Pada Waktu Yang Tepat

7.3K 1.6K 91
                                    

Yuhuuuu!

Met pagi epribadeh! Udah bulan April aja nih. So, kita mulai bulan baru sama Ouia dan maknya yang baik hati ya.

Cekidot!

******

November 2020

Elise dan Robert tinggal di rumah yang diwarisi dari nenek Aurel dan difungsikan sebagai rumah singgah. Bersama mereka tinggal lima lansia dan dua gadis yang mengalami nasib seperti Aurel, hamil di luar nikah. Meski hanya hidup dari pensiun PNS yang tidak seberapa ditambah hasil berjualan kue kering, orang tua Aurel memang berkomitmen untuk melayani sesama yang kurang beruntung setelah sebelumnya sempat mengalami beratnya badai kehidupan yang menerpa.

Lima lansia yang mereka jaga adalah orang-orang yang ditelantarkan keluarganya sendiri di jalan dan dalam keadaan pikun, hampir tidak berdaya. Dua gadis yang baru melahirkan dan kini ikut membantu mencari nafkah bersama menjadi pembuat kue kering, adalah dua mantan TKI yang hamil karena dilecehkan di tempat kerja mereka dan tidak berani kembali ke kampung. Meski hidup di rumah itu begitu pas-pasan dan sulit, tetapi mereka merasa beruntung karena ada orang yang mau menampung dan membuat mereka bertahan.

DI sisi lain, Aurel yang memutuskan untuk hidup mandiri dengan Ouia, merasa bersyukur dengan kehadiran orang-orang yang dibantu oleh orang tuanya. Karena ketidakhadirannya tergantikan oleh mereka. Memang sulit sekali baginya untuk tetap tinggal di situ sambil bekerja di bidang yang mengharuskannya selalu siap ditempatkan di mana saja di Jakarta. Rumah ini terlalu jauh di pinggiran, dan Aurel hanya bisa berkunjung paling sering dua minggu sekali bersama Ouia. Namun, hari ini Aurel datang lebih cepat dari waktu rutin dia mengantarkan bagian gaji bulanannya, karena apa yang ingin dibicarakannya.

Hening menggantung selama beberapa saat, ketiga orang di dapur tenggelam dalam lamunan masing-masing. Elise dan Robert masih termangu usai mendengar kalimat Aurel yang bagaikan rangkaian KRL, panjang dan tak berjeda, sampai kemudian Robert memecahkan keheningan.

"Bagaimana anak cengeng itu? Sadewa? Masih cengeng?"

Aurel tersenyum. "Sekarang dia bukan anak-anak, Pa. Sudah dewasa, sama kayak aku."

Robert ikut tersenyum. "Iya, ngerti. Tapi yang Papa ingat itu dia anak cengeng yang dalam setiap pertengkaran selalu dibela oleh kamu dan Nakula. Sampai Papa tidak percaya kalau justru dia yang malah...," suaranya berubah gemas dan kesal, "... malah bikin apem rasa pisang sama kamu."

Aurel cengengesan. Dulu mungkin pembicaran tentang kehamilannya adalah hal tabu yang menyakitkan dan membuatnya stres, tetapi seiring waktu berlalu, kejadian itu tidak lagi menyakitinya.

"Kayaknya sih sudah enggak cengeng. Impulsif, mungkin, dan kayaknya masih baik kayak dulu."

Robert mengangguk-angguk. "Responsnya waktu tahu soal Ouia, senang?"

"Senang. Dia malah kepengin bisa terlibat dalam hidup Ouia."

"Bagaimana Ouia waktu awal ketemu?" tanya Elise.

Aurel menghela napas. "Ouia judes, galak dan jaga jarak, bahkan sampai sekarang," jawabnya. "Menurut Ouia, apa pun alasannya, Sadewa harusnya cari tahu soal aku dan Ouia begitu ngerti apa konsekuensi perbuatan kami."

Robert mengetukkan jari. "Tepat. Ouia benar, harusnya dia enggak terus menyembunyikan dirinya, biarpun marah pada orang tuanya."

"Tapi wajar aja kalau dia enggak tahu soal Ouia, Pa, dia kan putus hubungan dengan keluarganya, kata ibunya," sanggah Elise. "Dan kita pindah tanpa memberi tahu siapa pun, jadi enggak bisa menyalahkan dia juga. keluarganya juga enggak tahu ke mana kita, pindah, kan?"

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Where stories live. Discover now