-35-

42K 5.9K 314
                                    

Wening menghapus air matanya sembari menatap wajah merah Syifa akibat menangis terlalu lama. Bahkan setelah disusuinya pun anak itu masih menangis, lantaran dagunya yang luka akibat terbentur sudut meja. Entah bagaimana kejadian itu, Wening tidak bisa mendengar cerita Ana dengan jelas. Perasaan kalut dan gelisah menguasai Wening kala melihat putrinya menangis keras dengan dagu yang sudah dibalut kain kasa. Hati Wening sakit, kala melihat Syifa menangis kesakitan.

"Udah gapapa Mbak, mungkin si adik masih syok. Syukurlah lukanya juga tidak dalam, jadi tidak perlu dijahit. Disusui aja nanti bakal tenang." Kata perawat yang menangani Syifa tadi, Wening pun mengangguk lalu kembali menyusui Syifa yang masih berbaring di brankar pasien. Wening berharap putrinya bisa segera tenang.

Sementara itu Ana mengelus bahu Bu Nani, terlihat dengan jelas tubuh wanita paruh baya itu masih gemetar khawatir akan keadaan sang cucu.

Tak lama setelah Syifa tenang, mereka pun diperbolehkan membawa Syifa pulang. Perawat yang menangani Syifa juga telah berpesan pada Wening, kemungkinan Syifa akan rewel dan sensitif beberapa hari ke depan karena masih syok dengan kejadian yang dialami. Sehingga, Wening harus bersiap diri untuk selalu sigap dan tidak boleh lengah dalam menjaga Syifa ke depannya.

Sesampainya di rumah pun Wening langsung membawa Syifa ke kamar, setelah mengucap terima kasih pada Ana yang telah membantu. Di dalam kamar Wening menangisi keadaan putrinya, terlebih saat melihat wajah Syifa yang sudah tertidur dengan bekas tangisan yang masih ketara dengan jelas.

oOo

Suara motor Galih menyadarkan Bu Nani yang sedang melamun di ruang tamu. Beliau takut kalau Galih dan Wening akan menyalahkannya karena tidak bisa menjaga Syifa dengan baik. Bu Nani sangat takut apa bila setelah kejadian ini beliau dilarang untuk mendekati Syifa.

Dengan perasaan takut Bu Nani menghampiri Galih yang masih melepas sepatu di depan pintu.

"Eh, Ibu. Syifa gimana, Bu? Masih nangis?" Tanya Galih namun hanya dibalas gelengan kepala Bu Nani, karena sejak tadi tidak mendengar suara Syifa menangis lagi dari dalam kamar.

Melihat wajah sendu ibunya Galih tidak menanyakan lebih banyak, karena Bu Nani hanya terdiam.

"Galih tak ke kamar dulu, Bu." Kata Galih lalu masuk ke kamar untuk melihat kondisi putrinya.

Pintu kamar terbuka, mata Galih disuguhi pemandangan Wening sedang memeluk Syifa sedang baru bangun. Galih meringis melihat luka di dagu Syifa, mungkin untuknya tidak seberapa namun berbeda dengan Syifa, luka itu sangat mengganggu dan menyakitkan bagi Syifa.

"Lho, Ayah pulang? Itu ada Ayah." Kata Wening dengan suara serak, Galih tau istrinya juga habis menangis. Tidak bisa ditutupi wajah sembab Wening.

"Aduh, anak cantik kenapa ini? Kok nangis? Sakit ya?" Sapa Galih mengulurkan tangannya di depan Syifa. Tangis Syifa berhenti lalu menatap sang ayah dengan dalam.

"Ikut ayah? Iya?"

Tatapan anak itu bergulir pada bundanya, lalu Syifa memasang ekspresi mau menangis dengan tangannya yang gatal ingin menarik sesuatu yang menempel di dagunya.

"Nggak boleh, Sayang. Nggak usah dipegang ya? Nanti sakit kalau dipegang adik." Ujar Wening dengan pelan, berharap putrinya bisa mengerti.

"Gendong Ayah sini? Aduh-aduh, kasihan anaknya Ayah." Kata Galih mengambil alih tubuh Syifa ke gendongannya.

Wening menghela nafasnya yang sejak tadi terasa sesak melihat ketidak nyamanan Syifa.

Hati WeningWhere stories live. Discover now