8. bujang The Lost dan jagung bakar

2.1K 576 112
                                    

"Abang,"

Manik mata Jeno mengerling ke arah pintu kamarnya yang terbuka. Dari balik celah pintu, sang Bunda berdiri sambil memancarkan senyum khas keibuannya.

"Iya, Bun?" jawab Jeno dari atas kasurnya, merasa enggan bahkan hanya untuk menggeser tubuhnya.

Alih-alih menjawab pertanyaan Jeno, sang Bunda melangkah masuk dan mendudukkan diri di tepi ranjang, lantas membelai pelan rambut putra tunggalnya. "Seru banget kayaknya, Abang baca apa?" tanya Bunda Jeno.

"Aduh, Bun," Jeno menyingkirkan tangan sang Bunda dari puncak kepalanya, "jangan dipegang, rasanya aneh."

"Ada temen Abang tuh di depan," ucap Bunda. "Temuin dulu."

"Siapa?" tanya Jeno. Dahinya berkerut, ini sudah pukul delapan malam dan seingatnya, tidak ada satu pun temannya yang berkata akan mampir ke rumahnya.

Mata sang Bunda membulat, kemudian mengindikkan bahu. "Duh, Bunda lupa namanya. Gengnya Abang, yang bareng Guanlin juga," jawab Bunda.

Jeno memutar bola matanya malas, merasa tidak puas dengan jawaban sang Bunda. Ia paham sekali bahwa Bundanya jarang berada di rumah karena pekerjaan, tetapi ayolah, Jeno selalu disambut ketika bertamu ke rumah teman-temannya, mengapa Bundanya sendiri malah tidak tahu-menahu, atau setidaknya hafal nama teman-temannya?

"Temuin dulu, Bang, kasian nungguin," ucap Bunda lagi.

Tanpa perlu disuruh dua kali, pemuda itu hanya menganggukkan kepala. Sambil berjalan cepat, tangannya menyambar jaket, dompet, dan ponselnya dari atas nakas. Dengan rasa ingin tahu yang luar biasa, Jeno mempercepat langkahnya menuju ruang tamu, hendak melihat siapa yang datang.

Ah, ternyata Jinyoung. Pemuda berwajah kecil itu terduduk di sofa ruang tamu sambil menundukkan kepala, sibuk memainkan sebuah permainan daring.

"Kirain siapa yang dateng, ternyata lo," ucap Jeno, turut mendudukkan diri di sebelah Jinyoung.

"Iya," Jinyoung menyakukan ponselnya, "gue gabut banget sumpah, pengen main."

"Et dah," celetuk sang tuan rumah. "Ayo lah, mau main ke mana?"

Si Aa' mengangkat bahu, "Lo ada ide?"

"Pikir sambil jalan aja,"

Kedua pemuda itu lantas bangkit dari sofa. Sambil menunggu Jeno mengeluarkan motornya dari garasi, Jinyoung mendudukkan diri di atas motornya sambil mengunyah beberapa butir pentol yang sempat ia beli di perjalanannya menuju rumah Jeno.

"Jadinya ke mana?" Jeno mengulang pertanyaannya, "Ini bukan malming, Guanlin gak mungkin ngapel, tapi kayaknya dia udah dikurung sama Maminya."

"Hmm, ke mana, ya?" gumam Jinyoung. "Ngemper di rumah Haechan aja dah."

Bruuum!! Jeno menyalakan mesin motornya, membuat deru gahar khas motor gede miliknya terdengar begitu gagah, bergema di sekeliling teras rumah. Masih dalam keadaan distandar, empunya motor mendudukkan diri di atas jok dengan santainya.

"Emang si Haechan di rumah?" tanya Jeno.

Sebelum Jinyoung sempat menjawab pertanyaan Jeno, ponselnya tiba-tiba bergetar. Sang Aa' pun mengurungkan niatnya untuk memakai helm.

"A'!! LO DI MANA??"

Secara refleks, Jinyoung menjauhkan ponselnya dari telinganya. Belum sempat si Aa' mengucapkan apa-apa, tetapi Haechan sudah berteriak saja. Seraya mendengus kesal, Jinyoung menjawab, "Di rumah Jeno, aya naon?"

"GUE KE SITU YE, BILANGIN SI PAK BOS,"

"Lo ngapain pake teriak-teriak sih, anjir?? Gue gak budek," omel Jinyoung. "Lagian kita juga mau ke rumah lo."

ALEGORI: The LostOù les histoires vivent. Découvrez maintenant