10. Anda Menginginkan Permainan?

1K 143 7
                                    

Hai! Part ini dan berikutnya udah mulai bau-bau konflik. Udah siap ketemu Senjana belum ya?

***

"Selamat pagi, Dokter Gavin

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

"Selamat pagi, Dokter Gavin."

Sapaannya membuat laki-laki jangkung ber-Jas putih itu sedikit kaget. Ia menampilkan raut yang tidak biasa namun akhirnya senyum itu terulas manis. "Pagi, Dokter muda. Wah apa saya tidak salah dengar? Tumben sekali kamu menyapa saya?" ucapnya heran.

Dia—Alwi. Tampil percaya diri dengan aura yang menyenangkan. Bahkan pagi ini, ia menyapa Dokter Gavin yang sebelum-sebelumnya sangat dihindari lantaran kurang nyaman. Tapi, hari ini dan seterusnya Alwi ingin berbaur lebih dekat dan merakyat pada semua rekan-rekan Papanya. Terutama Dokter Gavin.

"Saya merasa sudah bisa berbaur dengan baik, jadi saya pikir menyapa semua senior menjadi rutinitas saya nantinya." sahut Alwi.

"Bagus, jadi saya orang ke berapa yang kamu ucapin selamat pagi?" tanyanya.

"Pertama." jawab Alwi.

"Wah, semoga harimu menyenangkan. Saya mau absen dan lanjut kegiatan lainnya." Dokter Gavin menepuk pundak Alwi.

"Dokter Gavin," panggilnya. "Saya boleh jadi partner psikiater pasien yang anda tangani?" Alwi menatap dengan sorot yakin. Tak lupa ia tampilkan senyumannya.

Laki-laki itu tampak merenung beberapa detik. Sampai akhirnya ia menunjukkan reaksi yang membuat Alwi semakin melebarkan senyumnya.

"Tentu saja. Saya senang kalau kamu ingin kita kerja sama." ucap Dokter Gavin.

"Hari ini jadwal pasien apa?" tanya Alwi.

Dokter Gavin manggut-manggut, berpikir mengenai jadwal kerjanya. "Emm ... Saya ada jadwal terapi pasien jiwa di lantai tiga, terus seperti biasa saya menangani Lentera. Kamu mau ikut yang mana?"

"Saya ikut ke jam terapi untuk Lentera saja. Kira-kira jam berapa?" sahut Alwi.

"Sekarang. Lentera nomor satu buat saya. Karena dia memang spesialis yang harus di perhatikan secara khusus. Baik saya siap-siap, kamu boleh melakukan kegiatan ringan terlebih dahulu sembari menunggu saya."

Alwi mengangguk. Ia melenggang menuju koridor sembari merentangkan tangan. Gerakan-gerakan ringan yang lain untuk melenturkan otot-otot yang kaku.

Tatapannya menyipit. Mengamati Alwi dengan seksama. Merasa ada yang membuatnya janggal dari sikap Alwi yang tiba-tiba berubah. Tapi—Gavin Erlangga selalu menyiapkan kemungkinan-kemungkinan terburuk untuk dirinya sendiri. Ia tidak tahu apa maksud dari sikap Alwi, namun hal itu juga tidak begitu ia pikirkan. Karena tujuannya hanya satu. Lentera. Dalam satu bulan kedepan, gadis itu akan mengalami banyak penderitaan—Oleh Gavin.

My Perfect PsikiaterKde žijí příběhy. Začni objevovat