03

51 255 0
                                    

Hidup kadang sekonyol itu. Ayesha masih tidak habis fikir dengan kejadian beberapa waktu yang lalu. Ketidaksengajaannya bertemu dengan Alfariel ternyata berujung petaka seperti ini. Bisa-bisanya cowok jangkung itu menyukainya bahkan tanpa alasan. Sebenarnya bukan tidak ada alasannya, melainkan Ayesha sendiri yang tidak mengetahuinya dengan jelas.

Sepanjang proses belajar mengajar berlangsung, tidak sedikit pun otaknya melepas nama Alfariel. Ayesha benar-benar tidak menyangka, bahwa ternyata bumi yang luas ini mampu menampung makhluk gagal produksi seperti Alfariel. Ayesha hanya tidak mau kefokusannya dalam menuntut ilmu akan terganggu karena ia terus-terusan dihadirkan oleh sosok bernama Alfariel itu.

"Lo kenapa sih, Sha? Dari tadi kelas dimulai sampai sekarang udah jam pulang, muka lo ditekuk gitu?" Mirza menghampiri Ayesha yang tengah mengemasi barang-barangnya.

Hiruk pikuk di dalam kelas masih terdengar jelas. Karena memang siswa-siswi lain juga tengah beres-beres hendak melenggang pulang.

Ayesha menggeleng. "Nggak pa-pa, Za. Mood gue mendadak rusak aja."

"Lo butuh tempat cerita?" tanya Mirza, karena ia tau Ayesha pasti membutuhkan seseorang, "kita bisa mampir ke cafe sebentar, mungkin. Gue traktir lo makan."

Ayesha menggeleng, lagi. "Nggak usah, Za. Gue nggak pa-pa. Lagian kan, gue harus langsung ke cafe Kak Gilang. Nggak enak kalau hari pertama masuk, gue justru datengnya telat." Ayesha mencoba tersenyum meyakinkan Mirza.

Mirza menghembuskan nafasnya perlahan lalu mengangguk. "Yaudah kalau gitu gue yang anter lo ke cafe. Kali ini gue nggak terima penolakan."

Ayesha terkekeh pelan, lalu mengangguk. Tangan Ayesha bergerak menggunakan ranselnya. Sesaat kemudian, mereka langsung bergegas keluar dari kelas untuk menuju ke parkiran sekolah.

"Halo, calon..."

Mata Ayesha membulat ketika mendapati Alfariel yang kini sudah berdiri di ambang pintu kelasnya. Laki-laki dengan jaket kulit berwarna hitam itu memberikan senyuman hangat untuk gadis impiannya itu.

"Astaga." Jelas, Ayesha tampak mendecak kesal. Lagi dan lagi situasi ini dialami olehnya. "Di dunia yang super luas ini, harus banget ya, gue ketemu sama cowok sinting kayak lo?" Tatapan Ayesha untuk Alfariel jelas menandakan kalau ia tidak suka dengan perlakuan pria itu. Namun Alfariel tidak memperdulikannya. Yang ia tau, ia menginginkan sosok dengan sejuta keunikan yang bernama Ayesha ini.

"Kan jodoh, jadi mau lo kemana pun dan dimana pun, kemungkinan besar pasti ketemu gue." Alfariel memperlihatkan sederet gigi putihnya.

Mirza, yang saat itu berada di dekat Ayesha tidak berkutik. Ia sadar bahwa itu adalah siswa baru di sekolahnya. Yang membuatnya tak menyangka adalah, ternyata Ayesha sudah mengenali pria kaya ini.

"Nggak usah ngelantur." Ayesha mengibaskan tangannya di hadapan wajah Alfariel. "Gue mau pulang, permisi."

Ayesha yang saat itu sudah mulai melangkah, langsung dicegat oleh Alfariel dengan berdiri di hadapannya.

"Bareng gue aja, ayo?"

Ayesha menggeleng. "Gue nggak mau.".

"Harus mau dong, Shasa..." Alfariel masih mencoba memohon namun Ayesha bersikukuh menolaknya.

"Minggir lo!" Ayesha menyentak keras, "atau gue bakal lapor sama kepsek kalau lo ngelakuin pelecehan sama gue?" Ayesha mencoba mengancam. Padahal jelas ancamannya itu tidak berlaku. Banyak mata yang menyaksikan perdebatan mereka, otomatis akan lebih banyak yang membela Alfariel.

"Lo lucu banget sih, Sha? Gue jadi makin gemes, tau nggak?" Alfariel terkekeh geli melihat ekspresi wajah Ayesha. "Yaudah deh, lo duluan aja. Nanti sore gue ke cafe, ya? Nemenin lo kerja."

RUMITDonde viven las historias. Descúbrelo ahora