33

941 82 2
                                    

"Waduhh, gue berasa jadi kambing congek aja nih.." celetuk Kak Gery yang duduk di sebelah Kak Benny.

"Dek, emangnya kita mau kemana sih?" Tanya Kak Benny.

"Ke hotel, kak."

Mereka berdua kompak menoleh ke belakang.

"Bro, jangan bilang kalo calon isteri lo ini mau ngajakkin kita threesome..?"

"Jangan ngawur, lo!!"

"Kak Benny, Kak Gery, sama Kak Tito, udah sahabatan berapa lama?" Tanyaku.

"Laaamaa banget. Sampai-sampai nih ya, kita udah tau daleman masing-masing!" Jawab Kak Gery semangat.

"Pernah gak kalian berantem?"

"Kalo soal cewek sih gak pernah. Soalnya selera kita beda. Ya gak, bro..?!" Kak Gery menaikkan alisnya.

"Kalau masalah lain?" 

"Dek, sebenarnya ada apa sih?" Kak Benny menoleh sekilas.

"Hmmm, kalau nanti kalian tahu --- tolong jangan langsung ambil kesimpulan sendiri ya.."

"Aku makin gak paham, dek.."

"Nanti juga Kak Benny tahu sendiri..."

Aku mengajak Kak Benny dan Kak Gery ke sebuah hotel berbintang lima yang ada di kawasan Kuningan. Gak ada dari mereka yang tahu, kenapa aku mengajak ke hotel mewah ini. Apalagi aku mengajaknya saat jam sudah hampir menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Dek ---" Kak Ben menggenggam tanganku. "Kasih tahu dong..."

"Kak Ben --- Kak Gery, apapun yang kalian lihat nanti, tolong jangan bertindak gegabah. Sebisa mungkin, jangan sampai ---" alarm jam tanganku berbunyi. Mataku kini menatap tajam ke arah beberapa pintu lift yang ada di depan sana.

Satu pintu lift terbuka. Seorang petugas roomboy, baru saja keluar dari dalamnya.

Pintu lift lainnya terbuka. Sesosok wanita muda berpenampilan santai keluar dengan gayanya yang cuek.

Pintu lift lainnya terbuka. Akhirnya sosok itu muncul juga. Sosok yang tentu saja membuat Kak Benny dan Kak Gery diam mematung dengan wajah syok sekali.

Kak Benny refleks ingin bangkit. Namun kugenggam erat tangannya, sambil menggeleng pelan.

Memang, semua ini sulit untuk dipercaya kalau tidak ada buktinya. Tapi, kini bukti itu terpampang jelas di depan mata kami bertiga. Tidak ada lagi yang bisa mengelak kali ini.

Kak Benny meraih ponselnya. Aku berusaha mencegahnya, namun dia mengatakan bahwa dia tidak akan menanyakan yang macam-macam.

"Lo dimana, To?"

'Gue lagi di --- rumah nenek nih. Kenapa, bro?'

"Enggak. Si Gery gak bisa gue hubungin soalnya."

'Kayak gak tau aja lo, men! Palingan dia lagi jalan sama gebetan barunya..!'

"Hmmm..."

'Sorry bro, nanti gue telepon lagi. Bye..'

"Gue gak bisa percaya ---" Kak Gery bangkit, lalu mondar-mandir sambil kacak pinggang. "Lo tadi liat kan, Ben...?!! Itu si Tito...!! Dia berduaan sama om-om..?! Astaga...!! FUCCCKKK...!!"

"Kalau dilihat-lihat, keluarga Kak Tito itu kan keluarga kaya dan mapan. Apalagi Kak Tito itu anak semata wayang." Aku mulai bicara lagi.

"Kita harus gimana, Ben...?!"

"Gue juga bingung, Ger ---"

"Kak Ben tahu, siapa bapak-bapak yang jalan sama Kak Tito tadi...?"

Like Father Like SonWo Geschichten leben. Entdecke jetzt