19. mencuri-dengar

1.7K 486 67
                                    

Rapat tadi merupakan rapat terakhir yang dijadwalkan oleh Jeno. Tepat di tengah hari, pukul dua belas siang, kelima anggota The Lost hanya duduk-duduk santai di markas sembari bermain ponsel, sesekali keluar untuk mencari angin. Tidak perlu kembali ke kelas, toh tidak akan ada pelajaran. 

Hari ini adalah hari ketiga setelah berita tentang kasus dugaan korupsi Pak Siwon merebak. Sistem pembelajaran benar-benar kacau, bahkan guru-guru tidak peduli apakah siswanya berangkat sekolah atau tidak. Semua orang bisa keluar-masuk sekolah dengan begitu mudahnya, membuat para protagonis di kasus ini semakin sulit untuk dilacak. 

Untuk membunuh waktu yang terasa kian memuai, si pemuda tinggi tiba-tiba bangkit dari sofa dan, out of nowhere, membereskan meja kerja mereka. Berdalih "biar rada produktif dikit", inisiatif Guanlin ternyata bisa membuat teman-temannya lantas bekerja bakti membereskan markas, alih-alih hanya tergeletak tak berguna. 

Selesai mengembalikan sapu ke gudang kecil yang terletak di sebelah tangga, Jinyoung beristirahat sebentar di atas sofa. Baru sebentar sang Aa' rebahan nikmat, sistem pencernaannya tiba-tiba berdemo. Membutuhkan pasokan bahan bakar, katanya. 

"Gue ngantin bentar, lo-lo pada mau nitip gak?" tanya Jinyoung sambil menyakukan ponselnya.

"Bakwan," balas Guanlin tanpa memalingkan fokus dari kegiatan membersihkan sarang laba-labaderita orang yang memiliki kaki paling panjang. 

"Apa aja deh, gue ngikut," balas Jeno yang sibuk mengelap kaca. "Jangan kebanyakan sambel, Cil, gue abis diare."

"TMI, anjir, TMI," omel Jinyoung. "Kyung, Chan, nitip kagak?"

Jinyoung mengalihkan pertanyaannya pada Haechan dan Nakyung duduk bersila di lantai, sibuk menata ulang tumpukan kertas-kertas usang di dalam lemari. Berbagai benda yang sempat hilang mendadak kembali muncul setelah kegiatan unboxing lemari, sebut saja flashdisk sampai beberapa lembar uang yang entah bagaimana bisa ada di pojokan lemari. 

"Hmm, apa ya? Kasian lo-nya kalo gue nitip mie," gumam Nakyung. "Telor lagi mahal, pula."

"Tau banget yang doyan telor," kekeh Jeno. "Hati-hati, Kyung, nanti bisulan."

"ENGGAK, YA!!" omel si Nyai. "Beliin roti aja lah, Young. Yang mana aja boleh, terserah lo aja."

"Bentar, ini 'roti' dalam maksud harfiah atau konotasi?" canda Jinyoung.

"Harfiah, lah!!" Nakyung kembali mengomel, "Beliin yang cokelat, yaa? Kalo udah abis, yang stroberi boleh deh."

"Mana duit? Setoran dulu sini,"

"Gue kayaknya pernah nyelipin seratusan di bawah pot kaktus, pake duit itu aja," sahut Guanlin. "Talangin dulu lah kalo kurang, nanti gue ganti."

"Iye, iye. Gue jalan bentar, ya," pamit Jinyoung.

"A', gue ikut dong!" seru Haechan, kemudian berlari tergesa-gesa mengejar Jinyoung, meninggalkan Nakyung dengan arsip-arsip lama mereka. Ada satu hal yang perlu ia tanyakan pada Jinyoung, tentang buku catatan kecil bersampul hijau yang kemarin ia temukan. 

Suara langkah kaki Haechan terdengar begitu menggema di sepanjang tangga, membuat beberapa pasang mata memutar atensi mereka, menyambut kemunculan Haechan di lantai bawah. Tepat sebelum masuk ke area kantin, Jinyoung menoleh ke belakang. 

"Naha?" tanya Jinyoung. 

"Buku yang kemaren udah lo balikin?" Haechan balik bertanya. 

Kepala Jinyoung ia tolehkan ke kanan-kiri, memastikan situasi cukup aman untuk membahas tentang buku tersebut. Dipikir-pikir, Jinyoung juga tidak tahu mengapa ia perlu "sembunyi-sembunyi" seperti ini hanya untuk sebuah buku catatan yang taksengaja terjatuh. 

ALEGORI: The LostWhere stories live. Discover now