TIGA BELAS

2.7K 204 21
                                    

"LIVINA! LIVINA!" Jack menggedor-gedor pintu keras. Dirinya yang terlelap terpaksa terbangun. Livina menutupi telinganya dengan bantal, toh pria itu akan lelah sendiri. Tak lama Livina mendengar Jack memerintahkan pelayannya mengambil kunci cadangan. Livina mendengar pintu yang dengan paksa dibuka menggunakan kunci serep. "LIVINA!" Jack mendekatinya. "LIVINA!" Jack meraih tubuhnya. Napasnya terengah-engah dan berat, wajahnya pucat. Livina menatapnya dengan wajah datar. Terang Jack kuatir jika dirinya kabur, harta itu bisa saja lolos dari tangannya, setidaknya itulah yang dipikirkan Livina. "Kamu tidak apa-apa?" Jack bertanya disela napasnya yang putus-putus.

Livina tidak menjawab dan menghempaskan tangan Jack pada lengannya. Livina kembali berbaring membelakanginya. Jack terdiam dan memerintahkan seluruh pengawal dan pelayannya keluar meninggalkan mereka berdua. "Apa yang terjadi?" Jack berusaha membujuk. Namun bukan Livina namanya jika dia tidak keras kepala. Livina tahu jika dia bertanya tentang harta itu, Jack akan menjelaskan dengan manis dan pada akhirnya dia akan luluh kembali. Lebih baik dia memilih diam dan saat ada celah, dia akan kabur. 

Cukup melelahkan dikelilingi orang yang berpura-pura. Axel pernah memperdayainya, akan sangat lucu jika Jack juga melakukan hal yang sama. "Livina... please... Apa yang terjadi?" bujuk Jack sembari memelas, tangannya memegang lengan Livina dan mengelusnya. Livina menutup matanya erat berusaha mempertahankan akal sehatnya. Jack terus memohon tiada henti malam itu tetapi tak ada satupun kata yang terlontar dari mulut Livina.

Esok paginya Jack memilih untuk mengambil waktu libur, dia menemani Livina yang hanya berbaring tidur tidak ingin menyentuh sarapannya. Sepanjang malam dia sudah mengemis dan memohon tetapi Livina tetap diam. Tubuh Livina terus terbaring bahkan hingga siang. Jack memaksanya bangun dan Livina kembali berbaring tanpa ingin menatap wajahnya. Malam pun datang dengan kejadian yang sama, Livina tak menyentuh makan malamnya. Jack mulai frustasi karena Livina sedang mengandung buah hati mereka, bahkan setetes airpun tidak mengaliri tenggorakan Livina. 

Jack terus memohon dan respon diam yang diterimanya tetap sama. Pada akhirnya Jack mengambil cara pintas dan menyuapi makanan kedalam mulut Livina dengan paksaannya. Dua pelayannya memegangi tubuh Livina tetapi Livina kembali memuntahkan makanan itu. Matanya bahkan tidak terbuka, Livina hanya berontak dan terus berontak. Pada akhirnya Jack menyerah dan membiarkan Livina kembali berbaring. Malam yang panjang berlalu lambat, Jack berbaring disisi Livina terus membujuk sembari memeluknya erat. Namun sepertinya hati Livina terlanjut dingin dan membeku. 

Jack menghubungi seluruh anggota keluarganya dan bahkan menginterogasi setiap pengawalnya untuk mencari alasan kenapa ibu dari anaknya itu diam seribu bahasa. Tak ada jawaban jelas hingga salah satu supirnya mengatakan jika Livina tiba-tiba pulang setelah berbicara empat mata dengan ayahnya. Jack yang mengetahui itu mendatangi ayahnya dengan wajah gusar. Ellani berusaha menghentikannya karena kondisi kesehatan suaminya sedang tidak baik. Jack yang diliputi amarah tidak ingin mendengarkan. Jack memaksa masuk kedalam kamar ayahnya.

Cedric yang terbaring sedang diperiksa oleh dokter keluarga menyambut dengan tenang. Semua orang dalam ruangan itu meninggalkan Cedric dan Jack yang berbicara empat mata. "Papi mengancam Livina bukan?!" bentak Jack. Cedric cukup terkejut melihat respon anak ketiganya itu. Baru kali ini Jack bersikap frontal dihadapannya.

"Duduklah dulu."

"Aku tidak bisa, Pi! Apa yang Papi lakukan kepada Livina?"

"Ah... Livina mengadu kepadamu?" ledek Cedric.

Wajah Jack semakin memerah, tangannya terkepal keras. "Livina sedang dirawat dirumah sakit karena menolak berbicara dan makan denganku sejak acara amal itu."

"Oh? Benarkah?" Cedric kembali dikejutkan.

"PAPI!" suara Jack menggelegar.

"Papi tidak mengatakan apapun."

His Innocent Widow (21+)Where stories live. Discover now