Special Chapter 2 : Dokter Bedah

311 21 0
                                    

23.44 WIB,
Rumah Sakit Tujuh Saudara
Bandung-Jawa Barat

Katakan saja kalau Nares sudah sukses mencapai mimpinya menjadi dokter bedah. Ia bahkan menjalani wisudanya lebih dulu dari kembarannya yang lain. Perjuangan menjadi seorang dokter tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena Nares sungguh harus bolak-balik rumah dan tempat magangnya selama berhari-hari. Bahkan ia sempat drop karena tenaga yang habis total. Bisa dibilang Nares terlalu memaksakan diri untuk bisa lulus lebih dulu dari Chandra.

Yap, mereka bertaruh siapa yang lebih dulu melakukan wisuda setelah Arkan dan Rey.

Tok!

Tok!

Tok!

"Masuk!" Pinta Nares ketika pintu ruangannya diketuk seseorang.

"Halo, kak Na."

Terlalu sering mendapati sang adik di ruang kerjanya, Nares tak heran jika yang berkunjung lagi adalah Rayn si bungsu. Pria yang sudah beranjak dewasa namun masih bisa ceria seperti tak memiliki beban hidup. Ya memang, yang bekerja keras di kantor itu bukan Rayn. Melainkan sekretaris pribadinya yang berusia satu tahun diatasnya. Tapi tak jarang pula, sisi dewasa milik Rayn hadir memberikan saran yang bijak pada saudaranya yang kadang mencurahkan isi hati mereka.

"Hai, Rayn. Kamu baru balik dari kantor jam segini?"

"Ga kok. Aku dari rumah, tapi sengaja pakai baju casual biar dikira pergi ke kantor sama kak Arkan. Soalnya aku dilarang datang kalau udah jam kesini kerumah sakit kak Nares," kata Rayn diakhiri berbisik. Nares tertawa kecil mendengarnya.

Arkan masih membayikan Rayn yang sudah tak mau dibayikan lagi. Menganggap seluruh aktivitas Rayn dimalam hari adalah sebuah kesalahan dan ia tak boleh pulang larut malam. "Terus kenapa kamu bisa datang kesini kalau dilarang?"

"Aku pakai alibi dari kak Airin, biar kak Arkan ga larang aku."

Si pembohong kecil yang beranjak dewasa. Nares semakin tertawa mendengar itu. Rayn masih memakai taktik lama dalam meminta izin pada yang lebih tua. Diusianya yang sekarang, Rayn bahkan tak cocok jika harus duduk dibalik meja cokelat ruang kerjanya. Memimpin seluruh rapat yang berakhir dengan banyaknya kerjasama yang datang secara beruntun.

"Em, kak Na ada jadwal operasi lagi?" Tanya Rayn setelah cukup lama terdiam. Membuat sang kakak berpikir sebentar sebelum menjawab, "Ga ada sih. Tapi masih harus cek pasien yang organ dalamnya rusak, kayaknya kakak ga bakal pulang malam ini."

Rayn bisa maklum dengan hal itu. Karena tak sekali dua kali Nares mengatakan hal yang sama. Pekerjaan nya sebagai dokter dirumah sakit ini sangat diperlukan karena Nares harus mengatur semuanya. Ia yang bertanggung jawab atas rumah sakit yang dibangunnya. Rumah sakit yang didesain khusus oleh Rey selaku pemilik jiwa seni paling dalam diantara mereka bertujuh.

"Yaudah deh, aku pamit ya? Kalau beneran dicariin kak Arkan trus didepak dari rumah kan ga lucu. Bye, kak Na." Rayn berlalu dari ruangan Nares.

Sejak kelulusannya, Rayn memang menjadi sibuk. Tapi tidak lebih sibuk dari kakak-kakaknya, ia hanya perlu meninggalkan rumah lalu ke kantor dan duduk santai. Ya kira-kira begitulah gambaran umum tentang siklus kehidupan Rayn saat ini. Selepas kepergian sang adik, Nares memakai jas kebanggaan nya kembali. Meraih stetoskop dan berjalan keluar dari ruangan setelah mengantongi ponsel miliknya.

Ia sudah terlalu terbiasa dengan suasana rumah sakit yang sepi. Terlebih diatas jam sepuluh malam, sudah berteman dengan hawa dingin yang selalu muncul kala Nares melewati lorong-lorong sepi. Tapi tak masalah jika itu demi impiannya dan impian sang ibu dahulu.

🍀

06.22 WIB,
Rumah-Bandung

Airin memang sudah selalu siap sedia di rumah setelah Rey dan Chenka tinggal di China. Karena bila tidak ada Rey, jangan harap seluruh saudaranya akan bangun tepat waktu. Mereka sudah terbiasa dengan dibangunkan bukan bangun sendiri. Terkadang Rayn yang melakukan itu tapi juga kadang ia yang ikut terlambat bangun, berakhir kesiangan pergi ke kantor.

Seperti pagi ini, wanita berusia dua puluh empat tahun itu kini tengah membantu bi Asri menyiapkan sarapan untuk para bujang dan calon suaminya. Hitung-hitung belajar memasak juga, bukannya tidak pandai. Hanya saja masih kurang ahli, Airin itu tipe perempuan yang tidak mudah percaya diri. Jika masakannya kurang maka wajah murung khas nya akan diperlihatkan.

Tak lama, terlihat Rayn dengan pakaian santai turun sembari melihat ponsel. Airin segera memperingati, "Dek, liat jalan dulu. Ntar kamu gelinding ke bawah, ga lucu."

"Iya, teh." Rayn pasti begitu, memanggil Airin dengan sebutan Teteh ketika seluruh anggota rumah sedang tidak ada, Airin tidak terlalu suka dengan panggilan khas orang Sunda itu. Ia lebih terbiasa dipanggil kakak dibanding dengan Teteh.

Disaat yang sama, Nares baru saja memarkirkan mobilnya di garasi rumah. Jadwalnya cukup padat hingga baru bisa pulang di jam sekarang. Orang-orang di rumah tidak heran karena diberitahu pun Nares tetap tak jera.

Ceklek!

"Nares, pulang!!" Katanya memberitahu.

Dengan wajah lelah, Nares pergi menuju dapur dan duduk pada salah satu kursi meja makan. Ia begitu lapar hingga tak bisa naik ke kamarnya dulu untuk berganti pakaian.

"Kenapa ga ganti baju dulu, Na? Biar enak sarapannya." Ujar Reno heran.

Yang ia tahu, Nares adalah tipe orang paling bersih setelah Rey disini. Tidak suka dengan tubuh yang lengket karena keringat dan pasti selalu mandi lebih dulu dari yang lain. "Udah laper gue. Lupa makan semalam," balas yang lebih muda.

Airin yang mendengar itu langsung berkacak pinggang, melotot pada calon adik iparnya. Membuat Nares meringis meminta maaf. Airin adalah orang paling galak setelah Reyvan jika sudah menyangkut masalah kesehatan setiap anggota keluarga.

"Lain kali gausah cari gara-gara, kamu dokter tapi ga bisa rawat diri sendiri." Omel wanita itu.

Dan Nares hanya bisa menghela nafas seraya mengangguk singkat.

7A's Brother—

7A's Brother✓Where stories live. Discover now