Benci.

2.3K 215 147
                                    

Bali,
Pertengahan Desember, 2022

--------------------
3 Juni 2021
--------------------

Gun tidak tahu entah kesialan ini hanya terjadi pada dirinya sendiri saja atau pada semua orang juga, tapi yang pasti, sebanyak apapun pekerjaan yang dia selesaikan, kertas kertas yang bertumpuk menggunung itu akan semakin meninggi, bukannya semakin berkurang.

“Hahhh...” Gun menyandarkan punggung pada kursi saat kedua matanya sudah tidak lagi mampu menatap layar telalu mata. Rasanya lelah.

Pria itu menguap satu kali sebelum akhirnya memutuskan untuk bangkit berdiri dan membuat secangkir kopi. Sembari menunggu air di dalam pot mendidih, Gun memejamkan matanya sambil membayangkan wajah Off. “Habis ini bisa lihat muka Off lagi, trus nanti kesel sama ngantuk aku semuanya hilang. Yey!” Batinnya sambil tersenyum kecil.

Setelah menyeruput hampir setengah dari cangkir kopi, Gun memutuskan untuk kembali fokus pada dua gunung kertas di hadapannya.

Waktu baru menunjukkan pukul sebelas siang saat ponselnya tiba tiba berbunyi. Gun tersenyum kecil melihat nama yang tertera pada layar ponsel.

“Sayang anyway busway yang lagi sibuk bangettt!!!” Sapa Off ceria.

“Tumben nelfon jam segini? Bosen ya di Starbucks nggak ada kerjaan?” Tanya Gun sambil sibuk menatap layar laptopnya.

“Jadwal sidang proposal aku udah keluar nih...Tanggal dua tiga Desember jadinya, nggak jadi akhir tahun soalnya Mr. Pangat ada acara keluarga.”

“Oke, kalau tanggal dua tiga...Wait.” Gun membuka kalender di depannya. “Jumat minggu depan ya...Kamu mau balik Bangkok kira kira dari kapan sampe kapan?”

“Kamis gimana? Kamu sibuk nggak?”

“So far belum ada jadwal sampe ke sana sih. Kalau gitu mending aku minta ijin dulu dari sekarang. Tapi aku senin udah balik Bali lagi ya.”

“Iya, aku juga ngikut kamu balik kog...”

“Emangnya nggak ada revisi revisi?”

“Mentang mentang udah lulus jadi lupa kalau proposal nggak perlu revisi ya?”

“Eh iya lupa...Kalau gitu sabtu minggu kita ke Chiang Mai yuk? Aku pengen ketemu P’Eks sama bibi Nart.”

“Ya udah kamu ijin dulu, kalau udah fix kamu kabarin aku. Oke? Nanti tiketnya biar aku yang urusin.”

“Oke...Aku tutup dulu ya, kerjaan aku masih segunung soalnya Mr. Pond lagi balik Bangkok nih...”

“Okay, Aku juga mau beresin printilan printal daftar isi aku juga...Kamu kalau udah mau pulang kabarin aku, aku turun.”

“Key, Bye!” Sahut Gun senang karena perasaannya perlahan membaik setelah mendengarkan suara Off. “Bisa gitu ya? Kopi setengah cangkir nggak mempan, denger suara Off nggak sampe lima menit langsung seger dari kaki sampe kepala. Kemakan omongan sendiri nih...Karma is real.” Gun menepuk nepuk pipinya gemas dengan dirinya sendiri.

“Gun...” Lalu suara Interkomnya berbunyi.

“Yes?”

“Ke ruangan saya sekarang.” Perintah Nammon.

“Oke...” Sahutnya malas. “Habis gini telfon Off lagi ah biar moodnya balik lagi.” Gun melompat lompat kecil lalu berjalan keluar ruangannya setelah mengambil payung untuk melindunginya dari panas matahari karena berjalan keruangan Nammon memang butuh perjuangan.

Untung saja Nammon sedang tidak menyebalkan hari ini. Paling tidak hari ini dia menawari Gun segelas air kelapa sebelum pria mungil itu kembali ke ruangannya.

Are You Still There, My First?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang