Bab 23

2.7K 376 2
                                    

23-

Raguan

 

Aku mempercepat langkahku saat memastikan professor Barat juga tengah ikut berjalan di belakangku. Tapi, aku tidak berharap Baryndra juga akan mengikutiku. Beberapa kali aku hampir tejatuh dan berkali pula Profesor barat menahan lenganku, dan berkali-kali pula batuk Bary mengganggu indra pendengaranku.

“Aku rasa kamu punya pengagum berat Gu.”

“Yah seperti yang Profesor lihat, tapi jangan tampakkan apapun. Bisa- bisa dia Geer saat tahu kita lagi bicarain dia.”

“Kenal di mana Gu?”

Ingin rasanya aku mengatakan pada Prof Barat hal yang sebenarnya, tetapi ada suara dalam hatiku yang meminta untuk menutupnya rapat-rapat. Belum saatnya aku memberi tahu siapapun kebenarannya. Aku tahu Bary memang harus tahu, tetapi jauh dari dasar hatiku, semua tentang kami sudah berakhir sejak dia meninggalkanku sendiri. Semua berakhir. 

“Teman lama Prof, kami kenal udah lama.”

“Gu…”

“Ya prof?”

“I thing….ehhmmm… aku familir dengan mata temanmu tadi, aku seperti melihat mata anakmu, Dinar,” cetus Prof Barat pelan ditelingaku, sebelum akhirnya memilih mendahuluiku. Dan kami sampai di tenda relawan lalu bergabung bersama beberapa tim. Sejak mendengar pernyatan itu langsung dari Profesor Barat, aku tidak lagi melirik ke arah Baryndra, karena aku tahu dia sejak tadi terus memata-matai aktifitasku dengan Profesor Barat meski dari jauh. Dan aku bersyukur tidak perlu diminta menjawab pernyataaan darinya, aku bersyukur dia memberiku waktu tentang itu. Karena jujur tidak ada yang perlu kujawab juga jika dia menuntut menjawab mengenai itu.

 

Aku meninggalkan Baryndra dan beberapa tim relawan lainnya sesaat setelah aku mengucap pamit. Aku lalu mengajak Profesor Barat berjalan sejauh lima puluh meter dan mengenalkannya dengan teman-teman dari kampus. Aku menyempatkan diri berbaur dan menyapa beberapa relawan tenaga medis yang kukenal di tempat pengungsian dan menemukan satu sosok yang tak asing di tenda, aku mengenalnya sebagai sosok wanita yang menerobos antrian saat kami berada di Mamuju tiga hari yang lalu. Bedanya sekarang wajahnya lebih terlihat ceria. Artinya, bisa saja dia telah menemukan anggota keluarganya bukan? Mengingat ini adalah hari ke enam pasca bencana. 

Dari informasi yang kudengar saat ini akan dibangun ratusan tenda sumbangan dari pemerintahg Turkey yang letaknya di belakang kantor Badan Meteorology, Klimatologi, dan Geofisika. Ada banyak pasukan TNI yang berjaga dan selalu sigap membantu pengungsi. Aku selalu menaruh hormat berlebih atas dedikasi anggota TNI saat-saat genting seperti ini. 

Melihat bagaimana cara mereka mengakomodir keseluruhan situasi dan mengambil alih komando di beberapa titik menunjukkan betapa dibutuhkannya kesolitan sebuah tim dengan kemampuan dan pelatihan khusus dalam mengurangi dampak bencana. Idealnya, jika para anggota TNI tidak memiliki keteguhan dan terbiasa, serta terlatih bertahan di situasi serba terbatas, dampak bencana pasti akan lebih daysat dari pada yang kita lihat.

Sebelumnya aku sudah berdiskusi dengan beberapa anggota Tim jika posko di Kota Palu akan berdiri di pengungsian Balaroa, sedangkan dua posko lainnya akan berdiri di kabupaten Sigi. Ada beberapa titik lokasi pengungsian tersebar di kota palu menurut laporan Kadar, tapi kami mengambil tiga dengan jumlah pengungsi terbesar, setidaknya bisa mewakili sample dalam penelitian serta memaksimalkan bantuan dan edukasi nantinya. 

“Gu, aku udah ngomong sama pak lurah dan kepala Puskesmas, katanya kita bisa pakai satu tenda utama, selain tenda kita sendiri. Nanti lokasinya persis samping tenda ramah perempuan, sama posko utama TNI. Di sana bakalan di dirikan lima ratus tenda, Gu, uda dua ratusan yang jadi.” Kata Kadar setelah melihat professor Barat akhirnya meminta undur diri karena ingin menyapa beberapa kawannya di tempat lain lalu kembali ke tendanya.

Bara di mata BaryOù les histoires vivent. Découvrez maintenant