4

3K 200 8
                                    

"Lo bego apa tolol sih?!! Lo kan tau, kalo Adnan itu alergi sama kacang merah..!!"

Aku kena damprat sama anak-anak OSIS. Bukan cuma aku aja sebetulnya, tapi Iky juga. Berhubung yang beli kue tadi aku, jadi akulah yang paling disalahkan atas insiden ini.

"Lo kan bisa tanya kita dulu! Gak asal main beli aja!"

"Kalo udah gini, gimana coba?!"

"Emang lo sanggup, bayarin biaya rumah sakit Adnan?!"

Aku gak tahu, kalau orang alergi pada sebuah bahan makanan itu akan sampai berakibat segawat ini. Apalagi, sampai harus dibawa ke rumah sakit.

"Maaf ---"

"Kamu tuh lain kali hati-hati! Kamu harus tahu, kalau Adnan itu alergi sama kacang merah!"

"Sudahlah Bu Endang, jangan memperkeruh suasana."

"Saya tidak memperkeruh, Pak Hakim! Tapi anak ini memang bodoh!"

Disitu aku langsung menahan nafas sejenak. Rasanya, dadaku benar-benar sesak sekali. Kedua mataku juga panas.

Aku --- ingin sekali menangis sekarang.

"Anda sangat keterlaluan, Bu Endang!" Pak Hakim terus membelaku.

"Guru apaan tuh kayak gitu ---"

Aku menoleh ke arah sumber suara dengan pandangan yang sedikit kabur.

"Jaga mulut kamu, Benny!"

"Ibu yang harus jaga mulut ibu!"

Kak Benny...

"Lagian, yang milih roti kacang merah itu saya kok ---"

"Jadi, yang milih Kak Benny...?!" Beberapa pengurus OSIS tampak terkejut mendengarnya.

Iky menyenggol tanganku, lalu berbisik-bisik. "Jangan nangis.."

Aku cepat-cepat menghapus air mataku.

"Lagian ya --- lu semua itu pada gak punya otak!" Kak Benny menunjuk anak-anak OSIS dengan wajah marah. "Lo pikir dong sebelum nyuruh orang! Lo kira 250 potong kue itu gak berat, hah?!"

"Aku gak minta dia buat beli, kak. Aku nyuruhnya Iky, kok."

"Ya sama aja, tolol! Sekarang gini deh ---" Kak Benny ngeluarin dompetnya, lalu memberikan sejumlah uang kepada cewek itu. "Ini duit, lo beli tuh kue 250 potong sendirian!! Tapi inget, lo harus jalan kaki!"

"Tapi, aku kan cewek, kak..."

"Terus kenapa? Lemah? Lemah tapi kok congornya --- ckckck...!!??"

"Iya, aku salah. Maaf ---"

"Mana dia?!" Suara Kak Benny menggelegar.

"Di dalam, kak."

Kak Benny dan temannya, masuk ke dalam UKS. Sambil tetap menunduk, aku terus berfikir. Kenapa mereka kelihatannya sangat takut sama Kak Benny ya...? Siapa sebenarnya dia itu...?

Gak lama, Kak Benny keluar lagi. "Anak manja gitu sih dijadiin ketua OSIS! Bodoh...!" Ucapnya sambil menoleh tajam ke arah Bu Endang. "Kalo sampai kedengeran lagi di telinga gue masalah sepele kayak gini ---"

"Kami minta maaf, kak..."

Secara mengejutkan, semua anggota OSIS setengah membungkuk sambil mengatakan permohonan maaf sama Kak Benny.

Kak Benny mengusap air mataku. "Kalo disuruh lagi yang sekiranya berat dan menyusahkan, jangan mau. Kamu juga punya hak untuk bicara dan menolak."

Jantungku berdetak makin tak karuan. Aku malu sekali, karena mereka semua tengah memperhatikanku saat ini.

Like Father Like SonWhere stories live. Discover now