Bicycle

4 2 0
                                    


Pagi ini biasanya sangat menyenangkan bagi seorang anak bernama Kim Namjoon yang saat ini berusia delapan tahun, bukannya tidak suka tapi kali ini perasaannya tengah tidak baik mata coklatnya terus mengarah pada di depannya. Wajahnya tertekuk sedih, dia duduk di kursi besi dekat taman dengan kedua tangan menopang dagunya tambahan bibirnya mengerucut sendu. Sebab di depannya sepeda miliknya telah rusak, bukan hal yang besar tapi dia tidak bisa memperbaikinya.

Namjoon hanya seorang anak kecil yang ingin bermain.

Dan sekarang sepeda satu-satunya telah rusak.

Karena bannya yang mengempis membuat Namjoon kesusahan membawanya, tanpa sadar dia telah membawa dirinya begitu jauh dari rumahnya sebab saat ban itu mengempis saja dia berada di pasar yang biasanya ibunya belanja. Dan sekarang apa yang harus di lakukannya? Dia bingung sedari tadi karena tidak mendapatkan ide untuk membawa sepeda itu ke rumah kembali.

"Sepeda kamu kenapa?"

Namjoon yang awalnya menunduk terkejut seketika saat mendengar suara anak lain, hari sudah mulai siang dan pastinya keluarganya tengah khawatir saat ini. Lalu tanpa memikirkan apapun lagi dia mengangkat wajahnya, mata coklat Namjoon melihat seorang anak kecil berbaju kaos tebal yang hampir membuat menutupi seluruh tubuhnya. Dia begitu lucu apalagi matanya yang bersinar itu ditambah pipinya yang tembam, membuat dorongan untuk berteman dalam diri Namjoon berteriak.

Sebenarnya Namjoon ini anak yang tidak pandai bergaul tapi dengan anak di depannya, membuatnya sedikit berbeda entah kekuatan apa yang di berikan anak itu sampai seorang Kim Namjoon ingin berteman dengannya. Tapi bukan itu yang sekarang menjadi hal yang penting, sebab sepedanya lebih berarti dari apapun.

Namjoon menunjukkan wajah sedihnya pada anak itu. "Ban sepeda ku kempis, aku tidak tahu bagaimana membawanya. Pasalnya saat aku menuntun sepeda itu, bannya semakin rusak."

Anak itu tersenyum membuat matanya menyipit seketika. "Aku punya ide tunggu di sini," tuturnya dengan kedua tangan anak itu bergerak membuat gestur menahan Namjoon agar tidak pergi.

Namjoon mengerutkan keningnya saat melihat anak itu pergi atau lebih tepatnya lari menjauh darinya, mata kecil Namjoon terus mengikuti ke mana anak itu pergi dia berhenti tepat pada seorang pria dewasa yang menjulang tinggi itu. Namjoon sudah tidak minat menatap sosok anak yang awalnya bertanya padanya, tapi dia sudah pergi bersama pria dewasa yang bisa Namjoon asumsikan itu adalah ayahnya. Dan di sinilah nasibnya berada, telantar di sebuah taman yang banyak di kunjungi oleh keluarga lainnya. Pusing karena sepedanya rusak tidak berada di tempat yang tepat.

Yeah mungkin Namjoon akan menunggu saja di kursi ini, bisa saja orang yang mengenalnya akan menolongnya lalu membawanya pulang ke tangan keluarga yang saat ini Namjoon rindukan.

Namun bagaimana kalau sosok yang mengenal dirinya hanya pura-pura agar menculiknya, itu bisa saja terjadi karena penculikan anak marak terjadi dengan cara seperti itu.

Namjoon memang anak pintar itu sudah diakui oleh guru sekolahnya, walau dia masih duduk di kelas tiga dia sudah paham di sekitarnya. Tidak masalah dengan kemampuan otaknya yang tidak biasa, Namjoon malah bersyukur karena mempunyai kemampuan itu.

"Ayo Ayah bantu temanku, dia sedang kesusahan karena sepedanya rusak." Anak itu kembali dengan membawa ayahnya menuju tempat Namjoon berada.

Namjoon pikir anak itu akan pulang dan lebih memilih berjalan-jalan bersama keluarganya, tapi dia kembali lagi membawa paksa ayahnya yang terlihat pasrah itu Namjoon hanya bisa menatapnya dengan penuh ketidakpercayaannya. Apalagi saat sosok dewasa itu berjongkok di depanya dan dia bertanya dengan suara lembut. "Ada apa dengan sepedamu?"

Inside DreamTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon