16. titipan guanlin

1.7K 502 39
                                    

Hari ini, Jeno sengaja berangkat ke sekolah sedikit lebih awal dari biasanya. Tentu saja, masih ditemani segelas americano di genggaman tangan kirinya. Pemuda itu hendak mampir ke kelasnya di 12 IPS 2, sebuah hal yang dua hari ini tidak ia lakukan karena Jeno cenderung untuk datang langsung ke markas.

Sebenarnya, alasan utama Jeno memutuskan untuk mampir dulu ke kelas—yang hanya terpisah beberapa ruangan saja dari markas—adalah Guanlin. Meskipun bekas-bekas kejengkelan Jeno pada Guanlin masih bersisa, mau bagaimana pun juga, Guanlin tetap sahabatnya, juga anggota The Lost. Terlebih, ia masih membutuhkan bantuan si pemuda tinggi. Jeno yakin sekali, Guanlin tidak akan menginjakkan kakinya di markas selama ia masih dihantui emosinya pada Jinyoung. 

Dugaan Jeno ternyata seratus persen benar. Di sebuah bangku yang terletak di pojok kanan depan, tepat di bawah kipas angin, Lai Guanlin terduduk sendirian. Pemuda itu tampak sedang memainkan permainan daring menggunakan ponselnya. Kedua netra Guanlin bagai terkunci pada layar ponselnya, tidak mengerling pada kehadiran Jeno sama sekali, persis seperti di hari-hari normalnya. 

Dalam diam, Jeno mendudukkan dirinya tepat di sebelah Guanlin. Jeno sengaja tidak membuka mulut, menunggu barangkali sang pemuda tinggi memiliki sesuatu untuk diucapkan. Dua pemuda itu hanya diam; Guanlin yang sibuk dengan permainan daringnya dan Jeno yang benar-benar hanya diam, melamun.

Tiba-tiba, pemuda tinggi itu meraih sebuah benda dari saku kemejanya, lantas disodorkannya sebuah flash disk berkapasitas besar di meja Jeno. "Laptop gue di markas, lo tau password-nya apa," ucap si pemuda tinggi. 

Kedua netra Jeno membulat. Pemuda itu segera meraih flash disk yang Guanlin berikan. Ia menolehkan kepalanya menatap si pemuda tinggi, "Lo gak mau ikut rapat?" tanya Jeno. 

"Entah, tapi gak sekarang," Guanlin bangkit dari kursinya, "Telpon gue kalo lo butuh sesuatu. Gue masih mau sendiri."

Berlalulah Guanlin, kembali menghilang dari pandangan Jeno. Lagi, Jeno tidak sama sekali menahan langkah sang pemuda tinggi. Setidaknya, ia bersyukur karena Guanlin masih menyadari betapa krusialnya kasus ini. Toh pada akhirnya Guanlin pasti akan kembali ke markas, kapan pun yang ia mau. 

Dengan flash disk di genggamannya, Jeno segera melesat ke markas. Menyisir CCTV bukan perkara mudah, ia perlu banyak waktu serta beberapa pasang mata untuk mempercepat proses ini. Jeno tidak bisa membuang-buang waktu lagi.

Pemuda itu membuka pintu markas dengan begitu semangat, ternyata sudah ada Nakyung dengan jurnal kasus di depan mejanya. Gadis itu tampak meneliti beberapa halaman terakhir di jurnal kasus, menilik ulang catatannya sendiri tentang beberapa asumsi yang The Lost miliki akhir-akhir ini. Yah, meskipun asumsi-asumsi itu sama tidak jelasnya satu sama lain karena banyaknya hal yang kebetulan mereka pikirkan di saat yang hampir bersamaan. Sebut saja hubungan kasus-kasus lampau, Pak Lee, sampai dugaan korupsi yang terbaru.

"Ampun, pagi-pagi udah merenung aja," canda Jeno. "Udahlah, Kyung, nangisin cowok tuh gak guna." 

"Apaan sih, sok tau," balas Nakyung sewot. "Lagian lo sendiri kan juga cowok."

"Lagian ngapain juga lo nangisin gue, makanya gak guna," Jeno membalas, kemudian sibuk menggeledah lemari, mencari laptop milik Guanlin. 

Manik mata Nakyung memperhatikan setiap gerak-gerik yang sang pemimpin lakukan dalam diam, sesekali membantu Jeno dalam menyetel proyektor. Di saat yang bersamaan, dua anggota The Lost yang lain—Haechan dan Jinyoung—tiba di dalam markas. Tepat seperti dugaan Jeno; satu-satunya orang yang agak "bebal" untuk diajak rapat hanyalah sang Tuan muda. 

Satu, dua, tiga, empat—ya, hanya sampai empat Jeno menghitung anggotanya, termasuk dirinya sendiri. Hari ini, Jeno bagai menginjak ranjaunya sendiri tentang keengganannya untuk melangsungkan rapat apabila tidak semua anggota hadir. Yah, pengecualian untuk hari ini, karena Jeno pun enggan memaksa sang pemuda tinggi. Kursi Guanlin yang berserongan dengan kursi Jeno pun semakin membuat markas terasa hampa. 

ALEGORI: The LostWhere stories live. Discover now