Percakapan

7K 1.8K 228
                                    

Met malem epribadeh!

Ada yang nungguin cerita ini apdet? Puji Tuhan kalo ada. Hehehe ... biasanya cerita yang gak ada romantis2annya suka rada lama ngumpulin penggemar, ye? But ... yang penting eike suka bikinnya, hehehe.

So, langsung deh, cuss....

******

Sadewa memandangi ujung sepatunya selama beberapa saat, sebelum menghela napas. "Gue egois, banget, kan? Setelah kalian hidup sulit berdua selama bertahun-tahun, tiba-tiba gue muncul tapi enggak sepenuhnya bebas."

"Lima belas tahun itu enggak sebentar, Wa. Bukan cuma lo yang pernah jatuh cinta dalam selang waktu itu, gue juga."

Sadewa menghela napas. "Terus, apa yang terjadi?"

Aurel mengangkat bahu. "Hal wajar, gue perempuan yang enggak pernah nikah tapi punya anak, kira-kira cowok model kayak gimana yang berani ambil risiko?"

Sadewa tertegun. "Jadi ... gagal?"

"Yups. Gue juga enggak mau jadi beban orang lain."

Beberapa saat hening.

"Sorry, gue enggak pernah cari tahu soal kalian. Ternyata hidup lo dan Ouia seberat itu. Gue ... gue berengsek banget, ya?"

Aurel menoleh dan tersenyum. "Wa ... lo enggak tahu. Lo itu cengeng dan gampang kebawa emosi, sering kelewatan sensitif makanya otak lo enggak jalan secepat itu kalo urusannya logika. Wajar kok kalo lo akhirnya memilih menutup diri. Itu karakter lo. Lagian, bukan cuma lo yang enggak tahu keadaan gue dan Ouia, gue juga enggak tahu apa-apa soal lo dan keluarga lo. Nyokap dan bokap gue mutusin untuk memulai segalanya dari awal makanya komunikasi kita putus. Lo enggak salah."

"Tapi karena kesalahan gue ... lo enggak bisa...."

"Bukan cuma lo yang salah, gue juga. Cuma karena gue cewek dan di Indo cewek selalu lebih berat bebannya kalo soal begini, bukan berarti gue enggak andil dalam kesulitan yang harus gue dan Ouia tanggung. Kalo gue enggak bego barengan lo, Ouia enggak akan lahir sebelum waktunya dan kami enggak harus ngalamin semua hal berat yang sekarang harus kami alami. Bukan cuma lo yang bikin gue dan Ouia susah, gue sendiri juga."

Sadewa menatap Aurel lama. "Lo berubah. Sekarang lo bijak banget."

"Coba deh jadi ibu single parent yang enggak pernah nikah dan harus berjuang sendiri, kalo lo enggak jadi bijak juga berarti otak lo lupa di-upgrade."

"Gue berjuang sendiri untuk sekolah dan cari makan karena nenek gue enggak mau nanggung kehidupan gue cuma-cuma. Sejak SMA gue harus kerja lebih keras daripada pegawai tokonya, dan setiap kali ada barang hilang, gue harus rela dipukul pakai tongkat kakek gue, tapi gue enggak bijak kayak elo."

Aurel tertawa. "Ah ... kalo itu sih gue ngerti, lo memang kelewatan cupet kan sejak kita kecil. Kelebihan lo itu cuma enggak suka berantem dan lebih milih belajar daripada main."

"Rel ...."

Aurel menoleh dan melebarkan matanya. "Hm?"

Sadewa menghela napas. "Gue tahu, gue akan jadi bajingan kalau lebih mementingkan kebahagiaan gue sendiri daripada anak gue, tapi ... boleh gue minta pendapat lo? Apa gue harus ...."

Aurel tersenyum. "Kalo alasan lo adalah karena lo punya pacar atau calon, kenapa lo enggak ngomong dulu sama dia? Enggak sengaja, dia terpaksa terlibat lho, Wa. Harusnya sebelum ketemu gue dan Ouia, lo udah perjelas dulu sama calon lo itu. Tapi ... itu urusan lo sendiri, Wa, hati nurani lo sendiri. Apa pun pilihan lo buat hidup lo, gue enggak mau ikut campur."

Sadewa termangu. Aurel benar, seharusnya dia bicara dulu dengan Padma soal ini sebelum buru-buru datang menemui putrinya. Dasar dirinya yang emosian, selalu saja mengambil tindakan sebelum berpikir.

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz