23. You Deserve It

663 102 46
                                    

Oke, part sebelumnya bagaimana?

Siapa yang bisa nebak, di part ini Gavin akan bertindak seperti apa?

Thank you supportnya. Vote+comment kalian is another level of love<33333

***

"Mengapa ada kejadian semacam ini di RSJ? Sangat tidak wajar, Alwi." sergah Ikhwan dengan raut kebingungan serta risau oleh insiden terlukanya Dokter Gavin. Ia mondar-mandir memikirkan keselamatan seorang psikiater yang sedang di rawat lantaran pinggangnya terdapat luka tusukan pisau. Bagian tubuh tersebut dijahit, lalu Dokter Gavin mendapat penanganan intensif oleh pihak medis RSJ Kasih Beta, milik Ikhwan.

"Papa tahu apa yang menjadi penyebab Lentera melakukan itu," ucap Alwi datar. Ia berdiri memunggungi Papanya.

"Karena dia memiliki gangguan jiwa?" sahut Ikhwan sedikit kesal.

"Orang gila bertindak di luar kendali dirinya, tapi Lentera tidak gila. Dia melakukan itu atas dasar dorongan jiwanya. Lentera akan melakukan tindakan-tindakan gila jika dirinya terusik, jadi kesimpulannya, ini bukan sepenuhnya kesalahan Lentera. Coba Papa tanyakan langsung ke beliau." ujar Alwi menjabarkan.

"Sampai kapan gadis itu membuat seisi Rumah Sakit Jiwa terguncang, setiap minggunya dia melakukan tindakan yang membahayakan dirinya dan orang lain." Ikhwan menyahut frustasi.

"Sampai dia benar-benar sembuh." celos Alwi.

"Harapan sembuhnya kecil, kalau sampai akhir tahun dia masih seperti itu, Papa terpaksa mengirimnya ke luar negeri, supaya ditangani langsung oleh ahlinya, kebetulan beliau teman kuliah Papa." ungkap Ikhwan.

"Solusi yang tidak akan pernah Alwi setujui." timpalnya. Ia yang tadinya memunggungi Papanya, kini menghadap dengan tatapan serius.

"Semua demi kebaikan dia." sahut Ikhwan.

"Tidak ada yang baik, jauh-jauh ke luar negeri belum tentu bisa menyembuhkan Lentera. Biarkan dia pulih di tempat ini, mau seberapa lamanya dia harus tetap di sini." tegas Alwi.

"Papa capek, Al!" sentak Ikhwan.

"Istirahat, Papa boleh berhenti dari semua kegiatan yang ada di sini. Tidak perlu memikirkan Lentera lagi, biarkan Lentera menjadi tanggungjawab Alwi." ujarnya.

"Papa tidak mengerti jalan pikiran kamu, Alwi." sahutnya dengan raut marah.

"Kalau saja mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan diri mereka, sudah pasti mereka tidak ingin hidup di tempat ini, mereka akan memilih hidup sehat dan menyenangkan di luar sana. Papa kalau capek, istirahat, jangan salahkan pasien yang butuh perhatian khusus dari kita. Apalagi mengenai Lentera, Alwi tidak suka jika Papa berniat memindahkan Lentera dari sini."

Ikhwan menatap tajam. Ia seperti sedang di remehkan oleh musuh. Padahal Alwi adalah anaknya.

"Kalau sampai Papa melakukannya tanpa sepengetahuan Alwi, Alwi pastikan, Papa tidak akan bisa melihat anak semata wayang yang selalu digadang-gadang menjadi seperti Papa, jangan salahkan Alwi jika nanti nama Papa tercoreng buruk gara-gara berita anaknya menjadi perusak rumah tangga orang. Perlu Papa ketahui, Alwi masih mencintai Hanny sampai detik ini."

"Kamu sudah gila?!" tukas Ikhwan.

"Itu hanya sebuah ancaman kalau Papa benar-benar memindahkan Lentera secara diam-diam."

My Perfect PsikiaterWhere stories live. Discover now