DELAPAN

3.1K 190 4
                                    

Disaat dia bertemu dengan Livina setelah dua tahun lamanya berlalu, rasa penasaran itu semakin tumbuh besar. Terlebih lagi Livina yang dulu bekerja sebagai pelayannya berbeda dengan Livina yang kini berdiri di hadapannya. Wanita itu tumbuh dengan sangat baik. Dari dulu dia sudah mempesona tetapi versi dewasanya jauh lebih memikat.

Terang pikirannya berusaha untuk waras tetapi rasa ingin tahunya bertambah. Tanpa dia sadari, setiap hari dia akan menghabiskan waktu di club itu tanpa arah tujuan yang jelas hanya untuk seorang wanita. Sangat disayangkan wanita itu semakin menjauh.

Dari pengamatannya pun Livina banyak digilai pengunjung yang datang. Namun Livina lambat dalam mengerti. Bahkan rekan sekerjanya itupun terang-terangan menunjukkan sikap posesifnya padahal mereka tidak memiliki status.

Jack kehilangan pendirian dan akal sehatnya. Dulu dia berpikir wanita tidak akan pernah membuatnya jungkir balik, tetapi Livina mampu. Tanpa disadarinya Livina sudah menguasai pikiran dan hatinya. Livina yang menawan. Livina yang membuat penasaran.

"Tuan sebaiknya pulang. Saya akan mengabari anda jika Nona Livina sadar."

"Aku tidak bisa. Hatiku tidak tenang."

"Apa anda ingin berbaring? Saya bisa menyiapkan kamar VVIP untuk anda beristirahat."

"Tidak, aku tidak ingin pergi dari sini." resah Jack.

"Baik." Oman menunggu menemani Jack dengan setia. Tak menunggu lama, dokter dan empat perawat keluar dari ruang operasi dengan wajah kelelahan. Perawat-perawat itu meninggalkan Jack dan Oman untuk berdiskusi dengan dokter kepala bedah.

"Bagaimana, Dok?"

"Kami nyaris kehilangan pasien."

Tubuh Jack bergetar, tubuhnya luruh. Beruntung Oman memegangnya sigap. "La... la... lalu sekarang?"

"Pasien masih dalam masa kritis. Kita hanya bisa menunggu."

"Apa yang terjadi?"

Dokter itu menatap Oman dan Jack bergantian. "Saat dibawa kemari, pasien mengalami pendarahan di bagian organ intimnya. Pasien baru saja kehilangan keperawanannya secara paksa karena kami juga menemukan beberapa luka ditubuhnya." Mendengar penjelasan itu, Jack ingin sekali menggedorkan kepalanya ke dinding. Ini semua kesalahannya, dia pantas untuk mengalami luka yang sama. "Kami sudah melakukan perawatan semaksimal mungkin. Kita hanya bisa berdoa dan menunggu." Lanjut dokter tersebut dan pamit pergi.

Jack meremas kepalanya kesal, kepalan tangan kanannya dengan cepat meninju dinding menyebabkan luka memar dan berdarah. "TUAN!" Oman berusaha menghentikan aksi gila Jack. Dua pengawalnya juga membantu memeganginya. Oman berlari meminta bantuan perawat agar menenangkan majikannya. Tak beberapa lama Jack sudah terbaring tidak sadarkan diri di ruang VVIP oleh obat bius.

"Apa yang terjadi?" Ellani memasuki ruangan dengan gerakan gemulai. Wajahnya terang tidak suka putera satu-satunya ini terbaring menyedihkan dengan penampilan tidak karuan.

Oman melirik kedua pengawal Jack dan menghela napas. "Tuan mabuk dan terluka."

"Anak ini!" Ellani duduk di sofa dengan memijat kening.

"Kamu sudah memberitahu dokter agar memberikan pelayan terbaik?"

"Tentu saja, Nyonya."

Ellani duduk merenung menatap puteranya itu. Semenjak dua tahun ini Jack semakin frontal menolak jika disangkutkan dengan pernikahan. Ellani bahkan mengikuti gerak gerik Jack sejak saat itu tetapi dia tidak mendapatkan informasi apapun.

Sejak beberapa bulan lalu Ellani menyerah dan memilih mengikuti kemauan Jack. Tetapi bulan lalu, mertuanya mendesak Ellani yang merupakan istri kedua untuk menikahkan Jack secepat mungkin agar seluruh harta suaminya dapat jatuh ke tangan Jack.

Mereka memang bertengkar hebat dalam seminggu ini. Ellani menyodorkan banyak kandidat dari berbagai macam latar keluarga dan tak satupun yang menarik hati putera tunggalnya itu. Dan kini Jack justru terbaring tanpa arah tujuan di atas tempat tidur rumah sakit.

Apa tindakannya selama ini salah? Ellani hanya ingin Jack bahagia. Baginya asal anaknya memiliki harta dan kekuasaan, hidupnya akan baik-baik saja. Ellani menghela napas panjang dan menyerahkan seluruh tanggung jawab ke tangan Oman. Pria setengah baya itu sudah mengikuti Jack sejak masih kecil, dia bisa menghandle semuanya.

Esok harinya Jack membuka mata dan mulai merasa tenang. Dirinya ingin segera menemui Livina tetapi dokter melarang siapapun berkunjung. Kondisinya Livina masih kritis dan belum stabil. Jack akhirnya menghabiskan waktu dengan bekerja dari rumah sakit.

Dua hari kemudian kondisi Livina berlangsung membaik, Jack setia menunggu dari balik pintu ruang rawat. Barulah dihari yang kelima, Jack bisa memasuki ruangan itu. Livina terbaring lemah dengan napas pelan. Wajahnya masih juga pucat. Tangannya yang terbaret terbungkus perban rapi.

Tubuh Livina yang terbaring tak berdaya memukul keras kepalanya. Jack terduduk mematung bersama air matanya yang mengalir. Kenapa dia tega melukai wanita tak bersalah ini? Dia sudah menghancurkan satu hidup yang berharga.

Jack ingin menyentuh wajah Livina tetapi tangannya terhenti diudara, dia merasa sangat kotor. Apa ini bentuk dari karma yang diperolehnya karena mempermainkan banyak hati wanita? Oman memasuki ruangan dan berdiri disebelahnya. "Pengacara anda sudah bersiap, Tuan."

"Pengacara? Untuk?" Jack menoleh terkejut.

"Jika Nona Livina menuntut, anda bisa membela diri. Pengacara anda juga sudah menyiapkan sejumlah kompensasi agar nama anda tidak tercoreng."

Wajah Jack murka seketika, dirinya bangkit menjulang dengan gusar. "Apa katamu?! Kamu lihat wanita ini! Apa dia masih sempat untuk menuntut?! Livina bahkan ingin mengakhiri hidupnya! Aku kecewa kamu sama sekali tidak memiliki empaty!"

Oman terkejut dengan respon Jack. Empaty? Sejak kapan Tuannya memiliki empaty? Oman menghela napas panjang, Jack sedang kalut. "Baik, saya akan menunggu arahan selanjutnya."

"Aku tidak membutuhkan pengacara, Livinalah yang harusnya mendapat perlindungan itu."

"Tapi..." Oman berusaha membantah.

"Tidak ada tapi-tapian. Kamu bisa pergi." Pungkas Jack.

Beberapa hari kemudian Livina sadar dari komanya dan berontak ketakutan. Seperti yang diduga, dia mengalami gangguan psikis. Perawat bahkan harus meredakan amukannya dengan obat penenang karena Livina berusaha melukai dirinya lagi.

Jack berdiri bergetar di depan pintu. Kenapa dia harus peduli? Seharusnya dia kabur saja dan mengikuti saran Oman. Kehidupan gemerlapnya tidak akan terganggu karena dia memiliki harta dan kekuasaan. Toh Livina hanya satu dari ratusan wanita yang datang silih berganti memenuhi rasa penasarannya.

Jack akhirnya mengambil langkah itu, dia tidak ingin mengunjungi Livina lagi. Dirinya yang berkuasa memilih jalan seperti pengecut menyedihkan. Jack menenggelamkan diri dalam pekerjaan berusaha melupakan rasa bersalahnya.

Meeting-meeting itu diagendakan di luar kota dalam satu bulan kedepan tanpa terkecuali. Lalu disaat dirinya sudah mulai terbiasa, rumah sakit memberitahukannya berita yang kembali membuat dunianya runtuh berkeping-keping. "Ya?" jawab Jack setelah dering pertama telepon.

"Nona Livina..." Oman memberi laporan. Mendengar nama Livina disebut, tubuhnya bergetar kembali.

"Ada apa dengannya?"

"Nona Livina masih dirawat di rumah sakit sampai sekarang."

"Aku tahu itu, semua biayanya akan dibebankan kepadaku. Lalu?"

"Kondisinya belum juga berkembang dengan signifikan. Dan..."

Jack menunggu dengan cemas, mendengar suara pilu Oman, Jack merasakan sesuatu yang salah. "Katakan secepatnya, jangan bertele-tele."


ps:

Hai hai hai...

Grazie baru kembali update nih ^ ^

Terima kasih yang sudah menunggu dengan sabar ya :*

His Innocent Widow (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang