2. Reano Abazar

49 21 24
                                    

"Jantung Asha kenapa? Apa Asha punya penyakit dalam? Ish Naudzubillah. Pasti ini gara-gara Kak Rean."

~Hafasha

______________________________________________

"Kak Rean."

•••

Setelah aku dan Aini masuk kedalam ruangan OSIS itu. Di sana, aku melihat seseorang yang setahun ini berwarna di hatiku. Tuhan, entah kau buat dia dengan apa sampai setampan ini, dengan cara ia duduk di atas meja dan tertawa karena lelucon teman-teman nya, sungguh manis.

 Tuhan, entah kau buat dia dengan apa sampai setampan ini, dengan cara ia duduk di atas meja dan tertawa karena lelucon teman-teman nya, sungguh manis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Diatas adalah ilustrasi gambar nya kak Rean lagi duduk. Anggap aja itu meja bukan sofa:v lihat cara duduk dan cara dia melihat Hafasha dan Aini saja yah(:)

Sadar akan hadirnya aku dan Aini, semua pasang mata yang ada di ruangan ini menatap kami, tak terkecuali Kak Rean si most wanted SMA Galaksi. Ketua OSIS, ketua basket, ketua kelas 12 IPA 1 yang isi kelasnya anak-anak ber-IQ tinggi. Sungguh nikmat mana lagi yang engkau dustakan wahai umat.

"Ada apa?" tanya kak Rean padaku dan Aini, aku menunduk tidak sanggup menjawab dan tidak sanggup melihat wajah kak Rean yang begitu tampan. Masya Allah.

"Ehehe, maaf kak, itu anu--" belum selesai yang akan Aini jelaskan, penjelasannya sudah dipotong oleh seseorang yang baru datang. "Kasih hukuman Re!" Dengan lantangnya lelaki dibelakang kami berujar seperti itu, semua mata kini menatap lelaki yang berujar tersebut. "Kenapa?" tanya kak Rean bingung.

Sudah pasti dia bingung, sedang asik-asiknya tertawa bersama teman-teman. Aku dan Aini datang, dan gak lama Kak Fathan berseru menyuruh kak Rean menghukum kami. Aku bisa melihat kak Rean mengernyitkan dahi nya, "hukum?" gumam kak Rean.

"Ck. Iya," ujar Fathan malas.

Aku melihat kak Rean berdiri tegak menghadap kami berdua yang tengah menunduk takut, yang aku lihat kedua tangan kak Rean dimasukkan kedalam kantung celana bahan nya. Aku berusaha menelan air salivaku rasanya seperti ada yang aneh aja lihat kak Rean seperti itu. Ketampanannya sungguh indah.

"Alasannya kenapa?" tanya kak Rean.

Dan aku mendengar kak Fathan tengah menceritakan kronologis kejadian nya, ini salah Aini, sedang hikmat upacara dia malah menarikku untuk pergi ke UKS. Setelah mendengar semua, kak Rean menatapku dan Aini. Tidak lama kak Rean berujar.

"Kalian berdua bersihin sampah-sampah yang ada di lapangan!" Suara kak Rean terdengar begitu tegas, dan sukses membuat hatiku berdetak kencang. Dengan suaranya yang khas seorang lelaki, dan aku yakin jika Aini pasti juga terpana akan suara itu.

"I-iya kak," ujar kami berdua setelah sekian lamanya diam.

"Kalian boleh keluar!" ujar kak Rean.

Kami pun mengangguk, dan berucap terima kasih, setelahnya membalikkan badan. Kak Fathan melihat kami berdua dengan kedua tangan didepan dada, sembari menaikan kedua alisnya. "Lain kali jaga sopan santun yak adek maniisss," ujar kak Fathan.

"Iya kakak."

Setelah nya kita benar-benar keluar dari ruangan OSIS itu.

•••

Hafasha dan Aini saat ini tengah memunguti sampah-sampah yang ada di lapangan sekolah. Syukur nya hukuman yang mereka dapat tidak berat, dan syukur nya lagi, sampah yang ada di lapangan tidak banyak.
Setelah selesai mengerjakan hukuman, Hafasha dan Aini berlari menuju ujung lapangan, disana sudah ada Zahra yang tengah duduk memegang dua botol air dingin.

"Huuh." Suara helaan nafas Hafasha terdengar, ia duduk disamping Zahra.

"Nih minum!" tawar Zahra, ia tersenyum dan meraihnya, "terimakasih," balasnya.

"Nih buat lu Ai," ujar Zahra sembari memberikan botol minum, "Ngokey, thanks." Zahra hanya mengangguk.

"Btw, kok gua gak lihat Kak Andi ya. Kemana dia?" tanya Aini entah kepada siapa, Hafasha dan Zahra saling pandang, dan mereka mengangkat kedua bahunya tidak tahu.

"Enggak tahu, kenapa?" tanya Hafasha penasaran.

"Kagak ngapa sih, cuma ya, biasanya kan dimana ada Kak Angga dan Kak Rean sudah pasti disana ada Kak Andi," ujar Aini menjelaskan.

Hafasha hanya bisa mengangguk membenarkan, tiba-tiba... "Alah modus lu! Lu nyariin Kak Andi kan?" tuduh Zahra ke Aini, Hafshah yang melihat akan terjadinya perdebatan hanya bisa diam menatap Aini dan Zahra sembari duduk sila menghadap mereka.

"Ya-ya gak gitu tolol! Enggak lah. Ngapain juga nyariin Kak Andi, dih alah," elak Aini sembari melipat kedua tangannya di dada, "alah laga lu sok Sokan Maimunah!" kesal Zahra.

Tengah asik-asik bercanda ria tiba-tiba Rean, Angga, dan Fathan datang menghampiri mereka. Hafasha, Zahra, dan Aini mengernyitkan dahinya.

"Ada apa kak? Kita dihukum lagi?" tanya Aini waspada. Rean membalas pertanyaan Aini dengan wajah datarnya.

"Gak. Cuma mau balikin ini." Rean menunjukan sapu tangan biru, itu milik Hafasha, ia sadar akan itu langsung merebutnya, "Ini punya saya kak. Kok bisa sama Kak Rean?" tanya Hafasha bingung sembari berdiri di depan Rean. Rean menengadah kepalanya ke atas dan terlihat enggan melihat wajahnya dan menjawab pertanyaan.

"Bukan Rean yang nemuin, tapi Fathan. Pas lu mau balik sapu tangan nya jatuh." Yang menjawab pertanyaan Hafasha bukanlah Rean melainkan Angga, penjelasan Angga membuat Fathan yang disampingnya mengangguk.

"Terimakasih kak Fathan," ujar Hafasha dengan senyum yang manis, Rean memalingkan wajahnya, ketika senyum itu hadir. "Re, ayok!" ujar Angga.

Rean mengangguk dan sebelum pergi Rean menatap Hafasha, setelahnya tanpa banyak bicara Rean pergi meninggalkan mereka bertiga, yang tengah menatap dirinya. Bahu Hafasha ditepuk kencang oleh Aini.

"Sumpah! Demi apa? Gua gak salah liat kan ya, seorang Reano Abazar bisa ngomong kaya gitu! Wah Deabak!" ujar Aini heboh, Hafasha memegang dadanya yang berdetak kencang.

"Kak Zahra, aku gak mimpikan?" tanya Hafasha  dengan tatapan yang mengarah ke depan, dengan wajah syok sembari memegang erat sapu tangan yang sempat disentuh oleh Reano.

"Enggak, lu gak mimpi. Ini nyata, Real." Zahra menepuk bahu Hafasha pelan, ia tersenyum manis ketika melihat ada semburat merah di pipinya.

Zahra tersenyum melihat Hafasha tersenyum salah tingkah.

Aini dengan iseng menyolek pipi merah Hafasha dengan niatan menggoda.

"Ciee pipinya merah, cie ciee Ahahahah." Tawa Aini dan Zahra menggelegar ketika melihat Hafasha semakin salting.

"Ish! Kalian buat aku malu aja. Udah ah."

"Ahahahah padahal cuma balikin sapu tangan, sampe baper parah. Ahahahah aduh perut gua sakit anjir ahahahah."

"Oh iya, Zah. Tadi ada Kak Angga, gimana tuh," ujar Aini berganti menggoda Zahra, setelah tawanya mereda, Zahra memasang muka datar. "Gak papa. Kenapa?"

"Alah tai kali ah, deg-degan pasti tuh ahahahah." Tawa Aini sukses membuat Hafasha dan Zahra mendelik tajam.

"AINI!" pekik Hafasha dan Zahra bersamaan.

"AMPUUUN GEESS, AHAHAHAHAHAH." Aini berlari menjauh dari Hafasha dan Zahra yang dia yakini akan ngamuk.

TBC

Jangan lupa votenya yah. Bayar parkir btw ahahahah🤣
N

EXT PART GEEES-!!(: kasih semangat kek😭

REANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang