti di belakangnya, Jinyoung pun sama. Ia berjalan sambil menutup wajah, berpura-pura tidak mengenal orang yang masuk pertama kali. 

"Ada-ada aja, kelakuan lo," keluh Jeno. "Tadi es kepalnya lo campurin apa, Cil?"

"Sembarangan!" semprot Jinyoung. "Duduk dulu lah, Pak bos, kita mau ngomong serius nih."

Jeno menegakkan punggungnya setelah mendengar kata "serius" terlontar dari mulut Jinyoung. Dua remaja yang biasanya selalu duduk di ujung meja, jauh dari sang pemimpin, kali ini mengambil alih kursi Guanlin dan Nakyung. 

"Kenapa?" tanya Jeno.

Atmosfer tiba-tiba terasa intens, padahal Jeno hanya bertanya. Dengan satu kata saja, pula. 

Di hadapannya, Haechan dan Jinyoung saling lirik, memberi kode. Melalui tatapan mata, kedua pemuda itu bagai saling melempar tugas untuk membuka diskusi. Kalau dituliskan, kurang lebih, "Lo aja yang bilang duluan," "Lo aja!1!1!"

"Bukan masalah kasus juga gak apa-apa, Chan, Young. Bilang aja," kekeh Jeno, seperti bisa membaca pikiran mereka. "Gue gak punya ilmu kebatinan, gak bisa nebak lo mau ngomong apa."

"Atuh, Pak bos, gue lagi gak pengen ketawa," keluh Haechan.

"Ketawa dulu lah. Dari pas Pacil sama Tiang musuhan, lo cemberut. Udah baikan, masih cemberut. Nyengir dikit, Chan," canda Jeno lagi. "Dah, lo aja yang cerita, Young. Haechan lama."

Sekali lagi, kedua pemuda itu saling berbagi tatap. Tanpa membuang-buang waktu lagi, Jinyoung meraih sakunya dan memberikan buku catatan bersampul hijau milik Yunseong pada Jeno. 

"Lo baca sendiri," ucap sang Aa'. "Dan lo nilai sendiri."

Dahi Jeno berkerut melihat buku yang Jinyoung sodorkan, tetapi tetap menurut untuk membaca sendiri bukunya. Reaksi pertamanya tidak jauh dengan reaksi Haechan tempo hari; heran mengapa ada nama mendiang Jinsol dan Eunseo di salah satu halaman. 

"Ini buku siapa?" tanya Jeno.

"Yunseong. Lo inget, di hari pas Guanlin emosi sama gue, gue nggak sengaja nabrak Yunseong pas perjalanan ke markas. Dia jatohin buku itu, tapi sampe sekarang juga gue belom nemuin makna catetan-catetan itu," jawab Jinyoung.

"Dan ada satu hal lagi yang sama anehnya sama buku itu," Haechan menyambung jawaban Jinyoung, "Sebelum berangkat ke es kepal tadi, gue nggak sengaja nguping Eric sama Sunwoo di toilet. Mereka lagi nyari orang yang, senangkep gue, berhubungan sama Kak Eunseo dan politik sekolah. Kalo lo tanya gue, jujur gue condong ke Pak Lee."

"Masuk akal sih, Jen, kalo Sunwoo tau tentang masalah perpolitikan gini. Tapi, kalo orang yang mereka cari itu beneran Pak Lee, buat apa? Berarti selama ini teorinya Haechan tentang Pak Lee bisa jadi bener, kan??" tambah Jinyoung.

Di kursinya, Jeno hanya terdiam, duduk sembari menyangga kepala menggunakan tangan kirinya. Tangan kanannya menggenggam sebatang pulpen yang ia ketuk-ketukkan ke atas meja, seperti yang biasa ia lakukan ketika sibuk berpikir. 

"Kenapa kalian yakin banget kalo orang yang mereka maksud itu Pak Lee?" tanya Jeno.

Haechan dan Jinyoung saling melempar tatap. "Karena, ya siapa lagi? Gak mungkin Kak Yena, dia udah dipenjara. Sedangkan Pak Lee, lo tau sendiri, nggak ada yang tau posisi beliau ada di mana," jawab Haechan. "Laptopnya Guanlin pernah bolak-balik berusaha di-hack, kalo lo lupa."

Ctak, Jeno meletakkan pulpennya begitu saja. "Kita butuh Guanlin. Gue curiga—"

"Anjir, rame bener, lagi pada ngapain?"

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Baru saja Jeno hendak menyinggung tentang sang pemuda jangkung, ternyata orangnya secara mandiri datang sendiri ke markas bersama Nakyung. Ia sampai heran; sebenarnya apa yang terjadi sampai-sampai The Lost bisa kebetulan berkumpul sendiri ketika diperlukan. 

"Pas banget, Tuan muda sama Nyai dateng ke markas," ucap Haechan dengan senyum berseri-seri, sembari bermigrasi kembali ke kursinya di ujung meja, "sini, cepet, ada rapat penting."

"Bisa-bisanya kalian rapat tanpa ngajak gue??" omel Guanlin. 

"Alah, banyak gaya, lu. Tadi pagi diajak rapat aja ngambek dulu," cibir Jeno. "Duduk, cepet, pacarannya nanti lagi."

"SEMBARANGAN!!" omel Nakyung. 

Posisi duduk kelima anggota The Lost pun kembali paten seperti sedia kala. Agar diskusi mereka bisa dimulai dengan lebih cepat, Jeno mengambil inisiatif untuk menceritakan garis besar penemuan Haechan dan Jinyoung, termasuk tentang apa yang Haechan dengar dari Eric dan Sunwoo di toilet. 

"Gue curiga angka-angka itu alamat IP, Lin. Lo liat, di halaman-halaman sebelumnya ada alamat tapi nggak terperinci," ucap Jeno. 

Sang pemuda jangkung pun bergegas mengecek satu persatu angka yang ada di buku, kemudian mencocokkannya dengan alamat di halaman selanjutnya. Sementara itu, empat yang tersisa melanjutkan diskusi mereka. 

"Di buku ini nggak ada menyinggung Pak Lee sama sekali. Kita nggak bisa dong langsung menyimpulkan kalo alamat itu adalah lokasinya Pak Lee?" ujar Nakyung. 

"Gini, kita semua tau Yunseong anaknya Pak Minhyun dan kita juga tau, nama Pak Minhyun ikut keseret pas yayasan perkarain Pak Siwon. Gue masih inget banget, kita semua sama kagetnya pas tau nama beliau ikut disebut. Sekarang ada alasan 'kan, buat apa Yunseong repot-repot nyari Pak Lee—atau paling enggak, buat nyatetin semua alamat IP itu," jelas Jinyoung. 

"Ah, sumpah, gue jadi pusing banget," keluh Haechan. "Ini agak bertentangan sama gue yang selama ini maksain teori tentang Pak Lee, tapi kalo alamat yang Yunseong catet itu beneran posisinya Pak Lee, terus apa? Kalo dicari pun, buat apa?"

"Kalo lo tanya gue, gue tanya siapa?" tanya Jeno. 

"Tanya Pak Siwon—eh, jangan, agak nggak berguna. Tanya Yunseong langsung, lah!" jawab Jinyoung. 

"Setelah buku dia lo ambil dan gak lo balikin?" tanya Nakyung, dalam konteks bercanda.

"Gue nemu, ya, bukan ngambil," koreksi Jinyoung. "Tadinya mau langsung gue balikin, tapi ternyata isinya meresahkan."

"Guys," ucap Guanlin tiba-tiba, menginterupsi ketegangan di tengah-tengah diskusi sore ini. 

"Gimana, Lin?" tanya Jeno.

"Angka-angka yang tadi beneran alamat IP," jawab sang pemuda tinggi. "Dan, ya, sama kayak alamat yang di halaman belakangnya."

note

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

note. mengmantap. bau apa ini guys? yaps btul, bau-bau mau tamat ヾ(⌐■_■)ノ♪

ALEGORI: The LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang