20

1.4K 108 2
                                    

"Pagi, om --" aku menyapa kedua om baik hati yang sudah memberikanku tumpangan menginap secara gratis di apartemennya ini.

"Juan, ini om  sudah siapkan bekal untukmu." kata Om Pram bersemangat.

Aku melihat kotak bekal makanan yang disiapkan olehnya. Menurutku rasanya itu terlalu berlebihan. Apalagi, aku ini kan perginya cuma ke sekolah. Bukan kerja di kantoran apalagi memacul di ladang.

"Benny udah berangkat duluan." Om Rico memberitahu.

Sekarang masih jam enam kurang. Kupikir Kak Benny masih ada di kamarnya. Mungkin karena udah kelas tiga, jadi jadwalnya semakin padat dan sibuk.

"Nanti om titip untuk Benny ya." kata Om Rico.

Sepertinya ada yang aneh disini. Jika mereka menyiapkan tiga bagian bekal untuk dibawa --- dimana, yang satu untukku, lalu satunya lagi untuk Kak Benny, dan kotak bekal bergambar beruang itu pastilah untuk si kecil Junior.

Terus, untuk Adnan mana...?

"Nanti pulang jam berapa?" tanya Om Pram saat kami berempat sedang sarapan.

"Aku belum tahu, om."

"Kasih tahu aja ya. Biar nanti om jemput."

"Apip, nanti aku ikut jemput akak Juan ya..."

Om Pram mengangguk sambil memegang kepala Junior.

Nasi goreng buatan Om Rico ternyata enaknya melebihi ekspektasiku. Aku bukannya melebih-lebihkan karena aku sudah diberi tumpangan gratis. Tapi memang kenyataannya seperti itu.

Selesai sarapan tiba-tiba Junior merengek. Katanya dia kebelet mau pup.

"Juan, ada yang ingin kami bicarakan.."

Sementara Junior lagi pup, Om Pram dan Om Rico mengajakku bicara di meja mini bar.

"Maaf, kalau kamu tersinggung. Tapi ---" Om Rico menyodorkan sebuah amplop kecil putih padaku.

"Apa ini, om?" aku penasaran. Aku buka amplop itu, dan cepat-cepat saja kukembalikan. "Aku tidak bisa menerimanya."

"Kamu pegang saja kartu kredit itu. Siapa tahu kamu ingin membeli sesuatu." kata Om Pram.

Aku geleng. "Tidak, om. Terima kasih. Apa yang kubutuhkan, sudah terpenuhi semua."

"Juan ---" Om Rico sedikit memaksa. Namun aku tetap menolaknya.

Aku sudah punya tempat tinggal, aku juga diberikan makan dan minum gratis, di antar dan jemput sekolah, dan lagi --- aku memang tidak membutuhkan apa-apa lagi.

Kami turun bersama ke basement. Cuma, kami naik mobil terpisah. Om Pram mengantarku, sedang Om Rico mengantar si kecil Junior.

Om Rico membetulkan rambutku sebentar. Lalu dia mendaratkan sebuah ciuman di pipiku.

"Belajar yang benar ya." pesan Om Rico.

"I -- ya." aku masih saja gugup.

"Da-dah, akak...!!"

"Dahh, Junior..."

Di sebelah mobil Om Pram yang terparkir, aku melihat mini cooper yang biasa dibawa Adnan ke sekolah. Aku tidak mungkin salah. Mobil itu memang mobilnya Adnan. Nomer platnya pun sama. Hanya saja, kenapa Adnan pergi tidak membawa mobilnya ya...?

"Gimana teman-teman di sekolah?" tanya Om Pram.

"Hmm... baik, om."

Aku ingin menanyakan Adnan, tapi aku gak enak hati. Nanti dikiranya aku terlalu ingin ikut campur masalah keluarga mereka.

Like Father Like SonWhere stories live. Discover now