21

1.2K 100 4
                                    

Di depan Om Rico dan Om Pram sikap Kak Benny biasa saja. Meski aku tahu, dia berusaha menghindar tiap kali aku menatap dan mengajaknya bicara.

Ini adalah hari kedua, dimana aku dan dia tidak saling bertegur sapa. Dan ini juga adalah hari kedua dimana Adnan tidak masuk sekolah.

"Kak Ben...!!"

Kak Benny tidak menoleh sama sekali. Wajahnya tetap datar dan dingin, saat dia melewati kami bertiga.

"Yeee, ngelengos aja dia! Lagi kesambet setan apa tuh?!"

"Mungkin Kak Benny lagi pusing karena sebentar lagi akan menghadapi banyak ujian praktek..."

"Juan ---" Pak Hakim menghampiriku. "Bapak sudah dengar, kalau kamu sekarang jadi pengajar kelas tambahan kelas satu."

"Dihhh, kok gak bilang-bilang sih!?" Disty agak sewot.

"Bukannya saya melarang, tapi --- sebaiknya kamu cari saja tempat lain. Jangan di sekolah ini."

"Om Hakim gak usah ngelarang-larang deh!"

"Bukannya begitu, Disty. Tapi, beberapa guru ada yang tidak setuju dan hendak membawa berita ini ke yayasan. Om cuma takut kalau nanti akan berpengaruh ke Juan sendiri."

"Iya, pak. Aku paham."

"Kalau kamu mau, di rumah saya juga bisa."

"Setuju!"

Pak Hakim menjewer telinga Disty. "Itu sih biar kamu ada teman ngerumpi!"

"Yaiyalah! Kan bete sore-sore orang mah pada jalan kemana, ehhh si puteri malang ini harus menderita kesepian, terkurung di rumah sendiri.."

"Rumah saya! Bukan rumah kamu!"

"Iya-iya."

Hapeku bergetar. Kak Idam mengirim wa, memberitahu kalau adiknya tidak masuk sekolah karena lagi demam tinggi. Dan siang ini, dia mengajakku menjenguk ke rumahnya.

"Pikirkan lagi ya, Juan."

"Baik, pak. Terima kasih."

Aku harus mencari tempat baru, tapi dimana...? Untuk memungut bayaran ke mereka aja, aku gak berani. Lantas, aku harus mendapat uang darimana untuk menyewa tempat...?

Akhirnya aku memberitahu adik-adik kelasku, kalau untuk sementara aku tidak akan mengadakan pelajaran tambahan dulu. Dikarenakan aku tidak boleh menggunakan ruangan yang ada di lingkungan sekolah ini. Aku bicara blak-blakan saja di grup tersebut.

'Di rumah Kak Juan aja.'

'Jangan sampai ditiadakan, kak. Jujurz aku langsung paham, kalau kakak yang ngajarin.'

'Anak-anak kelas lain ada yang mau gabung juga, kak. Gimana kalau kakak menarik biaya pendaftaran dan bulanan aja.'

'Iya, aku setuju.'

'Lima ratus sebulan juga aku gak keberatan. Karena cara ngajar kakak itu mudah dipahami dan gak berbelit-belit.'

Aku harus membicarakan masalah ini kepada orang yang ngerti. Hanya saja, siapa orang itu...?

Tttteeettt...!

Bel pulang berbunyi. Kak Idam memberitahu kalau dia sudah menungguku di dekat mobilnya. Untungnya Disty juga buru-buru pulang, katanya ada paket kiriman yang harusnya datang siang ini ke rumah Pak Hakim. Dan dia udah gak sabar untuk membuka paket itu.

"Maaf ya kak, tadi aku habis dari wc."

"Gak masalah." Senyum Kak Idam seperti biasa. Selalu terlihat cemerlang dan tulus. "Masuk, Juan --" dia membukakanku pintu juga.

Like Father Like SonWhere stories live. Discover now