32. Hi, Tingker Bell!

323 42 12
                                    

Halo! Apa kabar?

[Credit;pict;pinterest;byme]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Credit;pict;pinterest;byme]

***

Elegant! Hanya itu yang ada di benak orang-orang. Pasalnya, mereka dibuat takjub oleh bangunan nuansa putihnya, interiornya, dan suasana hening namun tidak mencekam yang tentu saja siapapun akan betah di tempat ini.

Mental Health Services.

Begitu memandang deretan huruf di atas mereka, pemiliknya datang bersama jajarannya. Dokter Livia. Perempuan dengan wajah tegas dan senyum khasnya itu menjabat tangan Alwi dengan pandangan berterimakasih untuk kunjungan serta kepercayaannya menempatkan Lentera di sana.

"Selamat datang, Dokter Alwi. Bagaimana kabar anda?" sapanya hangat.

"Sangat baik." alih-alih menatap Dokter Livia dan melanjutkan obrolannya, Alwi masih terpaku dengan tempat itu. Terhitung sudah lima kali laki-laki itu menghela napas. Diluar dugaannya. Alwi pikir, Lentera akan sulit beradaptasi jika tempat itu seperti klinik kesehatan jiwa pada umumnya. Namun ini lebih dari itu. Mewah dan elegant.

"Dimana gadis itu?" tanya Dokter Livia. "Tidak sabar menyambutnya. Oh iya, anda datang bersama Dokter Ikhwan, bukan?"

Alwi menggeleng. "Beliau masih banyak tugas di Kasih Beta. Saya juga tidak bisa berlama-lama."

"Kalau begitu langsung saja ke kantor untuk mengurus data Lentera, saya sudah menyiapkan kamar khusus untuk gadis itu, bahkan Suster penjaganya juga bukan sembarang Suster. Saya yakin Lentera cepat pulih untuk beberapa bulan kedepan." ucapnya penuh keyakinan.

"Saya senang mendengarnya."

Mereka berjalan menyusuri lorong dengan suhu yang cukup dingin. Kanan kirinya dinding bilik kamar dengan warna senada. Putih tulang. Oh, bahkan Alwi tertunduk takjub saat kedua sepatunya bersentuhan dengan karpet empuk. Se-niat itu Dokter Livia menyediakan semuanya.

Dibantu oleh bawahannya yang bertugas di kantor miliknya, sementara itu Dokter Livia mengobrol banyak hal mengenai prosedur untuk penyembuhan Lentera. Dipastikan gadis itu akan nyaman dan mudah di arahkan.

"Untuk awal awal, anda boleh menjenguknya dua kali dalam seminggu. Setelah itu, kami menerapkan peraturan menjenguk pasien hanya dibolehkan satu kali dalam sebulan." jelas Dokter Livia.

Alwi tercenung. Bagaimana bisa? Bukan pada dirinya, melainkan gadis itu. Apa ia akan tetap tenang dan berpikir bahwa Alwi tidak membuangnya? Bisa saja Lentera mengira Alwi tidak peduli padanya? Bagaimana saat ia ingin mendengarkan kata semangat setiap harinya sementara ia juga harus mematuhi peraturan di tempat Dokter Livia.

My Perfect PsikiaterWhere stories live. Discover now