5. ada tikus

2.3K 633 89
                                    

Begitu sambungan terputus, kepala Haechan tergeleng-geleng mendengar kalimat terakhir yang ia dengar dari ponselnya. Guanlin itu, makin ke sini makin bucin saja.

"Kenapa?" tanya Nakyung.

"Laki lo tuh panik," jawab Haechan. "Tadinya dia ngajak ngobrol di markas, tapi gue suruh ke sini aja."

"Loh? Kenapa gak kita aja yang ke markas?"

"Lo tega nyuruh gue dorong-dorong kasur sampe markas? Mana harus naik tangga pula,"

"Hahaha, ya gak gitu," Nakyung terkekeh, "gue jalan lah." 

"Alah, banyak gaya lo. Nanti aja, jalan kaki ke kantin pas makan siang,"

Pintu UKS terbuka lebar, kemudian muncul si tinggi Guanlin dengan wajah paniknya. Ck, dasar muda-mudi dimabuk cinta. Eh, tunggu, mengapa Haechan justru terlihat seperti netizen penuh iri-dengki seperti ini??

Guanlin segera berlari menghampiri Nakyung di sisi sebaliknya, berseberangan dengan posisi duduk Haechan. "Lo kenapa? Kok pucet? Mau ke rumah sakit gak?" tanya sang pemuda tinggi bertubi-tubi.

Di belakangnya, Jeno menggeleng-gelengkan kepala. "Santai lah, Lin, udah ada Bu Irene sama Haechan juga," ucapnya.

"Haduh, ini kenapa malah pada ke sini sih? Gak belajar emang??" tanya Bu Irene.

Tiga pemuda yang baru saja datang itu saling melempar pandangan. Jeno meringis, "Hehe, tadinya mau ngobrol di markas, tapi ternyata Nakyung sakit. Ngobrolnya pindah ke sini aja ya, Bu?"

Raut wajah Bu Irene terlihat tidak begitu senang dengan permintaan Jeno. Beliau ingin menolak, tetapi mungkin tidak ada salahnya untuk membiarkan empat pemuda itu bertandang di UKS, toh satu-satunya pasien di UKS hanya Nakyung.

"Hmm, ya udah lah sana, tapi kalo ada pasien lagi, kalian harus keluar, ya?" jawab Bu Irene.

"Asik! CS lah kita, Bu!" seru Haechan.

"Jangan berisik loh, Nakyung sakit," pesan Bu Irene. "Saya di meja situ, ya? Nakyung kalo butuh apa-apa, minta sama Haechan aja."

Berlalulah Bu Irene, kembali ke meja kerjanya di dekat pintu masuk. Jinyoung, Jeno, dan Guanlin segera menarik kursi terdekat, duduk bergerombol mengelilingi ranjang Nakyung.

"Nakyung kenapa, Chan?" tanya Jeno.

"Gak sengaja dikasih liat. Hampir pingsan Nakyung tuh, di toilet," jelas Haechan. "Ralat, di depan toilet, di barisan wastafel. Awas aja lo mikir kagak-kagak ke gue, gue sepak juga lo."

Haechan terdengar begitu serius dengan kalimatnya yang terakhir, membuat sang pemimpin kian terpingkal-pingkal. "Haha, ampun, Chan. Kagak kok, kagak," kekeh Jeno. "Terus gimana?"

"Mau gak mau, gue terobos lah masuk ke toilet. Untung di dalem ada Nakyung doang," jawab Haechan, "terus gendong belakang deh sampe sini."

"Ngomong-ngomong, Chan, jangan pegang-pegang, liat tuh matanya Guanlin udah mau keluar laser," celetuk Jinyoung.

Haechan mendadak menghentikan pijatannya di telapak tangan kiri Nakyung. Pemuda itu berbalik menatap Guanlin, "Ini tuh namanya pijat refleksi, Tuan muda, biar aliran darahnya lancar."

"Padahal gue diem-diem aja," balas si pemuda tinggi. "Dari tadi gue diem."

"Gak usah sensi lah, Haechan juga gak ngapa-ngapain," omel Nakyung pada Guanlin. "Pijetin lagi dong, Chan, hehe."

"Yeu, enak kan pijetan urang," balas Haechan, kembali memijat telapak tangan Nakyung. "Kenapa neh, tiba-tiba ngajak kumpul?"

"Guanlin tuh," jawab Jeno.

ALEGORI: The LostWhere stories live. Discover now