31

1K 86 1
                                    

Untuk pertama kalinya, aku dan kedua ayahku mengunjungi makam ibu. Ada rasa bahagia dan haru, saat aku berada di depan nisannya. Berbicara dalam hati, entah apakah ia bisa mendengarnya atau tidak.

'Bu, aku sudah berhasil menemukannya. Ternyata ayah tidak semengerikan yang kubayangkan selama ini. Dia hidup bahagia saat ini dengan pilihan hatinya.

Sekarang aku tahu kenapa ibu melarangku untuk mencarinya.

Bu..., seandainya saja ibu masih hidup dan tahu --- aku ragu, apakah ibu masih akan mengakuiku sebagai anak atau tidak.

Sebab, aku baru paham --- kalau ternyata aku dan ayah itu mempunyai gen yang sama.

Kami --- sama-sama menyukai pria.'

"Sudah mau hujan ---" Apip meremas bahuku.

Apap sudah jalan duluan ke mobil. Sementara itu, aku jalan bergandengan tangan dengan apip.

"Apa yang apip suka dari apap?"

Apip memandangku heran. "Pertanyaan yang tidak biasa."

"Karena aku penasaran. Kenapa apip dan apap bisa hidup bersama selama bertahun-tahun."

"Lagi ngobrolin apa? Kok apap gak diajak?"

"Juan tanya, apa yang apip suka dari apap."

"Jawabanmu...?"

"Belum ---"

Apap menoleh ke belakang. "Minggu besok apip sama apap mau ngadain acara kumpul-kumpul."

"Kumpul apa, pap?"

"Acara rutin bulanan, Juan. Yang kumpul teman-teman apap dan apip."

"Pasti temannya keren-keren ya?"

"Pokoknya kamu harus bantuin apap sama apip nanti. Jangan pergi kemana-mana, soalnya nanti kamu mau apip kenalin ke semua teman apip."

"Boleh ajak Disty sama Iky?"

"Boleh dong, Juan." Apip senyum padaku. "Apap, gimana kalau kita belanja sekalian?"

"Juan capek gak?" tanya apap.

"Enggak kok, pap. Paling kalau nanti capek, aku minta gendong apap aja. Hhiihii..."

Rasa bahagia yang kurasakan, mungkin bisa mengusir semua kesialan yang pernah menimpaku dulu.

Mulai dari hidup seorang diri di kos-kosan yang super sederhana, bahkan mungkin cenderung tak layak huni. Tidak ada yang pernah menyapaku, baik saat aku berangkat sekolah dan kembali lagi ke rumah. Sampai --- ditampar kakek tua dengan mulut pedasnya itu.

Sudah saatnya aku melupakan semua hal buruk dan kesialan itu. Kini saatnya, aku memulai lembar kehidupan yang baru.

Tinggal bersama dengan apap dan apip, yang keren, ganteng, dan tentunya sangat menyayangi dan mencintaiku apa adanya.

"Juan --" Apip berdiri di sebelahku, saat aku sedang melihat-lihat botol jus. "Kamu mau apa, tinggal ambil aja..."

Aku menoleh ke troli. "Belanjaan kita udah kebanyakkan, apip."

Apip membuka pintu showcase. Lalu dia mengambil dua botol besar jus apel. "Apip tahu. Ini kan jus kesukaanmu."

Aku melempar senyum padanya. "Apip sama apap pernah marahan?"

"Hmmm, pernah." Apip memegang kepalaku.

"Sampai berantem fisik?"

Apip tertawa renyah. "Ya enggak dong, Juan." Lalu ia berbisik-bisik, "biasanya kalau habis berantem, hubungan apip sama apap makin mesra."

Like Father Like SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang