16. Latihan

12 4 0
                                    

Rean berdiri menjulang di depan pagar rumah sederhana milik Hafasha, dengan satu tangan kiri di masukan pada saku celana, dan kanan menenteng helm. Kejadian di kantin tadi masih terngiang-ngiang di pikirannya, dia benar-benar tidak habis pikir akan tindakan Naya.

Dua menit berlalu, Rean hanya berdiri di sana, sampai tiba sebuah motor memberikan klakson padanya. Motor itu berhenti lalu sang empunya membuka helm. Rean menatap penuh pada sosok berseragam putih biru itu.

"Lu, Bang Rean?" tebak anak remaja itu.

Rean mengernyitkan dahi, tahu dari mana namanya? Rean mengangguk, "iya, gua Reano."

Geo melotot girang, "Waahhh! Ternyata seganteng ini! Pantesan aja Kak Asha kepincut. Lu, ngapain bang di mari?" tanya Geo, turun dari motor lalu membuka pagar rumahnya. Rean masih terdiam, dia jadi ingat waktu mengantar Asha pulang ketika hujan, ada remaja laki-laki yang berdiri dengan payung di tangannya. Jadi, ini yang namanya Geo?

"Gak, ngapa-ngapain." jawab Rean singkat.

Geo menghampirinya lalu tersenyum, "mau mampir dulu ga bang? Ngopi bareng gitu hehe, biar makin deket!" Geo mengajak Rean untuk masuk rumah. Rean pun tidak bisa menolak karena sudah lebih dulu di tarik.

"Bentar, gua bawa motor dulu," Rean putar balik lalu membawa motornya masuk ke pekarangan rumah.

Geo tidak berhenti senyum, kira-kira kakaknya tahu ga ya, kalau Reano ada di sini?

"Ayo bang, masuk aja. Kayanya kak Asha belum pulang, mungkin lagi belanja. Soalnya ada Kak Aini dan Kak Zahra mau nginep." Geo mempersilakan Rean duduk di sofa dan berlalu ke dapur untuk mengambil minum dan cemilan.

Rean menatap sekeliling, rumahnya kecil tapi terasa nyaman. Ruang tamu Hafasha adalah bentuk kamar pribadinya. Tidak lama, Geo datang dengan minuman serta cemilan.

"Bang Rean, dari tadi di depan pagar?" tanya Geo. Geo itu anaknya ramah, walau terlihat irit bicara, cuek, tapi dia akan mudah akrab dengan laki-laki.

Rean tersenyum, "baru 2 menit tadi. Lu masih SMP? Gua pikir adiknya Hafasha udah SMA, seangkatan sama dia."

"Kagak bang, gua sama kak Asha beda 4 tahun sebenernya, cuma gua kecepatan sekolahnya hehe."

"Di minum dulu bang, keburu adem lagi kopinya."

Rean mengangguk dan meminum kopi itu. Sekarang sudah pukul lima sore dan Hafasha belum juga pulang. Tidak lama kemudian terdengar suara bising dari luar, sepertinya yang di tunggu-tunggu datang juga. Geo berdiri lalu membuka pintu, terlihatlah Hafasha, Aini, dan Zahra dengan tangan mereka menenteng banyak bahan masakan.

"Di depan motor siapa?" tanya Hafasha.

"Kakak lihat aja sendiri di dalem," ujar Geo, sok misterius.

Geo membantu mengangkat plastik yang berisi bahan masakan, lalu berlalu dari hadapan Hafasha.

Terlihatlah dari ambang pintu, di sana, di ruang tamu ada sosok laki-laki tengah berdiri. Menatapnya.

"Ish! Minggir anjir, ngalangin jalan aja heran," gerutu Aini. Ketika Aini melangkah melewati ruang tamu, dia baru tersadar ada orang lain, selain mereka di rumah Hafasha.

Rean berdeham, Aini menoleh.

"KAK REAN?!" pekiknya. Zahra dan Geo sampai terkejut, Hafasha melongo.

"Re, lu ngapain?" tanya Zahra.

"Main." jawabnya.

Hafasha, Aini, dan Zahra menghampiri Rean, lalu duduk di sofa. Di susul Geo yang baru saja kembali setelah meletakkan semua bahan masakan.

"Tadi, Geo lihat bang Rean, di depan pagar rumah," ungkapnya.

"Hah? Ngapain?" tanya Aini, dia celingukan mencari sesuatu, biasanya di mana ada Rean, di sana ada Andi dan Angga. Tapi, sepertinya tidak ada batang hidung dua kakak kelasnya itu.

"Gua ke sini sendiri, Andi sama Angga ada urusan."

Aini gelagapan, karena Rean menyadari tingkahnya, "Hehehe, iya kak." Zahra menepuk paha Aini, memperingati untuk jaga image di depan Reano.

Suasana menjadi hening, Hafasha memutuskan untuk ke dapur sebentar.

"Kak Rean, ngapain ke sini ya?" gumamnya.

"Gua cuma mau lihat lu doang Sha." Hafasha tersentak ketika merasakan punggungnya membentur dada bidang seseorang. Dia membalikan badan dan terkejut, "K-Kak Rean? Mu-munduran!" pinta Hafasha sembari mendorong pelan dada Rean yang begitu dekat dengannya.

Rean mundur, lalu tersenyum tipis, "Lu, yakin udah baik-baik aja? Udah ga sakit kepalanya?" Hafasha berdeham, lalu menatap Reano yang menjulang tinggi di depannya.

"Ba-Baik kak."

"Kalau Naya bully lu lagi, lapor ke gua ya."

Rean sendiri sebenernya bingung dengan dirinya. Kenapa dia begitu perduli pada Hafasha. Yang jelas, entah kenapa, setiap melihat Hafasha atau bersama Hafasha, Rean merasa dunianya berwarna. Dia juga sangat tahu bahwa Hafasha sejak MOS waktu itu, sering kali mencuri pandang dengannya.

Sampai akhirnya, Rean memutuskan untuk mencari tahu siapa Hafasha. Setelah mendapatkannya Rean mulai berani mendekati Hafasha, tapi sepertinya Rean tidak bisa mengajak Hafasha pacaran. Rean tersenyum miris setelah menyadarinya.

"Iya kak Rean, terima kasih."

"BANG REAN PONSELNYA BUNYI NIH!" pekik Geo. Rean menoleh sekilas ke sumber suara, lalu balik menatap Hafasha. "Kayanya gua harus pulang. Kalau begitu gua pamit, terima kasih kopi dan cemilannya." Rean tersenyum lagi.

Rean melangkah menuju ruang tamu, di mana semuanya ada di sana, Geo memberikan ponsel Rean, lalu Rean mengangkatnya. "Iya?"

"Datang ke markas sekarang."

Angga meminta Rean ke markas, Rean tahu kenapa dia harus ke sana. Malam ini dia dan yang lainnya harus berlatih untuk balapan nanti.

"Kalau begitu, gua pamit. Terima kasih Geo. Permisi," ujar Rean.

"Gila, kok Kak Rean bisa ada di rumah Hafasha? Jadi penasaran gua," ujar Aini sembari melihat Rean yang mulai menghilang di balik pintu.

"Entah, biarin aja," jawab Zahra.

"Ya udah, ayo ke dapur langsung masak. Dikit lagi mau Maghrib." Zahra menarik tangan Aini untuk mengikutinya. Menyusul Hafasha yang sudah menyiapkan peralatan dapur.

Tinggallah Geo di sana, dengan wajah yang berubah menjadi datar ketika Rean menghilang dari pandangannya. Geo mengetahui Rean, sebenernya dia masih belum percaya bahwa yang akan melawan dia di arena balapan adalah Reano.

Tadi, saat di jalan menuju rumahnya, dari kejauhan Geo sudah melihat Reano berdiri di depan pagar rumah selama 2 menit. Dia berusaha untuk terlihat biasa saja, karena dia tidak mau Reano mencurigainya, Geo rasa Reano belum tahu siapa lawannya nanti. Saat ponsel Reano berdering, dia tahu siapa yang menghubungi Reano, Geo pikir malam ini Reano akan latihan untuk balapan nanti.

Geo membuka ponselnya, lalu mengabari bahwa dia baru bertemu Reano pada Araski. Geo menyeringai.

"GEO, TOLONG PASANGIN GAS DONG!" pekik Aini.

"Berisik banget tuh cewek, heran. IYAAA."

•••

Di sini Rean berada, arena balapan. Dengan gagahnya dia menunggangi motor, bersiap untuk latihan. Kali, ini Fathan dan Bryan yang menjadi lawan latihannya.

"Re, ingat. Lu harus fokus, tujuan lu adalah mengalahkan anak buah Araski. Apapun hasilnya gua ga akan nyalahin lu, tapi gua berharap banyak sama lu Re," Angga memberikan petuah, lalu menyingkir dari garis arena, Rean, Bryan, dan Fathan sudah bersiap.

Suara kenalpot memekakkan telinga itu membuat suasana ricuh, padahal hanya latihan, tapi suasananya sudah tegang seperti ini. Dan dalam hitungan ke 3 motor mereka melaju dengan kencang.

"Geovano Deandra Saputra," gumam Reano.

TBC...

REANOWhere stories live. Discover now