24

14 108 90
                                    

Hembusan nafas terdengar jelas keluar dari mulut mungil milik Ayesha. Ia sudah tidak bisa bernafas menggunakan hidungnya karena terasa seperti tersumbat. Jika tadi hidungnya hanya mengeluarkan darah sebelah, kini kedua lubang hidungnya mengeluarkan darah segar. Jika tadi hanya sebelah sudut bibirnya yang terkoyak dan mengeluarkan darah, kini hampir seluruh bagian wajahnya terluka parah. Bahkan sudut kiri dahinya juga terkoyak, memperlihatkan daging putih bercampur darah di dalamnya. Ayesha tidak tau bagaimana keadaannya sekarang, yang jelas semua tidak terasa sakit sama sekali. Ia seperti mengalami mati rasa. Tidak tau lagi bagian tubuhnya yang mana yang paling sakit.

Jika dilihat, keadaan Ayesha sangat mengkhawatirkan. Seluruh tubuhnya dipenuhi dengan lebam-lebam. Tangan, kaki, perut, bahkan punggungnya, kini mengalami luka-luka. Ya, Ayesha benar dihajar habis-habisan oleh kedua teman Raquel. Ayesha tidak melihat rasa kasihan dari raut wajah Raquel saat datang kembali dan mendapati keadaannya yang sudah tidak bisa digambarkan lagi.

"Siap-siap nggak masuk sekolah sebulan ya..." Raquel tertawa terbahak-bahak melihat Ayesha yang terbaring dengan keadaan yang sangat lemah.

Ayesha mengetahui bawa itu Raquel meskipun ia sudah tidak bisa melihat dengan jelas. Ia juga bisa mendengar bagaimana Raquel tertawa bahagia di atas penderitaannya.

"Gue mau prihatin, tapi gue juga seneng ngeliat kondisi lo yang babak belur kayak gini. Udah gue bilang kan, kalau gue bisa lakuin apapun yang gue mau kalau lo masih berusaha deketin Alfa? Gue nggak suka kalau omongan gue dianggap kayak angin lalu, Sha... Karena faktanya gue bisa buat lo lebih mampus dari ini." Raquel berjongkok di hadapan Ayesha, lalu kembali mencekam pipi Ayesha. Wajahnya benar-benar babak belur dibuat oleh kedua teman Raquel. Mungkin Ayesha bisa saja melawan kalau semisal kedua tangan dan kakinya tidak diikat. Namun karena ia tidak dapat bergerak, maka ia tidak dapat memberikan perlawanan. Alhasil hanya bisa menahan saja.

"Lo ngerasa lo menang?" Ayesha masih berusaha mengeluarkan suara meskipun itu agak tertahan di tenggorokannya. "Gue rasa lo punya riwayat penyakit, Ra. Mau tau penyakit apa?" Ayesha menaikkan alisnya sebelah. "Gangguan mental." Ayesha menyunggingkan senyum di sebelah bibirnya. "Lo nggak layak untuk Alfa, pantesan Alfa nggak pernah mau balikan sama lo." Ayesha masih bisa terkekeh dengan kondisinya yang sudah babak belur seperti sekarang ini.

Raquel juga tidak menyangka kalau Ayesha masih bisa juga menghinanya meskipun sudah dalam keadaan yang sangat buruk seperti sekarang. Kalau ia mau, Raquel bisa saja membunuh Ayesha sekarang juga, ia ahli dalam menghilanhgkan jejak agar polisi tidak bisa menangkapnya. Namun ia masih ingin melihat Ayesha lebih tersiksa dari pada ini.

"Kuat juga nyali lo ternyata." Raquel menyahut. "Sebenernya gue bisa aja habisin lo sampai sisa nama lo doang, tapi sayang gue masih belum bisa ngelakuin itu. Gue masih pengen ngeliat lo nikmatin rasa sakit lo pelan-pelan. Itu bentuk kebahagiaan gue, soalnya."

"Kenapa? Lo takut?" Ayesha tersenyum miring. Memar dan luka di tubuhnya benar-benar tidak terasa sedikit pun. Ia hanya merasa tubuhnya lemah, namun tidak sakit sama sekali. "Lo nggak bakal pernah bisa bunuh gue, Ra. Nggak akan pernah bisa, paham?"

"Terserah lo mau ngomong apa, gue nggak peduli." Raquel membuang muka. "Tuh, lo liat."

Raquel menunjuk ke suatu arah, dan Ayesha berusaha untuk melihatnya. Ternyata di sudut ruangan, Raquel meletakkan kamera yang sengaja ia gunakan untuk merekam seluruh penyiksaan yang telah ia lakukan pada Ayesha.

"Rekaman ini bakal jadi tontonan favorit gue sejak hari ini. Lo emang tokoh terbaik dalam film ini." Raquel terkekeh pelan.

Ayesha mengabaikan, ia tidak peduli sama sekali. Rekaman itu tidak akan ada ruginya untuk dirinya. Terserah Raquel ingin merekam di bagian yang mana. Ia sama sekali tidak peduli.

RUMITUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum