6. Tidak Sengaja

2.8K 216 7
                                    

Ketika nyaris habis, Livina mendengar pertengkaran tak jauh dari tempatnya berdiri. Livina tertawa kecil, kejadian ini sudah sering terjadi apalagi jika salah satu dari mereka mabuk. Livina harus menghindar, dia tak ingin terkena imbas.

Adu mulut itu terjadi antara pria dan wanita, topiknya kurang lebih karena pria tersebut tidak pernah menganggap wanita itu sebagai pacar sehingga wanita malang itu mulai membeberkan semua pengorbanannya. Livina berjalan mengendap-endap agar tidak menganggu.

BUUUUUK! BRAAAK! SPLASSSH!

Livina terdorong dan terjatuh kelantai. Tak lama Livina bisa merasakan red wine yang mengalir jatuh membasahi wajahnya. "Tikus tidak tahu diri! Mau menguping hah!" wanita yang sedang mengamuk itu menarik tubuh Livina dan menghempaskannya kelantai lalu menyiramnya dengan minuman mahal itu. Livina terdiam mencerna apa yang sebenarnya terjadi, dia sudah mengendap-endap dengan baik tadi.

"Dianti!" pria itu menahan tangan wanita tidak waras yang sudah akan mencakar Livina. Mendengar suara pria itu dari dekat, Livina kembali mematung. Dirinya mengenal pemilik suara itu.

Seketika Livina mengangkat wajahnya dan bertatapan langsung dengan Jack, mantan bosnya, pria yang membuatnya kecewa begitu dalam. Livina segera memalingkan muka berharap Jack belum melihat wajahnya jelas.

"Lepaskan! Aku ingin memberi pelajaran pelayan brengsek ini." Amuk wanita itu disertai dengan kata-kata kotor. Livina segera bangkit dengan cepat.

"Dianti!" Jack masih berusaha memegangi tubuh wanitanya. Tanpa menunggu waktu, Livina berjalan cepat meninggalkan mereka berdua. Livina berlalu menuju kamar mandi staff dan membasuh wajahnya. Pantulan dirinya yang kotor dan berantakan kembali tercermin jelas. Noda red wine memenuhi seluruh seragam bagian depannya yang berwarna putih.

Livina tertawa miris. Kenapa dirinya selalu dalam keadaan menyedihkan saat berhadapan dengan Jack? Livina menggelengkan kepalanya kuat, dia tidak boleh kembali ke level rendah itu. Dirinya sudah jauh bangkit dari segala kekecewaannya. Livina membasuh pakaiannya tetapi noda itu tidak kunjung hilang.

Bagaimana dia akan membantu Rayne? Livina menatap dirinya yang terpantul dicermin. Lebih baik dia pulang lebih awal. Livina mengambil handphonenya dan menghubungi Rayne, namun Rayne tidak menjawabnya dan memilih menemui manajernya yang berada di ruang kantornya. Livina meminta ijin secara langsung dan mendapat persetujuan. Setelah selesai mengganti pakaiannya, Livina berjalan menuju area parkir.

"Livina?" Tepat saat dirinya sudah akan menaiki mobilnya, seseorang memanggil namanya. Livina tahu siapa orang itu. Tidak lain dan tidak bukan adalah Jack. Meski dia tidak perlu melihat wajahnya tetapi Livina mengenal baik suara itu jika dengan jarak dekat ini.

Livina tak ingin menoleh dan tetap membuka pintu mobilnya. "Livina, wait!" Jack menahan pintu mobilnya. Jack berdiri tepat di depannya. Livina mengangkat wajahnya dengan ekspresi dingin, dia tak ingin berucap satu katapun. "Hai." Sapanya lirih.

"Minggir!" desis Livina tanpa basa basi dan menampar tangan Jack yang berada dipintu mobilnya.

"Livina." Kali ini Jack mulai meraih tangannya.

"Lepaskan!" Livina menghempaskan genggaman itu. Jack tertegun, wajahnya menjadi mendung seketika. Livina hanya melirik sebentar Jack dari atas kebawah dengan tatapan sedingin es dan memasuki mobilnya. Pintu mobilnya dibanting keras tepat di depan hidung Jack. Livina segera melajukan mobilnya kencang. Ada apa dengan hari ini? Kenapa dia sial sekali bertemu dengan Axel dan Jack dimalam yang sama?

Mendiamkan Jack dan Axel adalah malapetaka. Mereka terus menerus mendatangi club sejak malam itu secara teratur. Livina bahkan tidak bisa bekerja dengan tenang ditambah Rayne yang mulai bersikap berlebihan. Rayne semakin berlaku manja dan mencari perhatian.

Jack tidak pernah datang sendirian, dia selalu membawa salah satu wanitanya. Hal itu membuat Livina menjadi tidak nyaman meskipun Jack hanyalah berstatus sebagai pelanggan VVIP tetap di clubnya. Jack mampu membuat manajernya meminta layanan antar minuman spesial hanya untuknya. Jack tidak akan menerima jika itu pramusaji yang lain, haruslah dirinya yang melayani Jack secara pribadi. Jack sudah menekankan dengan jelas bahwa hanya Livina yang boleh mengantarkan pesanannya.

Seperti malam ini... Sudah dua minggu berturut-turut Livina harus melayani Jack hingga tengah malam. Jack memberi tip besar kepada manajer itu agar Livina menemaninya minum bersama dengan wanitanya. Terang situasi ini begitu menganggu. Wanitanya akan memandang jengkel kearah Livina yang tidak memiliki pilihan lain. Livina terang seperti obat nyamuk.

Pekerjaan ini terlalu bagus untuk dilepaskan. Jika sudah seperti itu, Livina memilih duduk di pojok ruangan merenung sedih. Meratapi nasipnya kenapa dia harus dipertemukan dengan pria-pria yang menjengkelkan. Tatapan Jack tidak pernah lepas dari dirinya. Apa Jack tidak memiliki pekerjaan? Setiap hari dia datang terus menerus. Padahal dulu saat bekerja di mansion, Jack harus menghadiri banyak meeting di luar kota.

Apa Jack bangkrut? Tidak mungkin. Ruangan VVIP ini menghabiskan biaya setara dengan dua kali lipat gajinya dan itu hanya untuk sewa ruangan. Barulah Livina akan diijinkan pergi jika dia bersabar selama dua jam di sana, meskipun statusnya tidak jauh beda dengan guci disudut ruangan.

Livina merasa tidak enak hati kepada Rayne yang harus sibuk bekerja sendirian. Livina tidak pernah ingin mengambil tip yang diberikan Jack, itu mencoreng hati dan kebanggaannya. Dulu saat meninggalkan mansion, dia bahkan diperiksa seperti pencuri.

Hingga suatu malam Jack dalam keadaan mood yang buruk. Dua orang wanitanya datang namun Jack mengusir mereka dengan kasar. Jack meminta kehadiran Livina seperti biasa. Saat Livina melangkahkan kaki kedalam ruangan itu, Jack sudah dalam tahap setengah mabuk.

Livina mencari-cari wanita-wanita yang sering bersama Jack, biasanya mereka di sini menempel bagai lem. Tak jarang dari wanita-wanita itu adalah selebgram atau sekedar artis pemula. Siapa yang akan menolak pesona seorang Jack Pratama?

Namun yang sering kali menjadi tanda tanya Livina, Jack tidak pernah terlihat bermesraan dengan mereka. Satu kecupan atau pelukan pun belum pernah terjadi di depan mata Livina. Padahal terlihat sekali wanita-wanita itu haus belaian.

Livina duduk di sudut ruangan seperti biasa. Wajahnya jarang terangkat menatap Jack. Livina takut tangannya akan terangkat mencakar wajah tampan itu. "Livina..." lirih Jack, wajahnya tertunduk, duduknya sudah dalam posisi tidak tegak. Terang sekali Jack bukan hanya setengah mabuk tetapi benar-benar mabuk.

His Innocent Widow (21+)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن