15th : Chenka's Fear

2.3K 290 16
                                    

14.59 WIB,
Rumah-Bandung

Rey memarkirkan motor miliknya didepan garasi rumah. Ia melepas helm full face itu lalu menoleh pada Chenka yang masih duduk diam di jok belakang. Adiknya itu tak bergeming ditempat dengan pandangan kosong, membuat Rey menghela nafas panjang. Chenka dengan kekhawatiran besarnya sekarang sedang menguasai pikiran anak itu.

Kalau dikatakan dengan jujur, Rey jelas lebih takut. Tapi baginya sekarang, ketakutan tak ada artinya. Jika ia diam saja maka ayahnya lah yang akan menang. Anggap saja seperti tantangan, ayahnya adalah rintangan besar yang perlu dilewati. Begitu pikiran Reyvan sekarang ini.

"Dek?!" Rey memanggilnya dengan suara pelan, tapi Chenka tetap terkejut. Yang lebih muda menatap Rey memelas, mengisyaratkan pada sang kakak kalau ia sedang ketakutan sekarang. "Mas.." lirih anak itu.

Reyvan melemparkan tatapan teduh dan lembut, mencoba menenangkan adiknya yang sedari tadi dikuasai oleh ketakutan tak berarti dalam dirinya.

"Jangan gini ya, Chenka. Seperti yang mas bilang tadi, Rayn ga bakal kemana-mana. Dia ada disini, bareng kita, selalu. Mas dan yang lain ga akan biarin bajingan itu dekat dengan Rayn, kamu dan Rayn tanggung jawab mas dan kak Arkan. Jangan buat tubuh kamu sakit dengan mikirin hal kayak gini terus, kamu ngerti kan?"

Chenka menunduk, tapi juga mengangguk. Ucapan Rey tidak salah, seharusnya ia yakin kalau kakak-kakaknya takkan membiarkan si adik bungsu jatuh ke tangan sang ayah. Rayn lebih berharga dari harta benda yang bernilai tinggi, karena tanpa Rayn, tujuan hidup Arkan dan Rey akan sirna begitu saja.

🍀

"Lama!!" Seru Nares ketika melihat dua saudaranya baru masuk kedalam rumah.

Ia ingin pergi ke rumah temannya sebentar namun motornya sedang berada di bengkel. Nares terlalu malas untuk meminjam mobil Chandra yang ujung-ujungnya pasti minta diisikan bensin. Sedangkan motor Reno, ah kakaknya yang satu itu susah sekali dibujuk agar motor kesayangannya boleh dibawa. Pilihan Nares hanya tertuju pada motor kebanggan Rey yang pemiliknya baru saja kembali dari kampus.

Yang lebih tua menaikkan alis, heran dengan kelakuan Nares yang tiba-tiba ini. Sedetik kemudian baru ia mengerti dan langsung melemparkan kunci motornya pada sang adik.

"Jangan pulang larut, Na." Si empu hanya mengacungkan jempolnya dan pergi menuju garasi, mengambil helm.

Reno yang tadinya sibuk dengan ponselnya, beralih menatap Chenka yang masih membisu. Dalam hati ia berkata tumben anak itu tidak rusuh ketika pulang dari kampus. Malah sekarang Chenka terlihat menggenggam erat telapak tangan sang kakak kedua, terlihat seperti orang yang ketakutan akan sesuatu.

Reno berbisik pada Reyvan, "Chenka kenapa, Rey?"

Sang kembaran menoleh lalu balas berbisik, "Tugasnya lagi banyak, makanya murung gitu, ga ada semangat idup."

Reno mengangguk mengerti, mencoba
percaya dengan ucapan sang kembaran. Setelahnya ia bangkit pergi menuju dapur untuk mengambil minuman dingin dari kulkas.

"Mas, Chenka ke kamar ya?" Rey menganggukkan kepala, yang adiknya itu butuhkan sekarang adalah ketenangan batin agar rasa takut sirna. Setelah Chenka pergi, Reyvan menoleh pada Chandra yang masih asik dengan ponselnya. "Chandra?!" Panggilnya.

"Apa, mas?" Jawabnya tanpa melihat sang kakak. "Aji mana?"

"Kamar." Rey mengangguk mengerti, sebelum pergi ia memperingati Chandra yang terlalu fokus pada ponselnya. "Jangan sampai berjam-jam main hp nya,"

7A's Brother✓Where stories live. Discover now