Epilog

11.6K 455 15
                                    


Satu tahun kemudian

Suara adzan subuh berkumandang, tapi tetap saja tidak dapat membuat seorang pria yang asik bergelung dalam selimut itu terbangun. Biasanya dia akan selalu terbangun ketika mendengar suara adzan.

Tapi kali ini tidak, malam tadi pria itu cukup kesulitan untuk tidur karena tiba-tiba saja wanita kesayangannya lagi ngambek tanpa alasan, sampai tidak mau tidur bersamanya dan lebih memilih tidur bersama jagoannya. Itu yang membuat dia uring-uringan sejak semalam.

"Macih tidul Mi."

Bahkan suara pintu dan suara jagoannya tak dapat membuatnya membuka mata, rasanya sangat susah seolah ada lem yang menutup lekat bola matanya.

"Bangunin gih," bisik Beyca pada anak digendongannya. Ia menatap cemberut pada anak lelaki yang malah cengengesan dengan wajah belepotan, "Jangan dicolek-colek mulu cakenya atuh, bangunin Papi dulu baru bisa makan cakenya!" tegas Beyca, ia menurunkan anak lelaki berumur dua tahun lebih itu.

Beyca terkekeh saat anaknya dengan malas berjalan dan duduk di atas perut Aderald yang tidak terbalut apa-apa, kebiasan Aderald kalau tidur memang seperti itu.

"PAPI ANGUNNN!!!" teriakan cempreng milik Cikko membuat gendang telinga Aderald berdengung, pasalnya jagoannya itu berteriak tepat di samping telinganya.

Pria itu berdecak kecil, ia memangku tubuh mungil anaknya dan duduk dengan mata setengah terpejam. "Bisa gak, boncel bangunin Papinya rada manusiawi dikit?"

Ia mengerjapkan mata, dan menguceknya agar dapat melihat dengan jelas kedua orang di depannya.

"SELAMAT ULANG TAHUN PAPI!!"

Aderald melebarkan senyumnya, melihat istri dan anaknya yang berdiri sambil membawa cake ulang tahun untuk dirinya.

"Tiup dulu lilinnya."

Aderald mengalihkan tatapannya pada bolu coklat yang di atasnya terdapat angka 24, persis seperti umurnya yang kini bertambah. Aderald bahkan tak ingat jika sekarang ia berulang tahun.

"Ikko, mau iupp!!" pekik Cikko.

Aderald dan Beyca tertawa melihat tingkah menggemaskan anaknya itu, di umur satu tahun lebih enam belas bulan itu, Cikko memang sudah lumayan lancar berbicara.

"Sini, kita tiup sama-sama." Aderald menarik tangan Cikko pelan, mendudukan anaknya itu di sebelah pahanya, dan tangan kanannya meraih pinggang istrinya.

"Eits, berdoa dulu buat Papi." Beyca menjauhkan bolunya saat Cikko sudah mengembungkan pipi, hendak meniup lilin.

Balita itu langsung memajukan bibirnya kesal, ia mendelik tak suka pada Mami dan Papinya. Lucunya Cikko menaikan kedua tangannya ke atas, dengan terpaksa. "Ya allah, cemoga Papi cehat celalu, panjanggg umull, ndak peyit ama ikko, aamiiinnnnnnn!"

Aderald terkekeh dia mencium seluruh wajah anaknya dengan gemas, hingga membuat anaknya merengek kesal, Cikko memang tidak mau dicium olehnya, katanya geli sama kumis tipis Aderald. Ningkah banget emang anaknya itu, giliran dicium sama tante-tantenya paling depan.

"Giliran Mami yang doain Papi," kata Aderald, anak dan bapak itu keliatan kompak kalo soal menggoda Beyca.

Beyca tersenyum manis, "Selamat ulang tahun, panjang umur, sehat terus, dan makin sukses,"

"Satu lagi!"

Aderald menatap geli wanita itu, "Apa?"

Beyca mendekatkan diri ke telinga Aderald, "Makin cinta sama aku," bisiknya lalu terkekeh.

Aderald tertawa dan merangkul bahu istrinya, "Aku udah bucin, kamu tahu?" kekeh Aderald. Dia menunjuk pipinya sambil menaik turunkan alisnya, Cikko pun mengikuti apa yang Papinya lakukan.

B E Y C A [Completed]Where stories live. Discover now