Bab 12

2.8K 443 4
                                    

Baryindra Maliki. Ahmad


Dadaku bergemuruh, kepalaku sakit luar biasa. Saat membuka mata pandanganku kabur. Aku bangun dengan langkah tertatih saat mendengar keributan diluar pintu kamar.

Tungg? Kenapa aku bisa bangun di rumah ini?

Kenapa kamar yang kutempati berpindah tempat?

Ada apa ini?

"Kakek ada apa ini?," kataku sambil menghalau sinar matahari yang mengganggu mataku. Tunggu. Sejak kapan banyak cahaya di rumah ini?

"Anakmu Bary ! dia datang dan mengaku anakmu, gadis ini mengaku anakmu," jawab kakek sambil menunjuk seorang anak yang tersenyum misterius menatapku dan juga menatap kakekku.

Anakku? Sejak kapan aku memiliki anak?

"Sejak pagi dia menggedor pintu rumah, dan membangunkan seisi rumah, lalu mengambil gunting dari dapur," jelas kakekku panjang lebar dengan suara bergetar menahan marah. Napasnya terlihat sesak, beberapa kali terlihat memegang dadanya

"Aku... Aku.... Ini? Kenapa bisa anakku?" Ucapku terpana sambil memperjelas siluet anak di depanku dan memajukan langkah demi langkah. 

"Coba tanyakan pada dirimu, kenapa bisa?" sahut Kakekku lemah. Kulihat ia memilih duduk di kursi.

"Ka..kamu siapa? Apa yang kamu buat sepagi ini di rumah ku dan membuat keributan?" kataku sembari memandanginya dan seringai diwajahnya. Apa?? Dia mengejekku?

"Aku anakmu, kata orang sih. Tapi aku tidak mengakuimu."

"Anakku? Hahahaha. Nak, kamu bermain dengan orang yang salah. Pulang dan kembali ke Ibumu, dan simpan gunting itu di meja. Untuk apa gunting itu?"

"Aku gak mungkin salah. Buat apa aku datang disini? Oh dan gunting ini?? Emangnya buat apa? Yahh buat menggunting lah. Masa buat makan?"

"Tunggu, Kek. Ini....mana Ralik? Tumben dia tidak datang pagi ini, dan aduhh kenapa kepalaku sakit?"

"Aku tidak ingin mendengar apapun, cepat ambil gunting itu sebelum apa yang kutakutkan terjadi, Bary."

"Apa yang terjadi,kek?"

"Simpan tanyamu. Cepat ambil gunting itu, lalu bawa anak itu ke hadapanku secepatnya."

Aku tidak lagi memerhatikan ucapan kakek. Wajag gadis itu tidak terlihat jelas. Anehnya si gunting laknat terlihat jelas berubah menjadi sebesar gunting rumput. Ini..apa ini?

Oh...jangan...jangan..mending potong leherku..jangan arahkan pemotong itu di tanaman emas itu..kumohon.

"Tolong, dek, siapapun kamu. Biarlah kita bekerjasama. Singkirman gunting itu....dan....  Ya Tuhan...."

Aku menyaksikan seringainya saat satu daun besar tanaman kesayangan almarhumah nenekku, daunnya berhasil jatuh ke lantai. Kepalaku pusing, suara kakekku putus-putus. Ia berteriak dan meracau. Aku...aku...kepalaku sakit saat berusaha mendekatinya.

"Apa? Kalian marah hanya karena satu tanaman ini?"

Ya Tuhan. Andai dia tahu harha tanaman itu bahkan lebih bernilai dari rumah ini bagi kakekkku. Katanya ia bisa membangun rumah, tapi tidak bisa mencari Aglaonema dengan lima warna pada daunnya. Dan itu adalah tumbuhan kesayangan peninggalan nenekku. Siapa gadis ini?? 

Panggil polisi. Mana handpone ku?  Ralik mana Ralik?

"Aku akan kembali saat kamu sadar dan mengakui kesalahanmu, dan jangan harap aku bakalan mau ya, mengakui kamu jadi ayahku. Najis."

Bara di mata BaryWhere stories live. Discover now