22. alamat ip milik siapa?

2.2K 455 38
                                    

"Angka-angka yang tadi beneran alamat IP," Guanlin tiba-tiba mendelik, sorot matanya terlihat begitu serius. "Dan, ya, sama kayak alamat yang di halaman belakangnya."

Buku catatan kecil yang sedari tadi ia genggam di tangan kirinya itu lantas ia jatuhkan ke atas meja. Pemuda berpostur jangkung itu meregangkan otot-otot jarinya, terasa kebas akibat terlalu intens dalam bekerja. 

"Semuanya?" tanya Jeno. 

Guanlin mengangguk, "Hampir semuanya. Pegel kalo mau ngecek semuanya, anjir, mana banyak banget."

"Bentar, bentar," Haechan menyela, "jelasin dulu, atuh, alamat IP apaan, terus kenapa pake ada alamat-alamat lagi, gimana dah."

Seluruh pasang mata menoleh pada sang pemuda tinggi. Mulut mereka kompak terkatup, memberikan seluruh atensi mereka untuk beberapa patah penjelasan dari pemuda itu. 

Sekali lagi, helaan napas terdengar, mengitari petak kecil itu. Entah sudah ke berapa kalinya suasana tegang nan penuh misteri terasa memeluk mereka selama kelima remaja itu menginjakkan kaki di markas. Namun, kali ini, atmosfer terlihat sedikit lebih cerah. Sedikit lebih terang, semakin satu persatu potongan puzzle mulai terkumpul, meskipun belum cukup untuk menghasilkan sebuah gambar yang lengkap. 

Perlahan, Guanlin pun membuka suara. 

"Gampangnya, alamat IP itu semacam 'identitas' lo di sebuah jaringan. Alamat IP itu kan ada empat deret angka; tiga paling depan buat nunjukin lokasi, satu yang terakhir nunjukin identitas perangkat lo di jaringan itu. Tiga yang paling depan itu, yang dipake buat nunjukin lokasi, namanya Network ID. Jadi—kalo pake kuota—alamat IP hp lo sama gue itu beda, tapi kalo kita terhubung ke jaringan yang sama—misalnya ke wi-fi sekolah—nanti kalo kita cek, alamat IP kita bisa sama. Nah, yang sama itu Network ID-nya, cuma tiga deret angka pertama. 

"Kenapa alamat IP-nya bisa beda, itu karena perangkatnya connect ke wi-fi yang beda-beda. Kalo kita berpendapat semua ini nunjukin posisinya Pak Lee, mungkin gue bisa setuju, karena anggep aja beliau 'menghilang' udah setahun, tapi berdasarkan alamat IP-nya, beliau udah berkeliaran ke mana-mana—kayak orang yang lagi kabur," jelas Guanlin. 

"Tapi, apa lo yakin kalo semua alamat IP ini nyambung ke satu perangkat yang sama?" tanya Jinyoung. 

Guanlin mengangguk, "Gue liat di sini ada dua mac address, nunjukin perangkat yang connect sama jaringan di IP yang beda-beda itu. Nggak kayak IP, mac address ini gak bisa berubah, kecuali lo ganti hp. Jadi, yang Yunseong lacak ini kayaknya ada dua perangkat. Sekarang, pertanyaan yang gue pikirin; kenapa Yunseong ngelacak sampe segitunya, mana dia nyatet IP banyak banget gini."

Tangan Jinyoung bergerak meraih buku catatan yang sudah Guanlin letakkan kembali ke atas meja. Tanpa tahu banyak tentang ilmu networking, pemuda itu membaca sekilas beberapa halaman yang sedang Guanlin selidiki hari ini. 

"Ngomong-ngomong, ini emang cuma bisa ngelacak sampe kelurahan doang? Kagak spesifik?" tanya Jinyoung lagi. 

"Gue malah cuma bisa ngecek sampe kotanya doang. Kalo Yunseong bener-bener ngelacak sendiri, dia pasti udah another level banget lah, gak kayak gue," jawab Guanlin.

"Tapi, pas itu lo bisa ngelacak Sunwoo?" tanya Haechan. 

"Itu mah beda cerita, anjir. Pas Sunwoo, kita masih tau bentukan hp-nya, masih bisa diakalin. Kalo yang ini, udah susah," jawab Guanlin lagi.

"Hmm," gumam Nakyung. 

Seperti biasanya, sedari tadi, gadis itu menyimak penjelasan Guanlin sambil kedua tangannya bergerak cepat di atas jurnal kasus milik mereka. Pulpen yang tergenggam di tangan kanan sang gadis itu tampak sama sibuknya, berlalu-lalang dengan cepat untuk mengabadikan setiap poin yang dijelaskan oleh sang pemuda jangkung. 

ALEGORI: The LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang