18. benang merah pertama

1.8K 485 36
                                    

Kelima anggota The Lost akhirnya kembali menduduki singgasana masing-masing. Sebelum atmosfer penuh rasa canggung kembali merebak, ini adalah saatnya bagi seorang Lee Jeno untuk menunjukkan pesonanya. 

"Oke, gak perlu basa-basi lagi, kita lanjutin rapat yang tadi. Cepet duduk, apa perlu gue tarik terus iket kalian satu-satu?" tanyaJeno. 

"Lo percaya gak sih yang Yuki bilang?" tanya Guanlin, ragu. "Masa sih anak OSIS gak bermoral gitu?"

"Apa perlu kita tanya Sunwoo?" Nakyung balik bertanya.

"Sunwoo mah udah lengser, Kyung," balas Haechan. "Ngomong-ngomong, gue nyari nomer togel tadi di aplikasi KagetKontak gak nemu apa-apa, ditelpon pun udah gak aktif."

"Hmm, pasti dihapus karena Yuki udah ketangkep. Kita pikirin nanti dulu, fokus ke masalah sekolah dulu karena, guys, waktu kita tinggal satu hari ini," Jeno membenarkan posisi duduknya, "Karena kita berasumsi pelakunya adalah tim, ada kemungkinan isi laporannya diapalin atau yang paling gampang, direkam," jelasnya, meringkas hasil diskusi sebelum Guanlin datang. "Ada tambahan?"

"Hmm, dari lo sendiri ada gak?" tanya Haechan. 

"Dari gue? Hmm," Jeno memijat dagu, "Apa kita bakal masukin habit juga? Maksud gue, kalo dalam posisi membelakangi kayak gini, kebanyakan orang cenderung nengok ke satu arah. Ini berdasarkan pengalaman pribadi, sih."

Nakyung mengangguk setuju, "Diliat dari anggota rapat, yang 'kasta'-nya paling tinggi cuma Pak Siwon. Kebetulan beliau juga duduk di barisan kiri, sejauh ini gue perhatiin, Pak Brian banyakan nengok ke kiri."

"Kalo gitu, kita bisa fokus ngamatin orang yang duduk di pojok kanan belakang," saran Jinyoung. "Lagian, terlalu berisiko kalo ada yang ngelakuin macem-macem di deket Pak Siwon, alias nyari mati banget."

Karena empunya laptop sudah kembali—artinya sumber daya berupa laptop bisa difungsikan secara sempurna di tangan sang pemilik—Guanlin segera membuka jendela baru untuk memperbesar rekaman tersebut di titik yang Jinyoung sebut. Layar kini menampilkan dua video yang diputar secara bersamaan, satu di ukuran aslinya dan satu jendela kecil yang fokus di pojok kanan belakang. Masalahnya, seperti ucapan Haechan, kamera CCTV tidak bisa memperbesar sampai sedetail itu untuk mengidentifikasi benda apa saja yang ada di sana. 

"Alah siah boy, blur item-item gini gimana cara liatnya," keluh Haechan. "Perlu banget kah kita sampe nyebut nama orang yang kita curigain? Kita juga gak tau gimana keadaan aslinya pas rapat itu, gak bisa lah kita asal nuduh orang cuma karena dia mainan hp??"

"Hmm," punggung Jeno kembali melorot, bersandar pada bantalan empuk kursi putarnya. Kursi tersebut lantas digerakkannya ke kanan-kiri, tangannya menumpu dagunya sendiri—sibuk berpikir, "Kita gak perlu bener-bener nyelesaiin kasus ini sendirian karena mau gimana pun juga, yayasan bakal tetep datengin detektif swasta. Ini kasus gede, bukan wewenang kita buat nyampurin urusan sekolah sedalem itu. Kita cukup ngasih bekal beberapa asumsi buat Pak Siwon sama Pak Brian, sisanya biarin detektif itu yang nyari, toh beliau juga pasti lebih paham sama yang beginian." 

"Dari sisi Pak Brian juga, yang kita punya cuma laporan keuangan. Ya gila lo, gue belajar akuntansi ibaratnya baru dakinya doang, disuruh analisis laporan keuangan, mana bisa," sahut Guanlin. 

Haechan turut menghela napas, "Iya, ini kasus terlalu luas. Kita bener-bener gak tau batasnya, pegangan pun gak punya. Biar kontribusi kita cuma kayak remahan rengginang di pojokan toples kongguan, tapi kalo rancu sedikit, 'hasil' kita bisa diputer, jadi senjata buat kita sendiri."

"Jujur ya, gue jadi agak skeptis, apa detektif itu bakal seratus persen netral?" gumam Nakyung. "Kayak yang udah-udah, kita gak tau siapa yang bisa kita percaya. Kita setuju pelakunya adalah tim, bisa jadi ikut 'dikotorin'??" 

ALEGORI: The LostOn viuen les histories. Descobreix ara