Ouia yang Cool

9.9K 1.5K 83
                                    

Met pagi jelang siang!

Apa kalian masih semangat? Masih bisa bertahan untuk tetap waras dan bersyukur?

Untuk sedikit ngurangin stres, buat eike juga loh ini, kuys, tongkrongin deh Aurel dan anaknya yang jauh lebih dewasa.

Cekidot.

******

Aurel menoleh dan menatap Nakula dengan mata membesar, ekspresinya tak terbaca. Nakula balas menatapnya sambil dalam hati menimbang, perlukah dia mengungkapkan perasaan yang telah disimpannya selama ini, yang tumbuh sebagai benih di saat usianya remaja, dan kembali mekar saat bertemu lagi dengan Aurel? Apakah mungkin, Aurel akan membuka hati untuknya? Atau malah untuk Sadewa?

Hening selama beberapa saat dan Nakula hampir tak mampu menahan keinginan untuk bicara. Namun, saat pengakuan hampir terucap, senyum Aurel merekah di bibirnya, membuat Nakula tersurut seketika.

"Ouia nyuruh Sadewa begitu? Wah ... berarti bener dugaan gue, dia kepengen banget bisa jadi keluarga sama babehnya," kata Aurel sambil kembali memandangi kolam. "Normal, sih. Namanya juga anak."

Nakula termangu. "Betul, keinginan Ouia itu wajar, tapi, apa elo ...?"

Aurel menggeleng. "Enggak, gue enggak akan kawin sama Sadewa atau orang lain kalau alasannya karena Ouia. Dia sendiri yang minta gue untuk mengikuti kebahagiaan gue, jangan nurutin kemauan dia yang muncul secara wajar dan enggak bisa dikendalikan." Aurel kembali mengayunkan kakinya.

Nakula ikut memandang kolam. "Kalau Ouia minta langsung ke elo?"

Aurel terkekeh. "Itu bukan gaya anak gue. Ouia itu cool, bukan tipe maksa orang kecuali dia pikir orang itu sendiri enggak tahu apa kemauannya dan Ouia terpaksa mendesak dia."

"Menurut Ouia, Sadewa enggak tahu apa kemauannya?"

"Emang kapan Dewa tahu kemauannya? Gue yakin, biarpun baru ketemu, anak gue udah bisa baca karakter babehnya yang sering bingung itu. Lah, Sadewa kan ngilang dari hidup kalian karena enggak tahu kalau dia itu sebetulnya disayang, dilindungi, nah ... Ouia bisa lihat itu. Babehnya tuh sering enggak tahu banyak hal, makanya dia berusaha buka pikirannya."

"Kalau nantinya Sadewa setuju sama Ouia, mengakui kalau dia suka dan pengen kawin sama lo, apa lo akan terima?"

Aurel mengangkat bahu. "Kalau memang gitu, ya, lihat nanti. Kalau dia berhasil bikin gue suka juga dan pengen menghabiskan hidup gue sama dia, yo wes. Bukan cuma Sadewa, sih. Kalau ada orang lain yang gue suka, atau bisa bikin gue luluh, dan pastinya harus disetujui Ouia juga, gue akan kawin sama dia. Tapi kalau sedikit aja ada yang enggak sreg, ya enggak bakalan gue mikir ke sana. Perkawinan itu seumur hidup, Nak, begitu masuk, enggak ada jalan kembali kecuali salah satu mati. Makanya gue enggak akan kawin kalau alasannya cuma karena Ouia, atau karena gue sendiri. Gue akan kawin kalau gue, cowok itu, dan Ouia, mencapai kesepakatan bersama untuk saling mencintai seumur hidup, selain itu, kagak."

Nakula termangu selama beberapa saat sebelum kemudian mengangguk. Saat itulah dia memutuskan, apa yang ada di hatinya sebaiknya tinggal di situ, tidak perlu diungkapkan. Aurel tidak punya perasaan padanya atau pada Sadewa, dan kalaupun perempuan itu akhirnya menikah, jelas bukan karena perasaan terbebani oleh sang putri.

Namun, tetap saja, Sadewa memiliki kelebihan karena dia punya dukungan Ouia, tidak sepertinya. Bukan karena Sadewa lebih baik, tapi karena dia adalah ayah Ouia. Sesuatu yang sudah jelas, tapi dia abaikan karena terbawa perasaan.

Sepertinya ini adalah isyarat yang jelas. Dia harus berhenti.

******

"Kamu nyuruh Babeh meluluhkan hati Mami, baru kamu panggil papi?" tanya Aurel kepada Ouia saat mereka sudah berada di rumah sendiri.

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang