20th : Obsesi

2.1K 257 28
                                    

BRAK!

"Seperti nya kalian ingin bermain-main dengan ayah, ya? Daniel, cari informasi tentang keberadaan putra bungsu saya sekarang juga."

Daniel Alves, seorang kepala pengawal pribadi Erick. Pria gagah itu masih setia berdiri dibelakang sisi kiri bosnya, mengangguk patuh menanggapi perintah Erick.

"Laksanakan, bos Erick." Ia berlalu pergi, menyisakan Erick sendiri dalam remang-remang cahaya ruangan.

Sudah berlalu hari demi hari, Erick dan anak buahnya mengirimkan paket berisi teror pada anak-anaknya sendiri. Ia masih tetap mengetahui informasi tentang mereka selama itu sebelum kamera mata-matanya dihancur leburkan. Jelas Erick marah besar, rencana memata-matai itu hancur ketika alat itu sudah tidak bisa difungsikan lagi. Erick bahkan berharap salah satu dari mereka terpancing emosi dan mencarinya, ia bisa dengan mudah menculik putra bungsunya jika itu terjadi. Namun yang terjadi malah sebaliknya.

Dan tanpa disadari oleh Erick sendiri, kini Arkan dan sahabat lamanya, Luke diam-diam tengah menyusun rencana yang matang untuk menangkap pria bejat itu. Luke dengan cerdas dapat melacak kamera nano yang diremukkan oleh Arkan itu, walaupun sedikit sulit namun tetap berhasil. Hal ini pun tak diketahui oleh Rey, bahkan Reno sekalipun.

Si sulung tengah bertindak sebagai kakak pertama yang benar-benar melindungi adik-adiknya.

10.32 WIB,
Rumah—Bandung

"Kak Arkan, Rayn pamit sebentar ya?" Kata si bungsu saat dirinya sudah bediri diambang pintu. Arkan yang tengah menuruni anak tangga langsung menatap adiknya dengan tatapan bingung, rumah terlihat sepi karena mereka sudah mulai melaksanakan aktivitas seperti biasa namun masih dalam rasa waspada yang kuat.

"Kemana? Mataharinya terik banget ini," Rayn menggeleng tak apa, "Dideket sini kok. Mau anter buku tugas Yudha," bisa Rayn lihat kini sang kakak tengah berpikir. Memberi izin atau tidak.

Dalam hati Arkan masih tersimpan kekhawatiran yang besar terhadap si bungsu. Namun, setelah ditelaah lagi, rumah Yudha tak sampai berjarak lima ratus meter dari sini. Mungkin tak apa membiarkan Rayn pergi sebentar saja.

"Yaudah, jangan lama-lama ya? Kamu ngerti kan maksud kakak apa?" Rayn mengangguk mengerti. Ia melambaikan tangan pada si sulung lalu pergi menjauh setelah menutup pagar rumah.

Disaat itu juga Arkan menghela nafas. Ia memilih untuk duduk diteras, menunggu kepulangan si bungsu dari rumah temannya. Mendadak hatinya merasakan kekhawatiran yang begitu besar. Arkan sangat berharap kalau Rayn akan tiba dalam waktu sepuluh menit lagi mengingat rumah temannya itu tak jauh dari sini.

'semoga engga Tuhan, semoga engga'

🍀

11.27 WIB,
Rumah—Bandung

Sepertinya Arkan telah membuat kesalahan besar dengan membiarkan Rayn pergi sendirian. Sudah hampir satu jam berlalu setelah kepergian Rayn ke rumah temannya, namun masih belum ada tanda-tanda si bungsu ada dijalan pulang. Arkan tidak sadar, Daniel anak buah sang ayah sudah memantau sejak Rayn meninggalkan perkarangan rumah sendirian dan sudah melakukan aksinya.

Membawa Rayn.

Dan mungkin, enam bersaudara itu takkan melihat adik mereka pulang untuk malam ini.

"Lo tuh apa-apaan sih, kak? Lo udah tau kondisi kita gimana tapi kenapa masih dikasih? Minimal, lo temenin dia. Bukan mantau dari jauh," itu suara Chandra yang frustasi karena Rayn belum juga kembali. Arkan memutuskan untuk masuk kedalam dan menceritakan hal itu.

Chandra sudah menerka, Rayn tidak pulang pasti karena ayahnya. Anak itu sudah berjanji langsung pulang maka itu yang akan terjadi, karena Rayn tak suka membuat enam saudaranya khawatir sebab dirinya.

"Kakak juga ga ngerti, Chan. Lo pasti tau kalau Rayn ga bakal––

––IYA, GUE TAU DIA GA BAKAL INGKAR JANJI. Tapi lo liat sekarang, mana adek lo? MANA ADEK LO ARKAN?"

Jangan salahkan Chandra jika sudah begini. Ia hanya terlalu takut dan kalut dengan segala kemungkinan yang ada dipikirannya. Arkan bilang tidak akan membiarkan ayah mereka merebut Rayn, tapi nyatanya ia sendiri yang mempermudah jalannya rencana lelaki setengah abad itu. Arkan hanya bisa menghela nafas mendengar penuturan Chandra. Ia akui ia salah, ia telah membuat kesalahan besar. Tapi tak ada yang ia bisa lakukan untuk mencegah kepergian Rayn ke rumah temannya.

Arkan sama sekali tidak bisa menebak apa dan kapan rencana itu berjalan, karena Arkan tidak seperti sang ayah. Ia seperti ibu. Yang penuh kelembutan namun tegas, Arkan merasa gagal sebagai seorang kakak. Dan ia sudah tahu kalau rencana yang ia buat dengan Luke takkan berjalan dengan sukses.

11.43 WIB,
Rumah—Bandung

Rey sudah bisa menebak kalau hal ini akan terjadi. Saat ia pulang sekitar lima belas menit yang lalu, suara keributan sudah terdengar ketika ia sampai diambang pintu. Rey sempat tak percaya dengan apa yang didengar, namun melihat apapun yang ia lakukan hari ini tidak ada beres maka Rey percaya bahwa sesuatu telah terjadi dirumah. Belum sempat menginjak lantai dalam rumah, ia segera berbalik menuju motornya dan pergi menuju suatu tempat yang tak pasti ia bisa mendapatkan petunjuk tentang Rayn atau tidak.

11.45 WIB
Unknown Location
Bandung—Jawa Barat

Tubuh adik bungsu dari tujuh bersaudara itu menegang, kala sebuah benda dingin namun tajam ditempelkan pada pipinya. Rayn sadar dan tahu kalau itu adalah pisau, tapi ia tak tahu siapa yang mendekatkan benda tajam itu padanya. Sebab lain hitam yang menutup matanya, Rayn tak bisa mengenali tempatnya berada sekarang.

"Jadi, udah siap berkorban, putra ayah?!" Mata Rayn melotot dibalik kain, tak percaya dengan apa yang didengarnya. Suara berat sang ayah yang sempat ia bertemu disuatu tempat hari itu kini ia dengar kembali, tapi dengan arti tersirat kekejaman didalamnya.

––7A's Brother––

7A's Brother✓Where stories live. Discover now