Pembela Kebenaran

13.5K 2.1K 128
                                    

Met siang, met akhir pekan.

Aurel dan Ouia indehaus. Ibu dan anak keren ini eike harap bisa bikin kalian mupon dari Windy. Warning, ya, bakalan banyak bahasa lugas eike pake di sini, tapi jangan khawatir, tujuan eike adalah untuk membagi pengetahuan tentang seks dan kehidupan yang lebih bijak. Jangan takut kasih edukasi seks, itu penting. Oce?

Betewe, masak baca Ouia aja kagak bisa sih? Ouia -> Ou-ya.

Cekidot.

Desember 2004

Aurel duduk di lantai, wajahnya bersimbah air mata, pipinya merah bekas tamparan sang ibu yang sempat kehilangan kontrol, sementara rambutnya penuh dengan kotoran karena sempat terjatuh di tanah saat mengejar ibunya yang seperti kerasukan sejak mengetahui apa yang dilakukan putrinya dengan anak tetangga. Suasana begitu pekat, berat dengan kekecewaan dan kemarahan kedua orangtuanya.

"Bagaimana bisa, Aurel? Bagaimana bisa kamu melakukan perbuatan sekotor ini? Kamu baru lima belas, ya Tuhan!" keluh Elise sedih sambil memukul-mukul dadanya.

Robert terjatuh pada lututnya. Pria yang biasanya pendiam tapi ramah itu mulai menangis penuh kesedihan. Putrinya, permatanya yang paling berharga, kini sudah tidak utuh lagi. Dia merasa gagal, hancur, membayangkan bagaimana masa depan Aurel nanti.

"Papa salah di mana, Aurel?" tangisnya. "Papa kurang di mana mengajar kamu? Kenapa kamu melakukan perbuatan terlarang itu?"

Aurel sesenggukan. Dia juga bingung, kenapa dia dan Sadewa melakukan hal yang katanya tidak boleh itu, padahal semula mereka hanya sedang menonton, kan? Tadinya juga ada Nakula....

"Maaf Pa, Ma ... Aurel juga enggak tahu, hiks! Aurel dan Sadewa tadinya cuma nonton."

"Kamu dan Sadewa menonton film porno, Aurel! Apa pernah kami izinkan kamu?" bentak Elise.

Tangis Aurel mengeras. "Huaaa ... maaf, Ma! Aurel juga bingung, tadi itu kirain DVD-nya film horor. Sumpah. Aurel sama Dewa salah apa, Ma? Pa?"

Elise melolong sedih. Ya Tuhan, apa salah mereka? Bahkan Aurel sama sekali tidak mengerti apa yang dia lakukan? Terbayang olehnya perkataan tetangga yang tadi berbisik-bisik.

"Si Aurel kan emang ganjen, masih bocah juga senengnya tebar pesona sama cowok-cowok. Orangtuanya enggak bisa ngajarin yang bener, lihat aja, bentar lagi juga melendung."

Hati Elise terasa sakit. Aurelnya yang polos dan lugu, tidak pantas dihina dengan kata-kata seperti itu. Dia bahkan tidak mengerti kalau perbuatannya salah, bagaimana bisa para tetangga menyematkan kata ganjen padahal sebetulnya Aurel tomboi?

Tapi mereka benar, orangtua Aurel yang salah. Elise sadar, dia dan Robert tidak cukup membekali putri mereka dengan pengetahuan tentang seks karena selalu menganggapnya sebagai hal tabu. Kini segalanya terlambat.

*****

November 2020

Ouia melirik pada Said yang sedang menggaruk-garuk bokongnya. Dia menghela napas sebal. Said ini joroknya bukan main, berbeda dengan Boni yang resiknya bukan main juga.

"Ouia, mungkin lain kali kamu harus menyediakan spray sanitizer atau obat anti serangga. Sepertinya Said berternak banyak sekali organisme kotor di tubuhnya," komentar Boni sambil melemparkan lirikan sinis dan jijik pada Said.

Ouia mengangguk setuju. "Kamu benar, Boni. Lain kali aku sediakan cairan pembersih lantai sekalian untuk disemprot ke Said supaya dia berhenti menggaruk."

Said berdecih. "Elah, sombong banget lo pade, kayak kagak pernah kegatelan aje," komentarnya. Dia mendekatkan jemarinya yang bekas menggaruk ke hidung, lalu mengendus-endus.

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Where stories live. Discover now