-12-

52.4K 4.9K 206
                                    

Rumah Bu Nani sudah ramai tetangga sekitar rumah saling membantu dan menyiapkan acara empat bulanan kehamilan Wening.

Di daerah mereka acara rujakan untuk ibu hamil dilakukan dua kali, saat di usia kehamilan memasuki empat bulan akan dilakukan dari pihak calon ayah dan selanjutnya di pihak calon ibu saat memasuki bulan ke tujuh atau sering disebut dengan mitoni.

Wening bersyukur banyak sekali yang membantu hari ini, bahkan sejak kemarin banyak tetangga yang tak henti menyumbang buah untuk acara hari ini. Bahkan buah untuk rujak sudah banyak, sehingga perhitungan Bu Nani nanti rujaknya bisa dibagi untuk orang sedesa.

Sepulang dari kantor Wening membantu mengupas buah yang nanti akan diserut, ada mangga muda, nanas, bengkoang, timun, kedondong, jeruk bali, buah delima, belimbing, dan pakel, semua itu hasil pemberian dari para tetangga sekitar rumah. Kata mereka sebagai balas budi karena biasanya Bu Nani juga sering menyumbang setiap kali tetangganya memiliki hajat.

"Udah Mbak Wening nggak udah bantuin, biar ibu-ibu aja yang ngurus ini. Mbak Wening istirahat saja." Ucap salah satu tetangga Wening yang sudah mungkin seumuran dengan Ana.

"Gapapa Mbak, lagian mau ngapain udah diurus sama yang lain juga." Jawab Wening sungkan, dia merasa tidak enak tetangga-tetangga Bu Nani sangat segan dengannya, karena Wening anak salah satu pentolan di desa mereka, siapa yang tidak kenal dengannya anak Bu Susi yang memiliki toko serba ada yang besar dan Pak Yanto guru PNS yang sangat disegani oleh warga desa, padahal bagi Wening itu bukan apa-apa, keluarga Wening tidak pernah melebih-lebihkan apa yang mereka punya, mereka sama dengan warga yang lain.

"Mbak Wening, nggak pesen daster lagi Mbak? Kemarin yang beli di Mbak Wening kok bahannya bagus, kok ya harganya murah." Salah seorang ibu-ibu yang pernah membeli dagangan Wening, "Oiya Bu, mungkin minggu depan barangnya sudah datang, kemarin saya udah nyetok kok sekalian biar dapat harga grosir." Jawab Wening senang jika banyak yang menyukai barang jualannya.

"Lha iya, besok kalau udah datang jangan lupa dibuat status mbak, biar pada tau kalau barangnya udah datang."

"Iyo jelas dibuat status toh yu, kalau nggak ya buat apa Mbak Wening jual, namanya dibuat status itu buat dipromosikan. Moso jualan nggak dipromosikan." Sahut ibu yang lain, "Inggih Bu, besok kalau udah datang barangnya nanti tak pajang di status WA ya?" Jawab Wening dengan ramah.

Setelah hampir siang, Bu Susi dan Mbak Winda datang membawa beberapa jajanan untuk acara mengaji nanti malam, sekaligus syukuran.

"Haduh kok repot-repot san, dibawakan jajan segini banyaknya." Ujar Bu Nani tidak enak dengan besannya, memang setelah anak mereka menikah Bu Nani memanggil Bu Susi dengan panggilan besan, seperti orang desa mereka pada umumnya.

"Gapapa san, wong ya buat calon cucu sendiri." Balas Bu Susi berusaha untuk ramah dengan besannya.

"Tumben ibu sama mertuamu auranya berbeda." Bisik Winda pada Wening membuat Wening mengulum senyum, "Ya syukurlah Mbak, daripada diam-diaman terus." Jawab Wening dengan tenang.

"Anak-anak mana, Mbak?"

"Sama Papanya, mumpung Papanya di rumah."

"Monggo diicip san, rujaknya enak kok, kayaknya bakal cucu perempuan ini." Kata Bu Nani dengan ramah, bahkan dalam hati pun Bu Susi sedikit heran saat mendapat sambutan hangat dari besannya sangat berbeda dari sebelumnya.

Seperti konon katanya, kalau rujaknya rasanya enak bisa ditebak anaknya perempuan, namun kalau rujaknya pedas atau bahkan keasaman ditebak si jabang bayi berjenis kelamin laki-laki, itu lah mitos yang terjadi di masyarakat.

"Oiya toh? Nggih, nanti saja. Mau bantu ibu-ibu ini dulu, san. Nggak terburu-buru kok." Bu Susi pun tanpa sungkan ikut duduk membantu ibu-ibu yang lain membungkus rujak yang akan dibagikan nanti. Tak canggung Ibu Susi juga ngobrol dengan ibu-ibu yang lainnya, beliau sangat ramah walaupun ibu-ibu yang lain terang-terangan hormat dengannya.

Hati WeningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang