9. She's Look Pretty

1K 148 9
                                    

Thankyou buat kalian yang menemukan cerita ini dan jatuh cinta dalam kisah Lentera dan Alwi. Pokoknya jangn bosan ya. Kedepannya akan lebih seru❤🦕🦋

Jadi, kalian bisa baca cerita My Perfect Psikiater ini berawal dari mana/siapa?

***

"Bang, ada tamu loh, temen SMA sekaligus Kuliah Abang di UI

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Bang, ada tamu loh, temen SMA sekaligus Kuliah Abang di UI. Tuh liat aja." Antari menyambut Alwi yang baru saja memarkirkan mobilnya. Wajah laki-laki itu tampak sayu, kedua netranya merah. Seharian ini ia benar-benar dibuat ekstra lelah hati dan pikiran.

"Siapa, Ri?" Alwi menyuramkan kedua matanya. Sesekali menguap, mengulurkan map berisi dokumen penting. "Boleh minta tolong bawakan ini nggak? Saya capek banget. Btw, jam sembilan gini ada tamu?"

Antari berdecak kesal. "Kan tadi udah dibilangin. Itu tamu Bang Alwi. Buruan liat!" ujarnya geram.

Alwi bertanya-tanya. Langkahnya lebar memasuki ruang tamu. Dan, pandangan pertama yang Alwi dapati adalah dua orang yang baru saja meletakan cangkir, lantas keduanya sedikit kaget akan kedatangan Alwi.

"Al, akhirnya lo pulang, gue kira lo lupa jalan rumah." celotehnya.

Alwi tersenyum samar. Jenis senyum yang ia sendiri tidak tahu untuk apa. Tapi memang seharusnya Alwi menampilkan itu untuk tamu istimewanya.

"Sini, nak. Malah bengong. Mereka udah dari tadi loh. Kamu di telpon susah banget." gerutu Mamanya.

"Hp saya lowbat, Ma." jawab Alwi lirih.

"Lo seformal ini, Al? Ck. Lo nggak kangen kita?" tanyanya.

Alwi mengangguk. Ia merangkul tubuh yang setara dengannya. Gagah dan berwibawa. Lalu, Alwi tampak canggung di hadapan salah satu tamu yang bertahun-tahun ia rindu kehadirannya. Dan malam ini adalah momen jumpa yang membuat Alwi merasa itu mimpi.

"Han," sapanya sesaat. Setelah itu ia terusik oleh anak kecil di pangkuan perempuan yang baru saja ia sapa. Anak itu tertidur pulas. Dengkuran halusnya menggelitik jiwa kosong Alwi.

"Anakmu tertidur," reflek berucap itu. Pundak Alwi ditepuk. Ia menoleh pada laki-laki seumurannya itu. Dia—pemilik hati perempuan yang saat ini tengah memangku anak kecil berumur tujuh tahun berparas tampan.

"Lo boleh mandi dulu, biar nggak ngantuk, kita bisa nunggu." ucapnya.

"Tapi kalian udah nunggu gue lama, emangnya nggak pa-pa kalo gue mandi dulu?" tanyanya.

My Perfect PsikiaterWhere stories live. Discover now