17. Kiss?

14 4 3
                                    

Rean pulang di jam 2 dini hari, lalu kakinya memasuki rumah yang sudah gelap. Rean mengedarkan pandangan, melihat sekeliling apakah Bi Inah sudah tidur atau belum. Jika belum, habis sudah dia akan kena marah pengasuhnya itu.

Rean mengendap-endap pelan menaiki tangga, belum sampai di tangga teratas lampu ruangan tiba-tiba hidup, Rean terpaku lalu membalikan badan 180° dia bisa melihat di bawah sana Bi Inah tengah berkacak pinggang. Tangannya bergerak meminta Rean turun menghadapnya.

Rean pasrah, lalu kembali turun menuju ruang tamu, di sana Bi Inah tengah duduk sembari meminum air dingin, pantas saja dia tidak menyadari keberadaan Bi Inah, wong keadaan ruangan juga gelap. Jadi, Lebih murah n k4tidak terlihat bahwa Bi Inah ada di sana sedari tadi menunggunya pulang.

Rean siap mendapat petuah serta di interogasi. Kemungkinan akan selesai jam 4 subuh.

Rean duduk di samping Bi Inah, kalau seperti ini, Bi Inah terlihat bukan seperti pengasuhnya, tapi sepertinya ibu kandung.

Ah, dia jadi merindukan Mamahnya yang ada di luar Negri, entah kapan Beliau akan pulang. Saatnya introgasi di mulai.

"Kenapa baru pulang?"

"Main."

"Sampai lupa waktu?"

"Iya, maaf."

"Main apa?"

"Eum itu..."

"Balapan?" Bi Inah menebak dengan tepat sasaran, Rean tentu saja kaget, Bi Inah tau dari mana Rean pergi balapan?

"Bi--"

"Jawab aja."

"Iya. Latihan balapan sama teman-teman."

"Den, tahu gak Bi Inah khawatir?" Tiba-tiba suara Bi Inah terdengar bergetar. Apakah Rean tidak tahu, bahwa beberapa jam yang lalu dia khawatir akan keadaan anak majikannya ini? Jika, Rean kenapa-kenapa Bi Inah yang akan kena masalah sama majikanya itu. Di telpon ga di angkat, di kirim pesan ga di balas, boro-boro di bales, baca aja engga.

Bi Inah sampai tidak bisa tidur, walaupun Reano adalah laki-laki, tetap saja dia akan merasa khawatir. Dia kerja di sini untuk menjaga Rean, memastikan bahwa Reano hidup dengan baik dan bahagia tanpa kekurangan apapun.

Tapi, lihat. Pelakunya saat ini hanya menunduk, sama sekali tidak tahu bahwa perasaan Bi Inah campur aduk.

Rean mendongak menatap mata Bi Inah yang sudah di basahi air mata, Rean reflek menggenggam tangan Bi Inah.

"Bi, Rean minta maaf. Rean ngaku salah, seharusnya Rean izin dulu sama Bibi. Maaf Bi, please jangan nangis." Terlambat, Bi Inah sudah menangis sembari terisak pelan.

"Ya Allah Den, sekali ga buat Bi Inah jantungan bisa ga si? Bi Inah tuh khawatir Aden kenapa-napa. Kalau Aden di begal di jalan gimana? Atau kecelakaan?"

Rean mengusap tangan Bi Inah, "Bi, Rean laki-laki. Rean ga akan kenapa-napa. Bibi ga perlu khawatir berlebihan kaya gini. Rean minta maaf ya." Rean menarik Bi Inah untuk dia peluk. "Sial." Rean mengumpat dalam hati, tidak sekali dua kali Rean membuat Bi Inah khawatir. Dia benar-benar lupa untuk mengabari Bi Inah, ponselnya pun sedang mode silent.

"Gak, apa-apa den, sekarang Aden masuk ke dalam kamar, langsung tidur aja ga perlu mandi. Bibi ke kamar dulu ya," ujar Bi Inah.

Rean menghela nafas, lalu pergi mematikan lampu ruang tamu. Kakinya melangkah menaiki tangga, menuju kamarnya berada.

Pintu di buka, Rean melepas jaket denimnya lalu melempar tubuh ke ranjang. Tadi, di arena balapan, Rean ditunjukan wajah Geovano. Rean masih ga percaya bahwa lawan nya nanti adalah adik dari Hafasha DeAndra. Pantas saja dia merasa tidak asing dengan nama lengkap Geo, marganya mirip dengan marga Hafasha.

Rean memijat keningnya, dia pusing. Bagaimana cara dia bisa santai-santai saja jika bertemu Geo nanti? Apakah Geo sudah tahu bahwa nanti Reanolah yang akan dia lawan?

Bicara soal Geovano, apakah Hafasha mengatahui bahwa adiknya mengikuti balapan liar? Apalagi Geovano baru menginjak usia 15 tahun. Masih anak di bawah umur, bagaiman bisa Araski memasukinya dalam anggota geng motor? Sial, besok dia harus bertemu Araski. Bicara empat mata.

•••

Pagi ini, di meja makan hanya ada keheningan, tidak ada pembicaraan seperti biasa antara Reano dengan pengasuhnya yaitu Bi Inah. Rean beberapa kali mencuri pandang pada Bi Inah, dia masih merasa tidak enak hati sudah membuat wanita itu menangis.

Rean, mengehela nafas lalu melanjutkan sarapanya, walau kini sudah terasa hambar.
"Den, kemungkinan besok ibu sama bapak pulang, jadi Bi Inah akan libur beberapa hari selama orang tua Aden ada di sini."

Rean mendongak, menaikkan satu alis, "Papah sama Mamah pulang?"

"Iya den."

"Kalau mereka pulang, Bibi ngapain libur?" tanya Rean.

"Bapak yang minta Den, jadi saya nurut aja. Lagian, saya juga kangen sama anak di kampung."

Rean mengangguk, lalu membereskan sisa makanannya, "Terserah Bibi, Rean berangkat dulu." Pamit Rean.

Di sini sekarang, rumah Hafasha. Gerbang rumah di buka muncullah Hafasha.

"Kak Rean?" sapanya.

"Ayo berangkat! Bareng gua," ujar Rean.

Hafasha tersenyum lalu mengangguk, dia menutup pagar lebih dulu lalu naik ke atas jok motor Reano. Rean melajukan motornya.

"Kak Rean, sekarang jadi lebih sering anter jemput Asha. Sebagai ucapan terima kasih, gimana kalau pulang sekolah Asha traktir?" tawar Hafasha.

"Emang lu punya duit?"

"Punya, Asha sama Geo kan jualan. Asha juga kerja part time walau cuma cabutan," jelasnya.

"Kerja apa?"

"Jaga toko aja si kak."

"Oh, okeh kalau lu maksa, gua ga bakalan nolak yang gratis." Mereka tertawa bersama, sampai tiba di parkiran sekolah. Hafasha hari ini merasa tenang dan tak merasa takut bila di bully Naya. Karena, Naya terkena scros akibat kelakuannya di kantin beberapa hari yang lalu, siapa lagi yang ngadu kalau bukan Reano? Walau Naya adalah anak dari donatur sekolah, gak ada yang bisa ngebantah perintah seorang Reano Abazar. Sebab, SMA Galaksi adalah milik pamannya.

"Ayo ke kelas." Rean menarik tangan Hafasha, menghiraukan banyak pasang mata yang melihatnya. Persetan dengan tatapan iri dan memuja dari mereka semua. Yang terpenting, Rean bisa bahagia.

"Kak, aku bisa sendiri kok ke kelasnya," ujar Hafasha pelan. Dia amat sangat risih di tatap sinis seperti itu oleh kakak senior yang lainnya. "Jangan nunduk! Jangan pernah tunjukin muka pasrah lu itu, lu harus lawan mereka. Pasang wajah angkuh, biar mereka ga semena-mena sama lu."

Langkah kaki mereka berhenti di depan pintu kelas Hafasha, "Ingat pesan gua tadi."

"Iya kak Rean."

Rean masih berdiri di depan Hafasha sembari melirik kanan kiri, Hafasha mendongak melihat tingkah Rean.

"Kak Re--"

cup...

Hafasha tertegun, segera mungkin dia melihat kanan kiri, ya Tuhan. Hafasha memukul dada Rean, karena dengan beraninya laki-laki itu mengecup pipinya.

Dengan mata berkaca-kaca antara sedih dan kaget, Hafasha memukul keras dada Rean. Rean meringis pelan, "Hai, stop Sha. Dada gua sakit."

Rean mengumpat dalam hati, tadi itu bukan dia, tapi setan yang ada dalam dirinya.

"Brengsek, lu Rean! Cewek polos, lu sosor," Rean terkekeh, sembari mengusap bibirnya yang habis mengecup pipi lembut Hafasha.

TBC...

REANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang