🍁ρrοιοg🍁

477K 24.8K 1.7K
                                    

"Enggak mau yah,,,hikss"

Tangisan seorang gadis SMA menggema di dalam kamar. Terlihat seorang pria paruh baya yang tengah menarik tangan anaknya dengan kasar.

"Diem! Turutin kemauan ayah, mau jadi anak pembangkang kamu hah?!" Bentak pria paruh baya itu sangat keras.

"Tapi Sayna gak mau yah,,, hiksss"

"Udah dengerin apa kata ayah kamu. Ini bukti kalo kamu itu anak berbakti" ujar wanita paruh baya yang berdiri di ambang pintu sambil bersedekap dada, yang tak lain adalah ibu kandungnya.

Pernyataan macam apa itu? Berbakti? Apa berbaktinya anak kepada orang tua harus dengan seperti ini? Sayna tak habis pikir dengan kedua orangtuanya yang tega menjualnya kepada seorang pria, yang bahkan seumuran dengan om-nya.

Dalam langkahnya, Sayna terus memberontak agar cekalan pada tangannya terlepas. Namun nihil, usahanya sia-sia. Pria dengan sebutan ayah itu menyeretnya menuruni tangga dengan kasar, sampai Sayna hampir terjatuh jika tak ditahan oleh mamahnya.

"Udah kamu nurut aja, lagian pria yang nanti jadi suami kamu itu orang kaya, hidup kamu pasti terjamin"

"Tapi Sayna masih sekolah mah,, Sayna masih mau sekolah,,, hikss"

"Berisik! Hapus air mata kamu itu, jangan sampe calon suami kamu liat" ujarnya wanita itu kesal.

Sayna hanya bisa menangis kecil setelahnya. Sampai akhirnya langkah ayahnya berhenti tepat di ruang tamu, dimana ada seorang pria yang sedang menikmati secangkir kopi hangat. Pria dengan tubuh tegap berahang tegas itu tengah duduk di sofa dengan angkuhnya. Menatap datar seolah biasa saja melihat pemandangan seperti ini.

"Ini anak gadis kami" ujar ayah Sayna ramah kepada pria yang tengah duduk itu. Umurnya mungkin sekitar dua puluh lima tahun.

Skala, pria yang dikenal sebagai direktur utama itu dengan santainya menatap Sayna dari atas hingga bawah, membuat gadis itu menunduk takut. Yah, dia adalah seorang pria Casanova yang membeli Sayna.

Boleh juga, batinya

"Bagaimana, cantikan?"

Hanya deheman yang terdengar dari mulut Skala. Pria itu lantas menyuruh satu orang pria yang di kenal sebagai asisten nya untuk masuk membawa koper hitam berisi uang. Kedua orang tua Sayna tersenyum saat melihat betapa besar koper yang dibawa pria berwajah dingin dan datar itu.

"Semua uang ada disini" Skala menyerahkan koper hitam besar itu kepada kedua orangtua Sayna. "Bisa anda cek terlebih dulu"

Dengan senang hati kedua paruh baya itu membuka koper yang berisikan uang didalamnya. Jumlahnya sangat banyak, bahkan koper itu sampai penuh.

"Jadi saya bisa langsung membawa gadis itu?" Tanya Skala tersenyum miring, dengan pandangan yang tak pernah teralihkan dari wajah cantik Sayna.

Kedua orangtua Sayna mengangguk antusias "iya, iya bawa saja" katanya sambil mendorong-dorong tubuh Sayna.

Dengan lirikan matanya, Skala memerintahkan asistennya untuk membawa Sayna ke dalam mobil. Dan hal itu tentu saja langsung di lakukan oleh asistennya yang bernama Roy.

Dengan sigap, pria berwajah datar dan dingin itu mempersilahkan Sayna berjalan duluan "silahkan nona" ucapnya tanpa ekspresi.

Sayna mematung ditempat, menatap kecewa kedua orangtua nya yang bahkan tak melirik kearahnya sama sekali. Apakah kehidupan remaja nya akan berakhir disini? Air mata lolos begitu saja menyadari ia akan menjadi istri dari seorang casanova.

Apakah ia bisa menjalani pernikahan dengan pria yang bahkan tak pernah cukup dengan satu wanita? Dengan berat hati akhirnya Sayna melangkah keluar dari rumah, yang diikuti oleh Roy asisten Skala.

Memastikan Sayna sudah pergi, Skala berdiri dari duduknya, menatap datar kedua orang yang masih sibuk dengan koper besar berwarna hitam itu. "Setelah ini, jangan ganggu atau cari Sayna. Karna Sayna sudah menjadi milik saya"

"Tenang saja, kau boleh mengambil putri kami" jawab mamah Sayna tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari uang yang ada di kedua genggamnya.

Tanpa berucap sepatah kata lagi, Skala melangkah keluar meninggalkan kedua paruh baya yang masih sibuk dengan dunianya.

"Enggak sia-sia kita membesar anak itu ya pah" ujar wanita itu kepada suaminya "akhirnya anak itu ada manfaatnya juga" lanjutnya senang.

"Iya, untung saja dulu kita tidak jadi membunuhnya"

🍁🍁🍁

Not Perfect Husband || END  Where stories live. Discover now