Bab 25

2.8K 404 4
                                    

25-60

Baryndra


Aku menelan dengan sulit. Seolah dengan menelan semua yang ingin kukatakan bebanku berkurang. Ternyata tidak. Bulir pada pelipis Guan entah mengapa masih mengalir. Mataku kembali terjebak dengan pemandangan nista. Astaga Baryndra kendalikan dirimu. Kendalikan. 

Aku kembali berdiri dan mencari selimut yang kugunakan, entah apa yang terjadi pada Guan, yang jelas keadaanya sedang tidak baik-baik saja.

“Leran..Leran…Bang..anakku..”

Dadaku berkecamuk. Hatiku Sakit seperti ada yang mencengkram, apakah yang terjadi sebelum kamu pingsan Gu?  Aku kembali memperbaiki letak selimut  Guan saat kurasakan sebuah tarikan pada badanku. Antara percaya dan tidak, satu yang pasti jika Guan makin menyeretku dalam kubangan lumpur. Sekarang bukan hanya mataku yang telah melihat harta Guan, badanku melekat sempurna pada badannya, dadaku berdesir pangkat berontak karena ikut merasakan harta keramat milik Guan.

Kira-kira apa yang bisa kuperbuat jika keadaanya seperti ini, Ya Tuhan. Setengah terpaksa aku bangkit dan melepas pelukan guan. Kali ini tak bisa kulawan keinganku menyentuh keningnya dengan bibirku, dan berlanjut di hidung kemudian di bibirnya. Biarlah kali ini aku mengambil kesempatan, aku tidak tahu akan ada lain kali jika itu berhubungan dengan Guan. Mungkin karena aku menyadari akulah yang salah karena meninggalkannya belasan tahun yang lalu.

Saat akan bangkit pintu kamar terbuka, kusaksikan bola mata Ralik yang hampir saja keluar dari tempatnya.

“Bos…tahan bos. Ingat nasib kami Bos. Ingat perusahaan bos, bos bisa dituduh melakukan pelcehan sesksual, Bos. Please bos,” ujarnya setengah berbisik. Aku berdiri dan mengambil waktu beberapa detik sebelum memutuskan melepas baju yang kukenakan. Aku tahu Ralik makin gelisah memandangiku. Memangnya dia pikir aku berani melakukan hal keji seperti ini? Tentu aku lebih memilih melakukannya dengan Guan di saat dan tempat yang tepat. Bukan pada saat ini.

“Otakmu sebenarnya harus di cuci, Lik. Aku hanya ingin mengganti bajuku dengan baju yang menyerap keringat. Kipas angin ini tidak mempan,” kataku dengan mata tetap tidak lepas dari Guan.

“Syukurlah bos, oh iya, aku sudah mengabari Tim Guan, mungkin ada beberapa yang akan kesini melihat kondisinya.”

“Lik, aku ingin tanya, apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?”

“Maksud Tuan?”

“Ck, aku lebih nyaman kalau kamu panggil Bos. Tuan terlalu norak. Aku bukan tuan tanah,” protesku setengah menghardiknya. “Aku hanya minta kamu jujur. Apa benar dulu Guan segera meninggalkan pulau setelah aku meninggalkannya?”

“Eee…sesuai yang aku sampaikan bos.”

“Iya apa yang kamu sampaikan?”

“Yang bos bilang, kalau Bu Guan segera meninggalkan pulau begitu bos pergi.”

“Tidak ada yang lain? Kondisi atau keadaannya? Apakah dia sempat dirawat di Rumah sakit?”

“Maaf bos, kalau soal itu jujur aku tidak tahu menahu.”

“Baiklah. Hari udah hampir malam, kabari aku jika salah seorang dari tim Guan datang. Biar aku yang menjaganya.”

Bara di mata BaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang