Anak Aurel Yang Sungguhan

5.4K 1.4K 109
                                    

Met Selasa pagi!

Ada yang senang karena Aurel-Aurel dan sahabat mereka apdet?

Note: jangan tanya lagi, lain kali baca author's note ya

OUIA ----> OU YA

Cekidot.

*******

Arjuna melangkah lebih ke dalam sambil tetap menyungging senyum. "Sensitif amat, sih, Rel? Memangnya gue enggak boleh jenguk saudara sendiri?" tanyanya. Dia hendak duduk di kursi, tapi Boni berdiri di depannya sambil menyodorkan botol sanitizer.

"Maaf, Om. Saya tidak tahu Anda siapa, tapi di masa pandemi ini, tolong tetap patuhi prokes Covid-19, ya. Tolong sodorkan lengan Anda, supaya saya bisa semprot dengan spray sanitizer ini," katanya sopan.

Arjuna melongo. "Ini anak lo, Rel?" tanyanya heran, tak urung dia tetap melakukan yang diminta Boni, dan remaja itu pun melakukan tugas menyemprot lengan, bahkan pakaian Arjuna.

"Anda seharusnya tidak perlu salah menebak, Om. Sudah jelas fisik saya membawa ciri etnis Tionghoa, bagaimana bisa Anda menduga saya anaknya Tante Aurel yang sangat kelihatan berciri fisik etnis Melayu Muda, di antaranya suku Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Madura, serta sebagian pulau Sumatera? Apakah Anda kurang pandai mengenali dan membandingkan ciri fisik seseorang?"

Suasana hening, Arjuna makin melongo, sementara Nakula dan Sadewa menyembunyikan tawa, dan Aurel kehilangan konsentrasi untuk tetap marah. Beberapa saat seolah-olah mereka bisa mendengar suara jangkrik mengerik sampai kemudian tiba-tiba Said tertawa terbahak-bahak.

"Woy, lah! Bener aje, lo, Bon. Udeh jelas lo sipit, putih, rambut lo jigrak begetoh, lah, si Om bisanye salah nebak, ye? Om, mata sama otak kagak kompak, ye?" ujar bocah Betawi itu geli.

Boni mengangguk kesal. Dengan langkah berderap bocah itu duduk di sebelah Ouia yang sejak tadi masih kalem mengamati situasi.

Arjuna ternganga melihat kelakuan bocah yang kelewat rapi dan sahabatnya yang mirip bintang remaja India, tampan tapi konyol itu. Sebuah seringai muncul di wajahnya. "Gila! Gue di-bully bocah?" komentarnya tak percaya.

"Lo pantes di-bully, Bang," sahut Aurel. Sikap tubuhnya mengendur, tidak sewaspada tadi. "Ngapain lo ngikutin? Beneran cuma kepo pengen ketemu adek-adek lo?"

Arjuna tersenyum tipis tapi tidak menjawab. Dia malah menatap dua adiknya yang masih berdiri canggung. "So, sudah pulang, Wa? Sudah ketemu Mama?" tanyanya.

Sadewa mengangguk. "Sudah," jawabnya. Tanpa sadar dia berjalan mendekati Aurel, seperti menutupi pandangan Arjuna dari sahabatnya itu. "Mas Juna sendiri? Kapan balik dari Aussie?"

"Sudah lama, sudah tiga tahun." Arjuna mengalihkan pandangannya kepada Nakula dan tersenyum. Ekspresinya bertambah hangat melihat Nakula yang balas menatap meski tidak sehangat dirinya. "Apa kabar Naki? Akhirnya bisa ketemu lo juga, satu-satunya anak yang enggak bermasalah di keluarga kita."

Nakula berdeham. "Baik, Mas," sahutnya, canggung.

Ouia berdeham, membuat semua yang ada menoleh kepadanya. "Tidak ada yang ingin memperkenalkan siapa tamu kita? Kalau memang ingin bicara soal keluarga, misalnya, siapa anak paling bermasalah atau tidak bermasalah, bukannya akan lebih baik kalau menunggu remaja-remaja yang tidak tahu apa-apa ini sudah meninggalkan tempat?" tanyanya dengan cara bicara seorang pemimpin dan gaya bahasa Boni.

Arjuna memandangnya, mengerjap sebentar, lalu langsung menunjuk ke arahnya, tapi memandang Aurel. "Nah ... ini pasti anak lo, kan? Mirip mukanya, tomboi juga kayak elo, Rel!" serunya, girang.

Seleksi Ayah (Cerita Ouia)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora