15. Sisi lain Reano (1)

19 4 5
                                    

Happy reading sayang!

•••

Kini anggota inti PANTHER tengah beristirahat di kantin. Mereka punya tempat khusus untuk berkumpul, tidak ada satupun yang berani duduk di tempat yang sudah di klaim Angga si ketua Geng. Dan kantin hari ini juga cukup ramai tidak seperti biasanya.

"Pada mau pesan apa?" tanya Farel.

"Samaain ajalah semuanya," ujar Bryan.

"Oke."

"Re, kapan mau latihan? Balapanya tinggal seminggu lagi." ujar Angga. Ya, balapan melawan Geo anggota DARK BLOOD akan di adakan seminggu lagi. Dan Rean belum latihan sama sekali, walau sebenernya itu ga perlu, karena Rean sudah jauh lebih jago dalam bermain motor.

"Besok, mumpung libur." jawab Rean.

"Eh eh, lihat itu!" Fathan menunjuk ke arah gerombolan anak perempuan, sepertinya ada keributan di sana. Mereka juga mendengar desas-desus tentang keributan itu.

"Hafasha kayanya sial terus deh, udah berapa kali dalam satu bulan ini, dia kena bully Naya." ujar salah satu di antara 3 siswi itu.

"Iya, kasihan. Kak Zahra juga ga kelihatan, kalau ada dia pasti Hafasha gak akan ada yang berani deketin."

"Menurut, gua Hafasha ga akan bisa tenang sekolah di sini, karena secara lu pada tahukan siapa Naya Elara Rania? Orang tuanya salah satu donatur di sekolah ini."

"Hu'um, gua tahu. Dan gua juga tahu kenapa Hafasha bisa di bully Kak Naya." ujar siswi ke dua.

"Kenapa?" tanya siswi pertama.

"Hafasha berhasil ambil alih perhatian kak Rean!"

Rean mengerjakan mata, jadi yang ada di depan sana Hafasha? Rean segera bangkit dan melihat apa yang terjadi.

"Kak Naya! Sakit, lepasin!" Hafasha mencoba melepaskan tangan Naya dari rambutnya. Ini sakit. Semua orang yang ada di kantin hanya memperhatikan tanpa membantu. Aini pun masih ada di kelas karena dia sedang malas ke kantin, jadinya dia menitip makanan saja pada Hafasha.

Tapi, ternyata sedari tadi Naya sudah menunggunya, ketika Hafasha membawa makanan untuk dia dan Aini, dari belakang, Hafasha di kejutkan dengan keberadaan Naya dan antek-anteknya.

Entah kesalahan apa yang dia lakukan hari ini, tapi Naya langsung menarik rambutnya keras.

"Gua udah bilang, jangan caper ke Rean! Lu gak ngerti bahasa manusia, hah?"

Hafasha menitikkan air mata, dia memejamkan mata erat, Hafasha niat sekolah di SMA Galaksi untuk menuntut ilmu, bukan ribut. Hafasha pikir jika dia pindah sekolah, dia akan hidup tenang, tapi ternyata dugaanya salah. Hafasha akui dia masih sesekali cari perhatian Reano, tapi Reano yang mendekatinya bukan Hafasha.

"Lu tuli?! Jawab gua anjir! Udah beberapa kali gua lihat lu dekat bahkan pulang bareng sama Rean! Maksud lu apa deketin dia?" Naya sangat emosi, terlihat dari matanya yang memerah bukan karena ingin menangis, tapi marah.

Sella dan Violet, hanya menatap biasa saja, berpikir ini hanya masalah kecil. Beda dengan Keana, yang memang sedari kemarin dia sudah menolak keras tindakan Naya. Sebenci itu Naya pada Hafasha yang selama ini tidak pernah mengganggu nya.

Keadaan yang ricuh tiba-tiba menjadi hening, aura sekitar pun berubah menjadi dingin. Naya yang masih menarik rambut Hafasha melihat sekelilingnya. Setelah menemukan siapa yang membuat suasana menjadi hening dia terkejut.

Lalu melepas tangan nya dari rambut Hafasha. Dari kejauhan terdengar pekikan keras dari seseorang.

"ASHA!" Aini mendekat lalu memeluk Hafasha, "Ya, Allah Sha. Apa yang terjadi?" Aini menarik Hafasha untuk berdiri lalu mendudukinya di bangku kantin. Semua orang masih menatap Reano dan Naya yang sedang bersitegang.

Andi, Angga, Vano, Fathan, Bryan, Kenzie dan Farel menyusul Reano, mereka mencoba menjauhkan Reano dari Naya, jangan sampai ada insiden seorang Ketua OSIS, Reano Abazar bermain tangan pada sekarang gadis lemah seperti Naya.

"Re, a-aku bisa jelasin. Kamu dengerin aku ya." Naya membujuk Rean agar tidak memarahinya. Dia teman dekat Rean sedari kecil, Naya tahu bagaimana Reano jika tengah emosi. Itu, sangat menyeramkan.

Rean masih terus menatap datar mata Naya, ada emosi yang tertahan di sana. "Re, u-udahlah kita selesaikan dengan cara baik-baik ya, yok ke ruang OSIS." Andi mencoba membujuk Reano untuk menahan emosinya. Dia tahu, Rean tengah menahan emosi itu mati-matian.

"Jangan cuma karena lu perempuan, gua takut untuk mukul lu, Naya." Semua orang terdiam dan tanpa sadar menahan nafas. Itu, beneran Reano Abazar? Laki-laki berprestasi, ketua OSIS, dan laki-laki yang di sanjung banyak guru serta siswa-siswi SMA Galaksi?

Naya tersentak ketika mendengar kalimat itu dari Rean, bodoh, seharusnya dia bisa menahan diri untuk tidak meluapkan emosinya di sekolah yang di mana semua ruang lingkup sekolah ada mata-mata Reano.

Semua bernafas lega ketika Rean pergi meninggalkan kantin, Hafasha sudah di bawa ke UKS sama Aini, jadi mereka tidak tahu apa yang terjadi setelah mereka pergi.

Di UKS, Aini memberikan minum pada Hafasha, lalu mengelus rambut yang dijambak Naya tadi. "Maaf, ya Sha. Seharusnya gua temenin lu ke kantin," ujar Aini.

"Enggak, apa-apa. Bukan salah kamu juga. Akunya aja yang lemah." Hafasha tersenyum getir.

Tengah asik tertawa, tiba-tiba pintu UKS terbuka dan muncullah laki-laki yang di sebutin Naya tadi. Dia tidak sendiri ada Andi dan Angga di sana. Aini menatap Hafasha dan Rean secara bergantian. Lalu pamit keluar mengikuti Angga dan Andi, biarkan Reano berbicara empat mata pada Hafasha.

Hafasha menahan nafas, ketika rambutnya di usap lepas. "Sakit?" tanya Rean.

"Enggak, Kak."

"Gua minta maaf, gua tahu ini ada sangkut pautnya sama gua."

"B-Bukan salah kak Rean kok."

"Eum ya udah, pulang sekolah masih mau bareng gua kan?"

"Maaf, Kak Rean. Asha pulang bareng Aini." Hafasha berbohong, dia gak mau sampai kejadian seperti tadi terulang lagi. Rasa sakit di kepalanya masih terasa.

Rean menghela nafas, lalu mengangguk. "Oke."

Setelah itu, Rean pamit keluar dan masuklah Aini. "Kak Rean, ngomong apa?"

"Cuma, minta maaf."

"Oh, btw dapat pesan dari Kak Zahra. Malam ini mau nginep di rumah lu, gimana?"

"Boleh aja."

"Oke!"

Hafasha menyipitkan mata, Aini seperti tengah salah tingkah. Kedua pipinya juga memerah. "Ai, kamu baik-baik aja?" Hafasha menangkup wajah Aini.

"Merah gini, kenapa?"

Aini melotot, lalu menepis pelan tangan Hafasha, "Bu-bukan apa-apa! Eum nanti aja ceritanya." Astaga, apakah ketara sekali jika dia tengah baper? Ini semua salah Kak Andi! Kenapa pula, dia sok romantis kaya gitu tadi.

"Ai, Minggu free ga?" tanya Andi sembari menarik turunkan alisnya.

"Gak tahu, kayanya engga deh, mau nginep di rumah Hafasha soalnya."

"Yah, padahal gua niat mau ajak nonton bioskop. Tenang aja, gua yang traktir." Andi tersenyum menggoda.

"Hah?! Kak Andi ngajakin aku nonton?" tanya Aini tidak percaya.

"Iya, gua ga boong. Tapi, kalau emang gak bisa lain waktu aja gimana?"

"Eum... Boleh." jawab Aini gugup.

"Lucu banget si bocil satu ini!"

Deg.

Andi sialan! Bisa-bisanya dia mencubit kedua pipi Aini. Ingatkan Andi, bahwa mereka tidak berdua, tapi ada ANGGA! Aaaaa malu!

TBC...

REANOWhere stories live. Discover now