Ouia Bertanya

7.5K 1.8K 85
                                    

Met malem epribadeh!

Karena eike lagi mood di cerita ini, kita baca ini dulu ye.

Cekidot.

******

November 2020

Aurel mengorek telinganya. "Uhm ... maaf, barusan Bapak bilang apa?"

Ferdian mengerjap beberapa kali sebelum berdeham gugup. "Saya ... barusan saya bilang saya selalu khawatir pada karyawan-karyawan yang saya suka. Yang berdedikasi seperti kamu maksud saya ... begitu," katanya cepat-cepat.

Aurel membulatkan bibirnya. "Oh ... berarti saya salah dengar barusan, ya, Pak? Saya kira Bapak bilang suka sama saya," ujarnya sambil cengengesan.

Ferdian menggeleng. "Bukan. Maksud saya, saya suka karyawan berdedikasi macam kamu, cuma ... mungkin barusan itu ..." dia bingung bagaimana menyambung kalimatnya. Sial! Kenapa harus kelepasan, sih? Masak bilang suka caranya kayak begini? Enggak istimewa banget!

"Bagus deh kalau begitu, Pak. Kan aneh kalau Bapak suka sama saya," timpal Aurel.

Ferdian melongo. Waduh ....

"Kenapa aneh kalau saya suka sama kamu, Aurel?" tanyanya bingung.

Aurel mengangkat bahu. "Ya aneh. Bapak manajer, saya sekuriti, Bapak single, saya ibu beranak satu. Kan bahaya kalau betulan Bapak suka sama saya, bisa-bisa Bapak diserang netijen julid, dikira mau main-main aja sama saya," sahutnya santai. "Untung Bapak bukan suka betulan sama saya, tapi cuma suka karena saya karyawan berdedikasi. Memang sih, Pak, saya ini berdedikasi banget."

Ferdian menahan napas tanpa sengaja. Jadi ... dia sudah ditolak sebelum menyatakan perasaannya sungguhan?

"Saya ... enggak suka sama kamu, kok. Maksud saya ... suka, tapi bukan suka  laki-laki ke perempuan, tapi atasan ke bawahan berprestasi. Begitu," katanya sedikit lemas.

Aurel tersenyum manis. "Saya tahu, Pak."

"Dan saya tetap konsisten, ya, Aurel. Kalau memang butuh perlindungan atau bantuan, kamu langsung bicara dengan saya saja, tidak perlu ke Pak Sembiring."

Aurel hampir menyeringai. "Baik, Pak. Tapi saya akan tetap lapor dulu pada Pak Sembiring selaku manajer keamanan, kan, Pak?"

Ferdian mengangguk. "Iya. Tapi saya tidak akan menyalahkan kalau kamu ingin bisa mendapatkan jawaban lebih cepat dengan lapor langsung ke saya."

"Baik. Sekarang saya boleh kembali ke pos, Pak?"

"Ya, tentu. Oh ... pengganti usman ... pastikan punya moral yang lebih baik."

"Pasti, Pak. Saya akan awasi lebih ketat."

"Bagus, tapi jangan terlalu ngoyo, Aurel. Bagaimanapun kamu perempuan."

"Iya,sih, Pak. Tapi perempuan ini komandan regu dan juga bisa melumpuhkan penjahat sekali serang, jagi jangan kahwatir."

"Iya, saya tahu."

"Permisi, Pak."

"Silakan."

Aurel berbalik dan keluar dari ruangan Ferdian sambil tersenyum geli. Ya ampun, kok bisa si manajer suka padanya, sih? Apa yang dia lihat? Lagi pula, kenapa dia harus gugup sampai kelepasan begitu? Lucu.

Pura-pura tidak tahu sajalah, main aman. Toh, dia memang tidak berniat mencari pasangan.

******

Ouia sedang menjerang air saat mendengar bunyi pintu dibuka disusul kehadiran ibunya. Aurel tersenyum semringah saat melihatnya.

"Lah ... kesayangan Mami kok masih melek? Udah lewat tengah malem, nih," tegurnya sambil membuka sepatu PDH-nya.

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Where stories live. Discover now