1. Awal Kisah

4.8K 263 9
                                    

Enjoy! ^ ^

Livina Birawa tak pernah bermimpi untuk menikah muda. Mimpinya adalah menjadi wanita karier yang sukses. Livina hidup bersama ibunya yang adalah seorang pegawai pemerintah dengan jabatan rendah. Warisan yang ditabung ayahnya selama hidupnya jatuh ketangan Livina.

Sebelum ajal menjemput, ayahnya berpesan agar Livina meneruskan bisnis keluarga. Namun apa daya, dirinya yang baru menjejak bangku kuliah jatuh cinta kepada seorang Axel Budiono. Pria tampan nan rupawan yang ditemuinya saat berlatih gym bersama.

Axel menunjukkan ketertarikan kepadanya dan mereka mulai sering keluar bersama menghabiskan waktu. Hanya dalam waktu singkat, Axel mengajaknya menikah. Ibu Livina tidak pernah setuju akan pernikahan itu karena waktu berkenalan yang masih sangat singkat.

Memang dasar polos dan apa adanya, Livina jatuh kedalam perangkap Axel. Livina begitu percaya dan menyerahkan semua kekayaan keluarganya kecuali sertifikat rumah yang ditinggalinya dan ibunya.

Pernikahannya dilaksanakan sederhana. Ibunya tidak hadir. Livina bagai wanita paling bahagia hari itu. Sebelum badai menerpa. Tepat dihari yang sama, Axel kabur dengan seluruh uang itu, membuangnya dan meninggalkannya bagai sampah.

Livina menangis meraung-raung, hatinya hancur seketika. Ibunya jatuh sakit dan dirawat intensif. Livina meminta pengampunan orangtuanya. Nasi sudah menjadi bubur. Hanya beberapa hari setelahnya, ibunda terkasihnya meninggalkannya juga untuk selama-lamanya.

Livina hidup sendirian dalam kesulitan ekonomi. Livina harus membanting tulang bekerja sana sini. Betapa bodohnya dia tidak melanjutkan kuliahnya untuk mendapat ijazah agar bisa bekerja dengan layak.

Biaya kuliah sungguh mahal. Beruntung dia tak memberikan sertifikat rumah kepada Axel. Rumah ini adalah kenangan satu-satunya mengenai keluarganya.

Livina bekerja menjadi pelayan resto untuk menyambung hidupnya setiap hari. Tubuhnya remuk karena tidak biasa bekerja. Seiring waktu, Livina sudah terbiasa dengan keadaan itu.

Maya, sahabat terdekatnya di resto selalu membantunya jika dalam keadaan sakit. Semenjak keluarganya tidak lagi kaya, Livina mulai kehilangan banyak teman-teman sekolahnya dulu. Kini Livina menyadari siapa saja teman sejatinya.

"Aku punya kabar baik untukmu." Maya menghampiri Livina semangat.

"Mengenai?"

"Pekerjaan baru."

"Huh? Bos mau memecatku?" tanya Livina syok. Dirinya sudah 8 bulan bekerja di resto tersebut.

Maya menatapku simpatik. "Aku baru mendengar kabar burung. Setidaknya kamu bersiap-siap."

"Kamu menyebutnya kabar baik?" tanya Livina cemberut.

"Itulah mengapa aku ingin membantumu."

"Caranya? Kamu tahu aku hanya memiliki pekerjaan ini."

"Aku tahu." Maya menepuk-nepuk punggungku. "Malang sekali dirimu. Aku mendengar bos ingin menambah chef baru sehingga mengurangi biaya administrasi dengan memecat beberapa pramusaji." Terang Maya. Livina menghela napas panjang. "Tapi... aku mendapatkan pekerjaan baru untukmu! Yeaaaay!"

Livina menatap Maya tak percaya. "Be..benarkah?"

"Yep! Kebetulan tetanggaku adalah pelayan di sana. Mereka membutuhkan tenaga pelayan tambahan. Namun..."

"Namun?"

"Tetanggaku mengatakan bosnya terkenal galak dan kurang ajar. Bosnya masih single jadi emosinya labil."

"Apa?"

"Aku dengar sih usianya sudah 30-an. Hanya saja karakternya menjengkelkan. Tetanggaku sudah bersamanya nyaris 15 tahun, hanya dia yang bertahan karena gajinya lumayan besar."

Mencium-cium bau uang, mata Livina seketika terbuka lebar. "Aku mau!" jawabnya semangat.

"Kamu yakin?"

"Aku sangat butuh uang sekarang."

"Baiklah. Aku akan mengabarimu secepatnya."

"Thank you!" Livina memeluk Maya erat kegirangan.

Menjelang sore, Livina memasuki rumahnya dengan beberapa bahan makanan dari pasar. Livina menghela napas panjang, rumahnya terasa sangat sepi saat seperti ini. Kenangan tentang kedua orangtuanya selalu menghantuinya belakang ini.

Diusianya yang sudah 21 tahun, dia belum ingin memulai sebuah hubungan meski Maya sering mengenalkannya dengan beberapa pria. Menjadi janda diusia muda seperti aib baginya. Orang-orang yang mengenalnya akan menghakiminya karena menjadi janda diusia ini.

Mereka menerka jika Livina hamil di luar nikah. Jangankan hamil, Axel pun tak sempat menyentuh tubuhku. Pria laknat itu tiba-tiba saja menghilang setelah resepsi. Sudah satu tahun berlalu namun traumanya enggan untuk hilang.

Livina meraih susu di dalam kulkas dan meneguknya habis. Hatinya panas mendengar berita Maya jika dia akan dipecat. Sisi positive-nya adalah dia mendapatkan pekerjaan baru. Livina menuju kamarnya dan membersihkan dirinya.

Keesokan harinya, Maya menghampirinya. "Ini alamat rumah itu. Kamu hanya perlu datang ke sana jam 7 malam. Bosnya baru memiliki waktu senggang dijam segitu."

"Lalu tetanggamu? Apa dia gak akan bersamaku?"

"Ah... karena dia memiliki keluarga, dia tidak tinggal di rumah itu. Tetapi syarat pekerjaan ini, kamu harus tinggal di rumah itu. Hari Minggu baru kamu bisa pulang. Kamu juga sendirian bukan, jadi tak masalah." Livina memandang kertas digenggamannya lekat. Dirinya harus mencoba. Kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya.

Malam harinya, Livina sudah berada di depan gerbang rumah besar itu. Livina menunggu dengan gugup, rumah ini begitu besar. Mansion yang biasanya hanya dia saksikan melalui film-film Disney. Tak lama gerbang terbuka otomatis. Livina terhentak kaget. Bahkan gerbangnya pun otomatis. Orang macam apa yang tinggal di mansion ini. Seorang petugas keamanan menghampiri Livina.

"Anda Livina Birawa?" tanya pria paruh baya itu.

"I... iya."

"Mari ikut saya." Pria itu berjalan duluan. Livina tak henti-hentinya menatap takjub. Mansion ini begitu indah dan bergaya modern. Langkahnya terus memasuki rumah luas tersebut hingga berdiri di depan sebuah pintu besar. Pria itu mengetuk dan membukanya. Livina lagi-lagi menatap takjub, ruang baca ini sungguh luas. Terlihat seperti kantor.

"Tuan, calon pelayan itu sudah hadir."

"Oke." Jawabnya masih membelakangi mereka. Punggungnya lebar dan terlihat kokoh. Livina ditinggal berdua sendirian.

"Ehm... saya mendengar anda membutuhkan pelayan." Livina mencoba memulai percakapan. Bos tersebut masih enggan untuk berbalik. Kemeja putih yang dikenakannya membuat figurenya lebih terlihat maskulin.

"Berapa yang kamu inginkan?"

"Uhu? Apa?"

Bos situ berbalik menampakkan seluruh wajahnya. Livina terkejut, dia sangat tampan. Terlebih lagi dengan tubuh erotis hasil latihan beratus-ratus jam di ruang gym. Livina terpana. "Suka melihatku?" suara baritonnya mendominasi ruangan.

"Ah... maaf." Livina menurunkan matanya dan menunduk. Livina mengutuk dirinya untuk bersikap memalukan.

"Janda?"

"Hu? Iya. Dari mana anda tahu?"

"Salah satu pelayanku merekomendasikanmu."

"Iya benar." Pria itu tertawa kecil, Livina merasa tersinggung olehnya. Banyak orang meremehkannya karena berstatus janda. Bahkan ada beberapa pria terang-terangan ingin memperkosanya. "Kenapa? Anda tidak ingin pelayan anda seorang janda?" tantang Livina gusar.

Merasa ditantang, pria itu maju beberapa langkah dan berdiri menjulang di depan Livina bagai seorang predator. Livina tanpa sadar mundur beberapa langkah, apa pria ini akan memukulnya karena lancang?

His Innocent Widow (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang